Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka ruku` dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mu’min). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. QS. Al Fath : 29
Oleh karena itu kita harus menjaga muatan amal tarbawi agar dakwah bisa tumbuh dan berkembang dengan baik. Agar kaderi itu bisa menjadi yu’ jibuzzurro ’a liyaghidzho bihimul kuffar, menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir. Ini tentu bukan hal mudah dan sederhana. Ragam latar belakang kader seringkali membawa berbagai macam resistensi ketika dakwah itu tumbuh dan berkembang.
Dampak pertumbuhan dan perkembangan dakwah yang begitu cepat dan besar mengakibatkan munculnya resistensi, dan ini dialami oleh banyak ikhwah. Saat dakwah berkembang, potensi munculnya gesekan, perbedaan persepsi, dan friksi antar sesama ikhwah begitu besar. Apalagi saat peluang-peluang yeng berkaitan dengan penguatan dan pengembangan ekonomi muncul, tidak jarang hal ini kemudian menggerus nilai keikhlasan. Mengingat tidak semua kader mampu untuk memanfaatkan peluang yang ada. Dampaknya sangat serius bagi dakwah jika keikhlasan kader mulai goyah.
Namun jika pertumbuhan dan perkembangan dakwah itu tidak mengalami lonjakan-lonjakan yang signifikan, dakwah juga menjadi tidak menarik, bahakn bisa jadi dakwah akan mati. Ibarat buah yang tumbuh di jalan yang tidak menarik minat orang, akhirnya ia hanya akan mengalami pertumbuhan untuk kemudian mati karena tidak punya daya tarik. Berbeda jika buah itu tumbuh dengan pemeliharaan yang baik, buah yang ranum akan menarik perhatian orang.
Nah, agar dakwah ini mampu menyenangkan para penanamnya juga menjadikan musuh-musuhnya jengkel, maka perlu dijaga agar tidak dihinggapi hama. Banyak pihak yang tidak menghendaki jika dakwah ini sampai pada masa panennya. Dan menjadi kewajiban kita untuk memeliharanya agar ia bisa sampai pada masa panen.
1. Lakukan ri ‘ayah tarbawiyyah wat tajnid, untuk menjaga muatan nilai, agar nilai itu kemudian menjadi nyata dalam kehidupan kader dakwah.
Ketika dakwah ini tumbuh dan berkembang bersama Rasulullah saw, nilai yang tumbuh bersama para sahabat adalah nilai yang sangat hidup, nilai itu diinteraksikan dengan diri mereka. Sambutannya makin hari makin banyak, peluangnya makin besar. Karena nilai inilah yang menjadi daya tarik bagi obyek dakwah. Penanaman nilai itu tersu harus dilakukan, jika belum nampak dalam perilaku keseharian kader, maka penanaman itu terus harus diulang. Sebagaimana Rasulullah saw. mengulang-ulang pelajaran kepada para sahabat.
2. Membangun soliditas kader.
Pada awal perjalanan, dakwah harus mengawali dengan mebangun bangunan i’tiqodi yang kokoh. Dari bangunan i’tqdoi yang kokoh inilah kegetiran bisa berubah menjadi kenikmatan. Sebagaimana Khabbab bin Al ‘Arts yang mampu menikmati siksaan Quraysy, demikian pula dengan keluarga Yasir. Saat itu Rasulullah saw. hanya menasihati mereka untuk bersabar. Jika bangunan ideologi ini tidak kokoh, maka bukan hal yang mustahil Rasulullah saw. akan digugat, karena hanya mampu menasihati dengan kata sabar kepada para pengikutnya. Setelah bangunan ideologi itu kokoh, maka sudah waktunya ditambah dengan bangunan kepedulian. Sebagaimana dicontohkan Abu bakar yang mendatangi Bilal pada pagi buta untuk menyampaikan kebutuhan Bilal, karena khawatir tidak diberi kesempatan oleh Allah jika menunggu matahari terbit. Selanjutnya ketika banguna kepedulian itu telah kokoh, maka bangunan pengayoman akan dibangun. Seperti dilakukan Umar, yang berkeliling kota untuk membawa kebutuhan warganya. Yang menjadi dasarnya adalah bangunan ideologis, jangan sampai pondasi ini hancur yang menyebabkan tak terbangunnya bangunan kepedulian dan pengayoman di atasnya. Kader harus memahami bahwa kita masih jauh dari bangunan kepedulian apal
agi pengayoman, kita baru membangun pondasi ideologis, kekuatan dakwah belum sampai pada tahapan kepedulian dan pengayoman, sehingga jangan sampai ada kader yang merasa tidak dipedulikan dan tidak diayomi oleh dakwah, karena kita memang belum sampai pada tahapan tersebut secara sempurna.
3. Optimalisasi Kontribusi.
Semakin besar bangunan dakwah ini, makin besar pula tanggungjawab kita untuk dakwah ini, sehingga perlu keseriusan, ketekunan dan kesungguhan dan kontribusi terhadap tumbuh kembangnya dakwah. Meskipun kontribusi tersebut minim apresiasi, baik dari ikhwah maupun dari qiyadah. Kewajiban kita adalah berkontribusi. Sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah saw, “Absyiru al atqiya wal abriya.” Yang dimaksud oleh Rasulullah saw. dengan al atqiya wal abriya adalah Uweis al Qarni, yang tinggal di Yaman. Meski keberadaannya tidak dikenal dan ketiadaannya tidak menyebabkan kehilangan, namun kontribusinya terhadap Islam terutama di dalam masyarakatnya sungguh luar biasa. Sebagaimana ketika Khalid bin Walid diberhentikan sebagai panglima perang oleh Umar, kontribusinya tidak berhenti karena hal tersebut.
Ikhwah fillah, inilah tanggungjawab kita terhadap tumbuh kembangnya dakwah ini. Masing-masing kita punya tanggungjawab terhadapnya, menjaganya agar ia bisa sampai pada masa panen, menjaganya agar ia bisa mencapai yu’ jibuzzurro ’a liyaghidzho bihimul kuffar, menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir.
Wallahu a’lam
diambil dari taujih seorang Ustadz dalam sebuah pertemuan dengan para muridnya
posted by ustadz ibnu umar di forum sholahuddin
Nice….semoga bermanfaat…
suka ini
jazakumullah