Tiga Sifat dalam Menghadapi Rintangan Dakwah


Allah Ta’ala berfirman,
وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ (146) وَمَا كَانَ قَوْلَهُمْ إِلَّا أَنْ قَالُوا رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ (147) فَآَتَاهُمُ اللَّهُ ثَوَابَ الدُّنْيَا وَحُسْنَ ثَوَابِ الْآَخِرَةِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (148

Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang sabar. Tidak ada do’a mereka selain ucapan: ‘Ya Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan teguhkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir‘. Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan” (QS. Ali ‘Imran: 146-148).

560054_10150838361573757_1073741846_n
Medan dakwah bukanlah hamparan permadani yang berhiaskan bunga-bunga di sekitarnya. Akan tetapi, jalan dakwah diliputi berbagai rintangan yang akan menghalangi orang yang menempuhnya. Dakwah adalah sebuah perjalanan panjang yang takkan pernah sepi dari rintangan dan cobaan bagi mereka yang melaluinya. Usianya lebih panjang dari penyeru dakwah itu sendiri. Meniti jalan dakwah memang tidak semulus laiknya melintasi jalan tol. Selalu ada aral, tantangan, dan berbagai bentuk ujian lainnya. Para rasul dan nabi yang telah merintis dan melaluinya telah memberikan banyak pelajaran (ibrah) bagi mereka yang meneruskan estafet dakwah ini.

Rintangan dan ujian dalam berjuang di jalan dakwah adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa dihindari. Ia pasti akan menghampiri, jangan pernah berhenti, karena para nabi dan pengikutnya tak pernah berhenti ataupun melemah karena rintangan dan ujian.

Dalam ayat tersebut disebutkan banyak nabi, karena memang memang fitrah dakwah islam sejak dulu selalu ada tantangan. Nabi Nuh AS telah menghadapi cacian kaumnya, Nabi Ibrahim AS dibakar dalam nyala api, Nabi Isa AS dimusuhi, Nabi Yusuf dimasukkan sumur, bahkan Nabi Muhammad SAW mendapat ancaman dibunuh setelah seringkali mendapat cacian, hinaan, dan penyiksaan. Tak ada satu pun dari mereka yang bergeming ataupun lemah lalu berhenti dalam dakwahnya, kecuali tetap kokoh dan semakin gigih dalam mengajak untuk menyembah Allah SWT semata.

Ayat di atas memberikan pelajaran dalam perjuangan. Dalam perjuangan para nabi akan selalu disokong pengikutnya yang bertaqwa, kader militan bukan meletan, mereka tidak pernah berputus asa, menjadi lemah ataupun berhenti dalam dakwah atas cobaan yang menimpanya. Dalam ayat tersebut, terdapat tiga sifat yang menjadi duri di jalan dakwah, sifat yang harus diwaspadai oleh para dai dan kader penyeru kebenaran sehingga mereka tidak terjatuh dalam golongan orang-orang yang berjatuhan di jalan dakwah.

A. Sifat Wahn (famaa wahanu)

Sifat ini dapat diartikan seperti dalam sebuah hadits ketika para sahabat bertanya kepada Rasulullah tentang sebuah sebuah penyakit wahn. Wama alwahn ya Rasulallah? Rasulullah menjawab, ”Hubbuddunya wa karohiyatul maut.” Wahn adalah sifat cinta dunia dan takut mati. Sifat wahn banyak membuat para penyeru dakwah berguguran, boleh jadi karena tidak kuat atas siksaan, ataupun godaan dunia yang melenakan. Seorang yang telah memasuki arena dakwah dalam pertarungan hak dan kebatilan akan dihadapkan dengan hal ini. Sekali lagi sejarah telah menceritakan itu. Bukankah ketika Rasulullah pernah mendapatkan tawaran menggiurkan untuk meninggalkan dakwah Islam tentunya dengan imbalan. Imbalan kekuasaan, kekayaan atau wanita. Tetapi dengan tegar beliau menampik dan berkata dengan ungkapan penuh keyakinannya kepada Allah SWT.

Demi Allah, wahai pamanku seandainya mereka bisa meletakkan matahari di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan dakwah ini. Niscaya tidak akan aku tinggalkan urusan ini sampai Allah SWT. memenangkan dakwah ini atau semuanya akan binasa’.

Demikian pula para sahabatnya ketika menjumpai ujian dan cobaan dakwah mereka tidak pernah bergeser sedikit pun langkah dan jiwanya. Malah semakin mantap komitmen mereka pada jalan Islam ini. Ka’ab bin Malik pernah ditawari Raja Ghassan untuk menetap di wilayahnya dan mendapatkan kedudukan yang menggiurkan. Tapi semua itu ditolaknya sebab hal itu justru akan menimbulkan mudarat yang jauh lebih besar lagi.

B. Sifat Lemah (wama dho’ufu)

Dakwah ini juga senantiasa menghadapi musuh-musuhnya di setiap masa dan zaman sesuai dengan kondisinya masing-masing. Tentu mereka sangat tidak menginginkan dakwah ini tumbuh dan berkembang. Sehingga mereka berupaya untuk memangkas pertumbuhan dakwah atau mematikannya. Sebab dengan tumbuhnya dakwah akan bertabrakan dengan kepentingan hidup mereka.

Pada masa Khalifah Al Mu’tsahim Billah tentang fitnah dan ujian ‘khalqul Qur’an’. Imam Ahmad bin Hambal sangat tegar menghadapi ujian tersebut dengan tegas ia menyatakan bahwa Al Qur’an adalah kalamullah, bukan makhluk sebagaimana yang didoktrin oleh Khalifah. Dengan tuduhan sesat dan menyesatkan kaum muslimin Imam Ahmad bin Hambal menerima penjara dan hukum pukulan dan cambukan. Dengan ketsabatan beliau kaum muslimin terselamatkan aqidah mereka dari kesesatan.

Demikian pula kita merasakan ketegaran Imam Hasan Al Banna dalam menghadapi tribulasi dakwahnya. Ia terus bersabar dan bertahan. Meski akhirnya ia pun menemui Rabbnya dengan berondongan senjata api. Dan Sayyid Quthb yang menerima eksekusi mati dengan jiwa yang lapang lantaran aqidah dan menguatkan sikapnya berhadapan dengan tiang gantungan. Beliau dengan yakin menyatakan kepada saudara perempuannya, ‘Ya ukhtil karimah insya Allah naltaqi amama babil jannah. Duhai saudaraku semoga kita bisa berjumpa di depan pintu surga kelak’.

Inilah pelajaran penting dari dakwah bahwa sifat tsabat adalah sebuah keharusan yang harus dimiliki bagi pengembannya.

C. Sifat Menyerah/Berdiam Diri/ sifat istikan (wamastakanu)

Fitnah mungkin akan bertubi-tubi menyerang jama’ah dakwah. Cibiran, makian, hingga ancaman pembunuhan  bisa saja diterima akan tetapi mereka tidak pernah berdiam diri, para dai terus bergerak di tengah kesulitan dan cobaan. Seorang dai sejati tidak pernah menunggu panggilan untuk dakwah. Dia akan berkontribusi memperbaiki dirinya, keluarganya, tetangga sekitanya dan umat secara umum. Bagaimana mungkin ia akan bisa berdiam sedangkan kemungkaran berada di sekelilingnya. Ketika dakwah belum juga menampakkan hasilnya, maka tidaklah membuat dai kemudian berdiam diri, karena yang dituntut darinya bukanlah hasil. Namun yang dipinta darinya hanyalah amal, sedangkan hasil adalah urusan Allah SWT semata.

Ketiga sifat tersebut, wahn, dhoif, dan istikan hendaklah mesti dihindari dan dibuang jauh-jauh dari kamus para dai. Maka dari itu untuk menjaga kualitas ruhiyah agar tetap tsabat para pejuang dakwah hendaklah tidak bosan-bosan untuk mengulang-ulang doa yang diucapkan oleh para nabi dan pengikutnya.

”Tidak ada doa mereka selain ucapan: “Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”. (QS Ali Imran [3]: 147)

Sebab apa berdoa, karena kita ini sebenarnya hamba yang lemah, yang mungkin saja tergelincir dalam ketidaktahuan, tergelincir dalam dosa maksiat, maka marilah meminta pada allah agar mengampuni kealpaan kita dan meneguhkan kita dalam jamaah islam, meneguhkan kita dalam beramal sholeh.

Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan” (QS. Ali ‘Imran: 148).

Semoga Allah SWT menguatkan langkah kita dalam menapaki jalan dakwah yang terjal  ini dan mengumpulkan kita di surgaNya. Amin.

disarikan dari berbagai sumber

al-intima.com

dakwatuna.com

2 thoughts on “Tiga Sifat dalam Menghadapi Rintangan Dakwah

Leave a comment