Aqidah Ahlus Sunnah ada 3


TIGA GOLONGAN ‘AQIDAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH

Nida Indaruny

Al-‘Allamah As-Safariniy Al-Hanbaliy رحمه الله berkata dalam Kitabnya Lawami’ul Anwaril Bahiyyah, Juz 1 Hal 73 :

أهل السنة والجماعة ثلاث فرق:

· الأثرية، وإمامهم أحمد بن حنبل رضي الله عنه.

· والأشعرية، وإمامهم أبو الحسن الأشعري رحمه الله.

· والماتريدية، وإمامهم أبو منصور الماتريدي رحمه الله تعالى. اهـ.

Ahlussunnah wal jama’ah ada tiga golongan:
• Al-Atsariyah, Imamnya : Imam Ahmad bin Hanbal -رحمه الله-.

• Al-Asy’ariyah, Imamnya Abul Hasan Al-Asy’ari -رحمه الله-.

• Al-Maturidiyah, Imamnya Abu Manshur Al-maturidi -رحمه الله-. Selesai.

Hal ini diperkuat oleh keterangan Al-‘Allamah Ibnu Syathiy al-Hanbali -رحمه الله-, Beliau berkata dalam syarahnya atas Al-‘Aqidah As-Safariniyah (Hal : 73) :

(قال بعض العلماء هم – يعني الفرقة الناجية – أهل الحديث يعني الأثرية والأشعرية والماتريدية) ثم قال بعد ذلك بأسطر:

(فائدة: أهل السنة والجماعة ثلاث فرق، الأثرية وإمامهم الإمام أحمد رضي الله عنه. والأشعرية وإمامهم أبو الحسن الأشعري رحمه الله تعالى. والماتريدية وإمامهم أبو منصور الماتريدي رحمه الله تعالى) اهـ.

(Sebagian ‘Ulama’ رحمهم الله berkata : Mereka [yakni golongan yang selamat] adalah Ahlul hadits, yakni Al-Atsariyah, Al-Asy’ariyah dan Maturidiyah ).

Setelah itu Beliau berkata :
(Faidah: Ahlussunnah wal jama’ah ada tiga golongan : Al-Atsariyah, Imamnya adalah Imam Ahmad -رحمه الله-, Al-Asy’ariyah, Imamnya adalah Abul Hasan Al-Asy’ari -رحمه الله- dan Al-Maturidiyah Imamnya Abu Manshur Al-Maturidi -رحمه الله-). Selesai.

Sebagaimana kita ketahui bahwa Ahlussunah wal Jama’ah itu terdiri dari Asy’ariyah, Maturidiyah dan Atsariyah. Untuk madzhab Aqidah Atsariyah saat ini sudah jarang ada, jikapun ada yang mengklaim sebagai Atsariyah, perlu ditanyakan sikap mereka terhadap Aqidah Asy’ariyah dan Maturidiyah, jika mereka mengatakan bahwa Asy’ariyah dan Maturidiyah sesat, itu jelas bukanlah Atsariyah. Tidak mungkin sesama Ahlussunah wal Jama’ah saling memvonis sesat.

Selain tidak mungkin sesama Ahlussunah wal Jama’ah saling memvonis sesat, perlu pula diperhatikan sikap mereka terhadap pembagian sifat wajib 20, sikap mereka terhadap orang-orang yang bermadzhab Fiqih, sikap mereka terhadap Maulid Nabi, sikap mereka terhadap perbedaan pendapat diantara ‘Ulama, jika mereka menolaknya, bisa dipastikan mereka bukanlah Atsariyah.

Perkara yang paling mendasar yang perlu dicermati yakni pemahaman mereka tentang Ayat Mutasyabihat dan Hadits Nuzul-Nya, jika mereka menerima nya dengan Tafwidh makna dan kaifiyah, maka mereka lah Atsariyah. Tapi jika mereka menerimanya lalu menisbatkan anggota badan (organ tubuh) kepada Dzat-Nya maka mereka lah kaum Mujassimah. Sebagaimana yang disampaikan oleh Syaikh Ibn Syahin al-Hanbali [‘Ulama Atsariyah] رحمه الله, Beliau pernah membuat pernyataan, bahwa Imam Ahmad bin Hanbal -رحمه الله- diuji Allah تعالى dengan segolongan pengikutnya yang ber’aqidah buruk [tasybih atau menyerupakan Allah].

Contoh Tafwidh ‘Ulama Atsariyah (Hanabilah).

Al-‘Allamah Muhammad As-Safariniy al-Hanbali -رحمه الله- berkata:

فإذا ورد القرآن العظيم وصحيح سنة النبي الكريم – عليه أفضل الصلاة وأتم التسليم -، بوصف للباري جل شأنه؛ تلقيناه بالقبول والتسليم، ووجب إثباته على الوجه الذي ورد، ونكل معناه للعزيز الحكيم، … الخ (لوامع الأنوار البهية وسواطع الأسرار الأثرية ج ١ ص ١٠٧)

“Apabila terdapat dalam Al-Qur’an al-‘Adhiim dan Shahih Sunnah Nabiyul Kariim -أفضل الصلاة وأتم التسليم- yang valid, menyifati Allah Yang Maha Pencipta, maka itu akan diterima dengan sepenuhnya, ditetapkan seperti apa adanya, dan kami menyerahkan maknanya kepada Allah yang Maha ‘Aziiz serta Hakiim…” (Lawaami’ul Anwaar wa Sawaathi’ul Asraar Atsariyyah juz 1 hal.107)

Sementara ‘Aqidah Ibnu Taimiyah (yang ikuti oleh Wahhabiyyah) berbeda dengan Atsariyah (Hanabilah), sebagaimana penjelasan Ibnu Taimiyah yang memberikan perincian pada Dzat-Nya.

Al Qadhi Abu Ya’la Al Hanbali yang dinukil oleh Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya Bayan Talbis Al Jahmiyyah:

ويجب أن يحمل اختلاف كلام أحمد في إثبات الحد على اختلاف حالتين فالموضع الذي قال إنه على العرش بحد معناه أن ما حاذى العرش من ذاته هو حد له وجهة له والموضع الذي قال هو على العرش بغير حد معناه ما عدا الجهة المحاذية للعرش وهي الفوق والخلف والأمام واليمنة واليسرة وكان الفرق بين جهة التحت المحاذية للعرش وبين غيرها ما ذكرنا أن جهة التحت تحاذي العرش بما قد ثبت من الدليل والعرش محدود فجاز أن يوصف ما حاذاه من الذات أنه حد وجهة وليس كذلك فيما عداه لأنه لا يحاذي ما هو محدود بل هو مار في اليمنة واليسرة والفوق والأمام والخلف إلى غير غاية

بيان تلبيس الجهمية، ج ٣ ص ٢٤-٢٥

“Perbedaan ucapan Imam Ahmad dalam menetapkan batasan harus dipahami sebagai perbedaan dua keadaan. Jadi, riwayat dari Imam Ahmad bahwa Allah di atas Arasy dengan batas, maksudnya adalah sisi Allah yang berhadapan dengan Arasy itu adalah batasan-Nya dan arah-Nya. Sedangkan riwayat dari Imam Ahmad bahwa Allah di atas Arasy tanpa batas, maksudnya adalah selain sisi Allah yang berhadapan dengan Arasy, yaitu sisi atas, belakang, depan, kanan dan kiri. Jadi perbedaan antara sisi bawah dengan sisi-sisi selain bawah adalah seperti saya sebutkan tadi bahwa sisi bawah itu berhadapan dengan Arasy berdasarkan dalil yang shahih. Padahal Arsy itu terbatas, maka boleh dikatakan bahwa sisi Allah yang berhadapan Arasy itu adalah batas dan arah. Sedangkan sisi-sisi selain bawah adalah tidak terbatas, sebab tidak berhadapan dengan benda yang terbatas. Jadi sisi selain bawah tersebut menyebar ke segala sisi: kanan, kiri, atas, depan dan belakang sampai tak terhingga.”

(Bayan Talbis Al Jahmiyyah, Ibnu Taimiyyah, 2/24-25)

Berdasarkan pernyataan Abu Ya’la di atas, dapat dipahami bahwa Dzat Allah terbatas dari sisi bawah karena berhadapan dengan makhluk yang terbatas yaitu Arasy, sedangkan sisi Allah selain bawah adalah tidak terbatas, tapi menyebar ke segala penjuru arah sampai tak terhingga karena tidak berhadapan dengan apapun.

Perlu diketahui bahwa Abu Ya’la ini dikecam keras oleh mayoritas ‘Ulama karena dianggap telah mem-benda-kan Allah (menjism-kan Dzat-Nya). Di antara ‘Ulama yang keras mengecamnya adalah Imam Ibnul Jauzi Al-Hanbali -رحمه الله- dalam kitabnya “Daf’u Syubah At Tasybih.”

Sedangkan menurut Ahlussunnah wal Jama’ah, Imam Thahawi رحمه الله dalam kitab Aqidah Thahawiyah mengatakan:

وتعالى عن الحدود والغايات، والأركان والأعضاء والأدوات، لا تحويه الجهات الست كسائر المبتدعات

“Maha Suci Allah dari batasan, ujung, organ, bagian dan alat. Dia tidak terliputi oleh Enam Arah seperti layaknya makhluk yang diciptakan (arah depan, belakang, kanan, kiri, atas dan bawah).”

Tambahan :
Atsariyyah adalah salah satu madrasah Ahlussunnah pengikut Imam Ahmad bin Hanbal. Mereka terbilang relatif kecil [kelompok kecil] jika dibandingkan dengan Madrasah Asy’ariyyah atau Maturidiyah [Ahlussunnah mayoritas] serta hanya diikuti sebagian ‘Ulama’ Hanabilah. Saya katakan sebagian, karena sebagian Hanabilah ada yang terpapar Aqidah Hasyawiyah [dan juga Karramiyah] atau tidak murni lagi.

Jika anda memilih aliran pemikiran Asy’ariyah atau Maturidiyah, maka dipastikan anda bersama mayoritas ulama’ Islam. Tentu sangat tidak mungkin mereka sepakat dalam kesesatan, apalagi mereka adalah pembawa dan penjaga agama Islam secara mayoritas.

Tetapi jika anda memilih Aqidah Hanabilah, maka konsekwensinya anda akan dihadapkan pada dua pilihan dan perseteruan yang sifatnya prinsip atau pokok [ushul Ahlissunnah wal Jama’ah]. Bukan sekedar perbedaan Furu’ Aqidah.

Di sana, paling tidak anda akan mendapati 2 [dua] aliran pemikiran, yaitu:

[1] Madrasah Ibn Taimiyyah yang diklaim pengikutnya paling punya kompetensi dalam memahami manhaj salaf serta berbeda tajam dengan Asy’ariyah dan Maturidiyah. Prinsip mereka, Aqidah salaf adalah Aqidah Ibn Taimiyyah atau Aqidah Ibn Taimiyyah adalah representasi Aqidah salaf. Jadi, Ibn Taimiyyah bagi mereka seperti tolok ukur [mizan] Aqidah mereka.

Ibn Jauzi, Ibn Aqil, at-Taymi penulis Aqidah Imam Ahmad bin Hanbal dan lain-lain belum diakui sebagai Hanbali 100 % jika belum dapat pengakuan dari Ibn Taimiyyah.

Kaum Salafi kontemporer ada dalam arus pemikiran ini, walaupun faktanya banyak Ulama’ mereka lebih ekstrim Aqidahnya daripada Ibn Taimiyyah sendiri.

Menurut Syekh Abu Zahrah رحمه الله dalam Tarikh al-Madzahib, pada mulanya Ibn Taimiyyah mengadopsi pemikiran Aqidah minoritas ‘Ulama Hanbali pada kurun ke-empat yang digawangi Ibn Hamid, Ibn Zaghuni dan Qadhi Abu Ya’la yang diberitakan pernah berseteru tajam dengan ‘Ulama Hanbali lain, bahkan ketiganya dituduh telah mencoreng nama baik ‘Ulama Hanbali.

[2] Madrasah Atsariyah yang cenderung tidak ada perbedaan secara prinsip [ushul Ahlissunnah] dengan Asy’ariyah dan Maturidiyah. Perbedaan mereka hanya dalam tataran Furu’iyyah atau Lafdhiyyah, walaupun kadang-kadang terkesan tajam, semisal pembahasan kalamullah.

Atsariyah [Hanabilah] aliran kedua ini juga sejalan dengan Ahlussunnah mayoritas kaitan interaksinya terhadap sifat khabariyah, yaitu mengikuti metode Tafwidh dan Ta’wil. Dan sejauh yang saya ketahui mereka adalah mayoritas jika dibandingkan aliran Hanabilah faksi yang pertama. Dan aliran inilah yang diakui Hanabilah [Atsariyah] Mutaakhirin dari Universitas Azhar, Kairo. Sementara Hanabilah poros pertama digawangi Ulama’-Ulama’ Salafi Wahhabi.

والله أعلم بالصواب


Leave a comment