Yg begini… juga orang Sukses


Di serambi sebuah masjid, saya duduk mengikuti paparan seorang aktivis tentang sukses. Pembicaraannya melambung tinggi. Memotivasi peserta. Sangat memotivasi. Ada cerita-cerita indah di majelis itu. Saya duduk di arah jam sepuluh dari pembicara dan menikmatinya dengan nyaman. Sangat nyaman.

”Menurut anda, apa sukses itu?”, tiba-tiba sang aktivis ’menembak’ peserta. Sebuah tindakan yang sudah seharusnya dan sudah saya tebak. Kendati sudah menebaknya, tak urung saya masih harus menyiapkan jawaban dari pertanyaan itu jika datang saatnya aku yang jadi ’korban’.

Benar saja. Tidak lama sejak saya mempersiapkan jawaban, giliran saya tiba. Sebenarnya jawaban itu belum terstruktur. Saya sebenarnya masih ingin menyusunnya sekali lagi. Tapi sudah tidak ada waktu. Aku harus segera menjawab.”Sukses itu adalah ketika kita ada dalam jalur kesuksesan”, jawabku kalem. Singkat. Kalem dan singkat. Memang aku menyengaja. Tapi jawaban rupanya itu –pada situasi itu- sangat berbeda dengan jawaban-jawaban sebelumnya. Jawaban itu seperti merusak suasana. Jawaban itu juga mempengaruhi jawaban-jawaban selanjutnya. Jawaban itu tanpa parameter yang detil. Global. Sangat global. Jawaban itu memang merusak suasana. Moderator kemudian mempersilahkan saya menjelaskan jawaban itu.

Kejadian ini sebenarnya memiliki kemiripan dengan kejadian di sebuah training hampir lebih dari sepuluh tahun yang lalu. ”Apa cara anda untuk sukses dalam hidup ini?”, tanya seorang Trainer yang tidak terbiasa dengan jawaban sederhana. Setiap jawaban peserta dieksploitasi. Giliran semakin mendekat. Aku belum juga selesai menyusun. Bukan tidak ada konsep. Tapi aku sendiri tak yakin dengan jawabanku. Aku tak yakin bisa mengatasi cara Trainer senior itu ’menelanjangi’ jawaban-jawaban peserta. Giliranku segera tiba. Cuma sedikit peserta yang belum ’diinterogasi’. Dan benar. “Anda?”, tanyanya.“Seperti jika ingin sehat. Hanya memakan makanan sehat. Meninggalkan makanan buruk. Dan tidak berlebihan”, itu jawaban yang keluar dari bibirku setelah memeras dan menafikan sekian argumentasi. Apapun namanya proses itu, alhamdulillah jawaban-jawaban itu menjadi rumusan berikutnya dari pertanyaan-pertanyaan seputar sukses.Saya sangat terbantu dengan 2 (dua) episode itu. Saya jadi tidak mudah panik lagi menjawab apa itu sukses. Saya bisa sedikit kalem menjawabnya. Bukan soal mematahkan argumentasi. Tapi lebih untuk meredam ambisi, mengarahkan hasrat, mengantisipasi hawa nafsu, meredam keinginan, menentramkan hawa, mendekatkan diri ke nafsul muthmainnah, menjaga harapan agar hati ini adalah qolbin salim dan tentu saja menumbuhkan optimis untuk sebuah akhir kehidupan yang baik (khusnul khotimah).

Semua orang ingin sukses. Mungkin tak ada orang yang tidak ingin sukses. Kata ‘mungkin’ saya gunakan sebagai penghalus saja. Sejatinya saya yakin bahwa tidak ada orang yang ingin gagal. Tidak ada orang yang ingin kalah. Semua orang ingin sukses. Itu wajar. Alami.
Hanya saja, sukses perlu perlambang. Sukses perlu simbol. Beberapa simbol yang kerap dilekatkan pada orang sukses adalah banyaknya harta, tingginya jabatan, tingginya gelar, dan simbol-simbol lain yang –menurut saya- kadang tidak berlaku universal.

Ini bukan soal orang Indonesia saja. Penggunaan symbol ini adalah universal. Siapa bilang hanya orang Indonesia saja yang ‘gila gelar’ (akademik)? Ini gejala global. Apalagi soal banyaknya harta dan tingginya jabatan.
Apakah salah?
Tidak… tidak salah.
Ketika seseorang berdagang dan mendapatkan laba, kita akan menyebutnya sebagai pedagang yang sukses. Mengapa? Karena misinya berhasil. Yap! Sukses adalah ketika kita berhasil menuntaskan misi.

Secara global, misi kehidupan kita adalah menjadi beribadah. Maka sukses sejati dalam makna global adalah ketika kita mempu menjadi ‘abid’.
Tapi tentu butuh penjabaran. Maka perlu simbol. Tapi simbol tidak boleh menghapus hal substantif. Maka orang kaya bisa sukses. Orang miskin bisa sukses. Orang kota bisa sukses, sebagaimana orang desa. Punya rumah adalah sukses. Yang belum punya rumah dapat disebut sukses. Semuanya sukses ketika dalam rangka peribadatan.

Demikian juga jika mobil kita lebih bagus dari pada mobil orang, jangan tergesa menyebut diri lebih sukses. Apalagi jika kendaraan kita lebih buruk. Demikian pula halnya dengan jenjang pendidikan, gelar dan simbol lainnya.

Sekali lagi –sekadar mengulang- sukses adalah menuntaskan misi. Itu yang pertama.
Kedua, sukses adalah ketika kita (istiqomah) berada di jalan kesuksesan.Salah satu nasehat, kekayaan bukan pada suatu yang dikuasai. Tetapi pada sesuatu yang dinikmati dan disyukuri…

Sekarang siapa yang ingin sukses….mari kita berlomba-lomba menjadi orang sukses.
=============================================================


Jazakallah ustad Eko nasihatnya.

One thought on “Yg begini… juga orang Sukses

Leave a comment