Jika dosa-dosa selalu terbuka di hadapanmu


Imam Ibnu Athaillah As-Sakandari dawuh dalam kitab Tajul Arus:

فإن كانت الذنوب منفتحة في وجهك . . فاستغث بالله، والجأ إليه، واحث التراب على رأسك، وقل اللهم انقلني من ذل المعصية إلى عز الطاعة، وزر ضرائح الأولياء والصالحين، وقل: يا أرحم الراحمين

Jika dosa-dosa selalu terbuka di hadapanmu, maka:

1. Mintalah pertolongan kepada Allah

2. Kembali kepadaNya.

3. Taburkan debu di kepalamu (kinayah dari rasa hina diri karena besarnya musibah).

4. Berdoalah, “Ya Allah, pindahkan saya dari kehinaan maksiat kepada kemuliaan thaat”.

5. ZIARAHILAH MAKAM WALI ALLAH DAN ORANG-ORANG SHOLIH.

6. Berdoalah, “Wahai Dzat yang Paling Pengasih.”

Muhaqqiq kitab berkomentar:

زيارة القبور أمر مشروع، إذا ضاقت عليكم الأمور .. فعليكم بزيارة القبور.

Ziarah kubur adalah perkara yang disyariatkan. Jika urusan kalian ruwet, ziarahlah ke kuburan.

See translation

May be an image of text

All reactions:

1111

DIALOG Syaikh al-Buthi dengan Syaikh al-Bani tentang ijtihad dan taqlid


DIALOG Syaikh al-Buthi dengan Syaikh al-Bani

Ada sebuah perbincangan yang menarik tentang ijtihad dan taqlid, antara Syaikh Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi, seorang ulama Ahlussunnah Wal-Jama’ah di Syria, bersama Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, seorang tokoh Wahhabi dari Yordania.

Syaikh al-Buthi bertanya: “Bagaimana cara Anda memahami hukum-hukum Allah, apakah Anda mengambilnya secara langsung dari al- Qur’an dan Sunnah, atau melalui hasil ijtihad para imam-imam mujtahid?”

Al-Albani menjawab: “Aku membandingkan antara pendapat semua imam mujtahid serta dalil-dalil mereka lalu aku ambil yang paling dekat terhadap al-Qur’an dan Sunnah.”

Syaikh al-Buthi bertanya: “Seandainya Anda punya uang 5000 Lira. Uang itu Anda simpan selama enam bulan. Kemudian uang itu Anda belikan barang untuk diperdagangkan, maka sejak kapan barang itu Anda keluarkan zakatnya. Apakah setelah enam bulan berikutnya, atau menunggu setahun lagi?”

Al-Albani menjawab: “Maksud pertanyaannya, kamu menetapkan bahwa harta dagang itu ada zakatnya?”

Syaikh al-Buthi berkata: “Saya hanya bertanya. Yang saya inginkan, Anda menjawab dengan cara Anda sendiri. Di sini kami sediakan kitab-kitab tafsir, hadits dan fiqih, silahkan Anda telaah.”

Al-Albani menjawab: “Hai saudaraku, ini masalah agama. Bukan persoalan mudah yang bisa dijawab dengan seenaknya. Kami masih perlu mengkaji dan meneliti. Kami datang ke sini untuk membahas masalah lain”.

Mendengar jawaban tersebut, Syaikh al-Buthi beralih pada pertanyaan lain: “Baik kalau memang begitu. Sekarang saya bertanya, apakah setiap Muslim harus atau wajib membandingkan dan meneliti dalil-dalil para imam mujtahid, kemudian mengambil pendapat yang paling sesuai dengan al- Qur’an dan Sunnah?”

Al-Albani menjawab: “Ya.”

Syaikh al-Buthi bertanya: “Maksud jawaban Anda, semua orang memiliki kemampuan berijtihad seperti yang dimiliki oleh para imam madzhab? Bahkan kemampuan semua orang lebih sempurna dan melebihi kemampuan ijtihad para imam madzhab. Karena secara logika, seseorang yang mampu menghakimi pendapat-pendapat para imam madzhab dengan barometer al-Qur’an dan Sunnah, jelas ia lebih alim dari mereka.”

Al-Albani menjawab: “Sebenarnya manusia itu terbagi menjadi tiga, yaitu muqallid (orang yang taklid), muttabi’ (orang yang mengikuti) dan mujtahid. Orang yang mampu membandingkan madzhab-madzhab yang ada dan memilih yang lebih dekat pada al-Qur’an adalah muttabi’. Jadi muttabi’ itu derajat tengah, antara taklid dan ijtihad.”

Syaikh al-Buthi bertanya: “Apa kewajiban muqallid?”

Al-Albani menjawab: “Ia wajib mengikuti para mujtahid yang bisa diikutinya.”

Syaikh al-Buthi bertanya; “Apakah ia berdosa kalau seumpama mengikuti seorang mujtahid saja dan tidak pernah berpindah ke mujtahid lain?”

Al-Albani menjawab: “Ya, ia berdosa dan haram hukumnya.”

Syaikh al-Buthi bertanya: “Apa dalil yang mengharamkannya?”

Al-Albani menjawab: “Dalilnya, ia mewajibkan pada dirinya, sesuatu yang tidak diwajibkan Allah padanya.”

Syaikh al- Buthi bertanya: “Dalam membaca al-Qur’an, Anda mengikuti qira’ah-nya siapa di antara qira’ah yang tujuh?”

Al-Albani menjawab: “Qira’ah Hafsh.”

Al- Buthi bertanya: “Apakah Anda hanya mengikuti qira’ah Hafsh saja? Atau setiap hari, Anda mengikuti qira’ah yang berbeda-beda?”

Al-Albani menjawab: “Tidak. Saya hanya mengikuti qira’ah Hafsh saja.”

Syaikh al-Buthi bertanya: “Mengapa Anda hanya mengikuti qira’ah Hafsh saja, padahal Allah subhanahu wa ta’ala tidak mewajibkan Anda mengikuti qira’ah Hafsh. Kewajiban Anda justru membaca al-Qur’an sesuai riwayat yang datang dari Nabi shallallahu alaihi wasallam secara mutawatir.”

Al-Albani menjawab: “Saya tidak sempat mempelajari qira’ah-qira’ah yang lain. Saya kesulitan membaca al-Qur’an dengan selain qira’ah Hafsh.”

Syaikh al-Buthi berkata: “Orang yang mempelajari fiqih madzhab al-Syafi’i, juga tidak sempat mempelajari madzhab-madzhab yang lain. Ia juga tidak mudah memahami hukum-hukum agamanya kecuali mempelajari fiqihnya Imam al-Syafi’i. Apabila Anda mengharuskannya mengetahui semua ijtihad para imam, maka Anda sendiri harus pula mempelajari semua qira’ah, sehingga Anda membaca al-Qur’an dengan semua qira’ah itu. Kalau Anda beralasan tidak mampu melakukannya, maka Anda harus menerima alasan ketidakmampuan muqallid dalam masalah ini. Bagaimanapun, kami sekarang bertanya kepada Anda, dari mana Anda berpendapat bahwa seorang muqallid harus berpindah-pindah dari satu madzhab ke madzhab lain, padahal Allah tidak mewajibkannya. Maksudnya sebagaimana ia tidak wajib menetap pada satu madzhab saja, ia juga tidak wajib berpindah-pindah terus dari satu madzhab ke madzhab lain?”

Al-Albani menjawab: “Sebenarnya yang diharamkan bagi muqallid itu menetapi satu madzhab dengan keyakinan bahwa Allah memerintahkan demikian.”

Syaikh al-Buthi berkata: “Jawaban Anda ini persoalan lain. Dan memang benar demikian. Akan tetapi, pertanyaan saya, apakah seorang muqallid itu berdosa jika menetapi satu mujtahid saja, padahal ia tahu bahwa Allah tidak mewajibkan demikian?”

Al-Albani menjawab: “Tidak berdosa.”

Syaikh al-Buthi berkata: “Tetapi isi buku yang Anda ajarkan, berbeda dengan yang Anda katakan. Dalam buku tersebut disebutkan, menetapi satu madzhab saja itu hukumnya haram. Bahkan dalam bagian lain buku tersebut, orang yang menetapi satu madzhab saja itu dihukumi kafir.”

Menjawab pertanyaan tersebut, al-Albani kebingungan menjawabnya.

Demikianlah dialog panjang antara Syaikh al-Buthi dengan al-Albani, yang didokumentasikan dalam kitab beliau al-Lamadzhabiyyah Akhthar Bid’ah Tuhaddid al-Syari’at al-Islamiyyah.

Dialog tersebut menggambarkan, bahwa kaum yg mengaku mengikuti ulama salaf melarang umat Islam mengikuti madzhab tertentu dalam bidang fiqih. Tetapi ajakan tersebut, sebenarnya upaya mereka agar umat Islam mengikuti madzhab yang mereka buat sendiri.

Tentu saja mengikuti madzhab para ulama salaf (bukan salafi loh ya) lebih menenteramkan bagi kaum Muslimin. Keilmuan, ketulusan dan keshalehan ulama salaf jelas diyakini melebihi orang-orang sesudah mereka.

Salafy Wahabi Berusaha Mengobrak Abrik Mazhab Syafii dan Hanbali tapi Kecele


Saat awal² ngaji dulu ke Salafi Wahabi di tahun 2008an selang sekitaran tahun 2009an keatas kurang lebih, gerakan Salafi Wahabi ini mencoba untuk membenturkan antara Imam Asy-Syafi’i dengan Syafi’iyyah (sebutan bagi pengikut madzhab Syafi’i). Mereka gunakan segala macam upaya untuk menjelaskan kepada masyarakat bahwa Imam Syafi’i itu berbeda dengan Syafi’iyyah khususnya di Indonesia baik dari segi Aqidah ataupun Amaliyah.

Gerakan masif ini sedikit banyak berhasil mengubah cara berfikir & pemikiran orang² saat itu, karena saat itu media mereka hanya sebatas Radio, Majalah bulanan & Buku maka hal ini disebarkan secara masif khususnya melalui buku² terbitan penerbit mereka.

Saat itu saya masih ingat ketika ada buku di toko buku Salafi yg saya sering jika pulang sekolah dari SMP mampir kesana & baca² buku/majalah yg ada disana. Nah kebetulan ada buku baru yg baru datang & masih hangat, dari judulnya saja sangat tendensius & seolah kalangan Salafi Wahabi mendapatkan amunisi atau senjata untuk menyerang Syafi’iyyah dengan hadirnya buku² itu. Buku adalah bukunya Pak Mahrus Ali yg katanya beliau ini “MANTAN KYAI NU” yg kemudian tobat dari NU nya lalu masuk ke Salafi Wahabi. Judul² bukunya pun bombastis, mulai dari “MANTAN KIAI NU MENGGUGAT SHALAWAT & DZIKIR SYIRIK” atau judul “MANTAN KIAI NU MENGGUGAT TAHLILAN, ISTIGHATSAHAN & ZIARAH PARA WALI” yg kemudian disusul buku² lain yg ditulis oleh orang² yg juga ngakunya “Mantan Kyai NU” seperti Pak Afrokhi Abdul Ghoni dll. Buku² Pak Mahrus Ali ini kemudian mendapatkan tempat dikalangan Salafi Wahabi karena sangat pas buat menjadi senjata mereka melawan Syirik & Bid’ah versi mereka, apalagi buku² ditulis katanya oleh Mantan Kyai NU.

Buku² Pak Mahrus Ali ini saya beli beberapa & saya khatamkan membacanya, saya pun sempat menggunakan bukunya Pak Mahrus Ali ini untuk berdiskusi dengan seorang ustadz di kampung saya yg saat itu saya sengaja hadiri pengajian rutinnya di musholla dekat rumah & sengaja saya bertanya hingga kemudian saya kasihkan buku² & salahsatunya buku Pak Mahrus Ali ini pada beliau.

Setelah booming bukunya Pak Mahrus Ali yg mencoba mengobrak-abrik & mbenturkan antara Imam Syafi’i dengan Syafi’iyyah. Lalu ada lagi buku lain kalau tak salah karyanya ustadz Salafi Wahabi bernama Abu Umar Basyir yg berjudul fantastis, “IMAM SYAFI’I MENGGUGGAT SYAFI’IYYAH” diikuti buku lain terbitan Al-Furqon karyanya seorang ustadz Salafi Wahabi juga yg berjudul, “MANHAJ SALAFI IMAM SYAFI’I”. Tak lama juga saya sempat beli buku yg aslinya berbahasa arab dengan judul, “MANHAJUL IMAM ASY-SYAFI’I FII ITSBATIL ‘AQIIDAH” karya Dr. Muhammad bin Abdul Wahab Al-‘Aqil yg kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia & diterbitkan oleh Pustaka Imam Asy-Syafi’i (penerbit Wahabi) dengan judul, “MANHAJ AQIDAH IMAM ASY-SYAFI’I” sampai ada juga buku yg katanya berupa Syarah (penjelasan) atas ‘Aqidah Imam Syafi’i rodhiyallohu’anhu. Lalu muncul juga ustadz mereka yaitu Dr. Firanda Andirja yg menulis buku, “AJARAN MADZHAB IMAM SYAFI’I YANG DITINGGALKAN PENGIKUTNYA” lagi² isinya ambil mana yg cocok dengan mereka seolah itu antara Imam Syafi’i & Syafi’iyyah berbeda dengan sang Imam tanpa memahami secara benar tentang apa itu madzhab & metode bermadzhab.

Walhamdulillah upaya mereka kaum Salafi Wahabi untuk membentur²kan antara Imam Syafi’i dengan Syafi’iyyah atau berusaha mengobrak-abrik madzhab Syafi’i di Indonesia mendapatkan respon dari para ulama baik tua/muda yg turun gunung melawan & meluruskan penyataan² Wahabi dalam buku²nya tersebut, saat itulah nama KH. Muhammad Idrus Ramli mulai dikenal orang banyak. Upaya Wahabi membenturkan Imam Syafi’i dengan Syafi’iyyah ini bukan tanpa alasan, karena mereka sendiri tau bahwa mayoritas ummat Islam di Indonesia sejak dulu dalam fiqih mengikuti madzhab Syafi’i, dalam Aqidah mengikuti Asy’ariyyah & juga mengikuti Tashawwuf dengan corak ala Imam Junaid & Imam Ghozali yg lebih menekankan aspek Akhlaqi. Makannya mereka tulis buku² itu bahkan sampai menterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan harapan bisa mengelabui ummat Islam Indonesia yg awam bahwa seolah Imam Syafi’i tidak sama secara Aqidah & Amaliyahnya dengan ummat Islam di Indonesia yg katanya ngaku bermadzhab Syafi’i. Lalu mereka memframing seolah² Imam Syafi’i itu malah secara Aqidah & Amaliyahnya sama seperti klaim Salafi Wahabi.

Namun bagaimanapun akhirnya usaha mereka ini bisa dibilang menemui kebuntuan, karena ummat Islam Indonesia sudah melek bahwa selama ini amaliyah yg sudah sering dilakukan seperti Qunut Subuh dll itu ada dasarnya. Malah saya bersyukur dengan kehadirannya Syaikh Dr. Labib Najib Al-‘Adni di Indonesia & ngajar di Pesantren Salafi Wahabi justru membuat sebagian Wahabi akhirnya melek & malu sendiri terkait tuduhan² selama ini yg mereka sematkan kepada Aswaja yg sudah bermadzhab Syafi’i sejak dulu. Syaikh Labib datang & mengajarkan kitab² fiqih madzhab Syafi’i & menjelaskannya kepada kalangan Salafi Wahabi bahwa madzhab Syafi’i itu juga fiqihnya berdasarkan dalil & hujjah bukan asal ceplos seperti tuduhan mereka. Alhamdulillah banyak yg mulai sadar & yg tadinya anti bermadzhab sekarang mau bermadzhab & mulai reda upaya² yg dilakukan dulu itu hingga Pak Mahrus Ali pun kan ketauan ternyata Zhohiri tulen yg ibadahnya pun terkesan kaku karena memahami dalil dengan tekstual sehingga keluar fatwa² nyeleneh darinya.

Namun meskipun demikian, upaya Salafi Wahabi untuk mengelabui ummat Islam itu akan terus dilakukan oleh mereka. Saat ini yg saya rasakan mereka mulai mengenakan jubah kebesaran madzhab Hanbali & bertameng dibalik nama besar sang Imam yakni Imam Ahmad bin Hanbal rodhiyallohu’anhu. Mereka mulai menamakan dirinya Hanabilah & mereka pun ngakunya bermadzhab Hanbali & ber’aqidah Atsariyah mengikuti Aqidahnya Imam Ahmad & ulama Hanabilah lainnya. Namun rupanya upaya mereka inipun mulai mendapat perlawanan dari kalangan Hanabilah asli atau Atsariyah asli, hal ini dimulai ketika kitabnya Syaikh Musthofa Hamdu ‘Ulayyan Al-Hanbali mulai diterbitkan & diterjemahkan dalam bahasa Indonesia yg mengulas perbedaan antara madzhab Hanbali & Salafi Mu’ashiroh (Wahabi) mulai dari segi Aqidah, Fiqih & Tashawwuf.

Kehadiran buku Syaikh Musthofa ini membuat kalangan Wahabi yg ngaku Hanbali ini panas, sehingga mereka menggelari sebutan “HANABILAH JUDUD” bagi yg mencoba benar² mengikuti madzhab Hanbali & Aqidah Atsari. Perbedatan² sengit diantara Wahabi ngaku Hanbali dengan Hanbali asli ini tak terelakkan, muncullah para punggawa Hanabilah seperti Syaikh Muhammad Abdul Wahid Al-Hanbali, Syaikh Faris Falah Al-Khozroji, Syaikh Shodiq Yusuf Al-Hanbali dll untuk mengcounter gerakan Salafi Wahabi yg mencoba menyusup & membentur²kan antara Imam Ahmad & Hanabilah.

Jadi sudah saatnya ummat Islam melek akan bahaya upaya Salafi Wahabi dalam memecah belah ukhuwah & merusak pemahaman kita dengan mencatut kalam² ulama seenaknya seolah mendukung pemikiran mereka padahal tidak demikian maksudnya atau emang tidak menghendaki seperti yg mereka fahami. Hati² & lebih tingkatkan lagi kewaspadaan, lihat buku² yg kita beli/baca jangan sampai salah membaca yg kemudian kita digiring pada pemahaman tertentu yg bertentangan dengan pemahaman agama yg sudah sejak lama diikuti & diyakini oleh ummat Islam di Indonesia malah sejak awal masuknya Islam ke tanah air.

Jika engkau menginginkan agar anakmu bisa membaca dan mengerti isi dalam kandungan Al-Qur’an


Jika engkau menginginkan agar anakmu bisa

membaca dan mengerti isi dalam kandungan

Al-Qur’an, usahakan agar dirimu juga terlibat

dalam hal-hal yang terkait dengan Al-Qur’an

(DR. KH. Ahsin Sakho Muhammad, Lc, MA)

Terkenang Syaikh Mahmud Khalil al-Hussari

Terbayang Sholawat Tarhim Saat Subuh Hari

Terasa Syahdu Masuk Dalam Relung Jati Diri

Terbesit Doa Kenangan Ini Kelak Jadi Histori

Kairo 6 Ramadhan 1445 H/16 Maret 2024 M

———————————————————————

Dahsyatnya keistiqomahan melahirkan qori legenda sepanjang zaman. Seorang lelaki yang bekerja sebagai pembuat tikar. Setiap kali dia menemukan musholla atau masjid tanpa tikar, atau dialasi dengan jerami padi, dia bergegas ke sana dan membentangkan tikar baru, musholla pada saat itu dihampari oleh tikar. Hingga dia melihat suatu hal ajaib dalam mimpinya !

Dia melihat tulang punggungnya membentuk dan menggantung setangkai anggur, dan orang-orang datang bergantian bergerombol, mereka makan dari setangkai anggur itu, namun setangkai anggur itu tidak pernah habis.

Ketika mimpinya berulang-ulang dia pergi ke salah satu syeikh dan menceritakan mimpinya, kemudian Syaikh bertanya kepadanya apakah dia memiliki keturunan ?

Dia berkata : Puteraku, Mahmoud, berumur dua tahun.

Syaikh berkata : Masukkan dia ke Al-Azhar agar belajar ilmu hukum, maka dia akan memiliki peranan besar nantinya. Hal itu terbukti !!

Dia masukkan anaknya ke universiti Al-Azhar dan Mahmoud menyelesaikan hafalan al-Quran pada usia delapan tahun, dan dia adalah yang pertama merakam bacaan Al-Qur’an di seluruh dunia dengan riwayat Hafs dari Qira’at Ashim, dan dia menolak upah atasnya maka Allah memberinya tempat luas di bumi ini.

Ini adalah Qari terkenal Mahmoud Khalil Al-Husari, Syeikh Para Qurra’.

· Beliau lahir di Shubra al-Namlah, Tanta, Gharbiyyah, Mesir, pada 17 September 1917. Ketika berusia 8 tahun (sumber lain menyebutkan 9 atau 11 tahun), beliau telah hafal seluruh Al-Qur’an sempurna dengan tajwidnya. Beliau menempuh pendidikan di Al-Azhar untuk belajar qiraat ‘asyr, mengambil ijazah sanad dalam disiplin ilmu Qiraat. orang

· Tahun 1944, Syaikh Khalil Al-Hushary mulai rutin menjadi qari di siaran Alquran al-Karim di Mesir. Sejak saat itulah, suara indah dan fasihnya dikenal umat Islam di berbagai penjuru.

· Tahun 1957, beliau dipilih menjadi penyeleksi para qari’ di Mesir.

· Tahun 1960, beliau diberi amanah untuk mengoreksi cetakan-cetakan mush-haf Alquran yang ada di Al-Azhar. Beliau menjalankan tugas tersebut di bawah lembaga Alquran wa al-Hadits bi Jam’i al-Buhuts al-Islamiyah

Tahun 1961, Syekh Mahmud Khalil al-Hushari merupakan orang yang pertama kali melakukan rekaman bacaan murottal dengan riwayat bacaan Imam Hafs dari Ashim. Kemudian juga rekaman dengan riwayat dari bacaan qiraat ‘asyr. Di antaranya riwayat Imam Warsy, Imam Qalun, Imam ad-Duri. Rekamannya disiarkan di radio-radio Mesir. Sekitar 10 tahun lamanya hanya rekaman suara murottal beliau yang diputar di radio, serta diputar di setiap menjelang adzan shalat fardhu dan shalat Jum’at.

1969 – Yang pertama merakam Al-Quran Teacher (untuk model pengajaran).

1975 – Yang pertama membaca Alquran dengan cara penafsiran al-Qur’an

· Tahun 1976, beliau diundang ke World of Islam Festival di London.

· Tahun 1977, beliau membacakan ayat suci al-Qur’an di hadapan Kongres Amerika Serikat, PBB.

1978 – Yang pertama membaca Al-Qur’an di Istana Kerajaan di London. Orang pertama yang membaca Al-Qur’an di Haywart Hall yang menghadap ke Sungai Thames di London, dan orang pertama yang membaca Al-Qur’an di Gedung Putih dan Aula Kongres Amerika.

· Beliau juga dipilih menjadi ketua Persatuan Qari’ Dunia dan telah melakukan kunjungan safar mengelilingi beberapa benua dunia; Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika.

· Tahun 1978, beliau membacakan ayat suci al-Qur’an di Istana Buckingham

· Beliau juga menggelar tur ke Filipina, Tiongkok, Prancis, dan Singapura, juga di negara-negara Muslim, pada bulan Ramadan.

Beliau meninggal pada tanggal 24 November 1980 setelah sholat isya’ setelah sekian lama bergelut dengan Kitab Suci Allah dalam kurun waktu hampir lima puluh lima tahun.

Dan kita masih boleh makan dari setangkai anggur, dan anggurnya tidak habis !!

Ayahnya berbuat baik dengan cara memberikan alas tikar untuk masjid sehingga dia dijuluki al-Hushary (Tukang tikar) dimana lantunan suaranya selalu terdengar dalam telinga kita di belahan bumi baik timur mahu pun barat dengan julukan tersebut.

Maka janganlah kita menganggap remeh suatu kebaikan sedikitpun. Wallahu A’lam.

Karena mereka sendiri yang menamakan dirinya dengan Wahhabi.


Kenapa orang-orang tidak bermazhab yang menyimpang dari Ahlussunnah disebut dengan Wahhabi?!

Karena mereka sendiri yang menamakan dirinya dengan Wahhabi. Silahkan perhatikan cover buku yang menjelaskan ajaran mereka berjudul “al Hadiyyah al-Sunniyah wa al-Tuhfah al-Wahhabiyah al-Najdiyah” dan dicetak kedua kalinya atas perintah raja Saudi Arabia Abdul Aziz Alu Saud pada tahun 1344 H

Buku ini kata mereka dipersembahkan untuk ahli tauhid dari agama yang Hanif dan pengikut cara hidup Nabi Muhammad.

Jika ada orang Wahhabi yang mengelak bahwa penisbatan Wahhabi berasal dari “Asmaul Husna al-Wahhab” itu adalah cara ngeles dan BID’AH orang Wahhabi. Sejak era Sahabat sampai hari ini tidak ada orang yang menisbatkan interpretasi/kesimpulan/pemahaman mereka terhadap dalil-dalil syariat kepada Allah.

Jika ada yang mengelak bahwa penisbatan Wahhabi tidak benar. Karena kalau dinisbatkan kepada Muhammad bin Abdul Wahhab semestinya gerakan mereka disebut dengan “Muhammadi”, sebab namanya Muhammad. Ini hanya trik lain dari Wahhabi untuk ngeles. Madzhab Imam Ahmad bin Hanbal tidak disebut dengan ” Mazhab Ahmadi”. Madzhab Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’i juga tidak disebut dengan “Mazhab Muhammadi”

Jika ada orang Wahhabi menyebutkan bahwa Wahhabiyyah itu dinisbatkan kepada Muhammad bin Abdul Wahhab bin Rustum itu adalah cara ngeles Wahhabi yang lain, karena tidak ada umat hari ini yang mengenal nama itu dan menisbatkan ajaran ahli bid’ah yang menyimpang dari Ahlussunnah wal Jama’ah dan tidak bermazhab yang berkembang hari ini kepada nama itu. Jelas-jelas para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah menyebut mereka Wahhabi karena mereka yang mengumumkan diri mereka kepada umat.

Para ulama menerima nisbat mereka kepada Wahhabi karena tokoh belakangan yang aktif mengembangkan cara beragama yang sempit dan kaku seperti mereka adalah Muhammad bin Abdul Wahhab, yang wafat pada tahun 1207 H.

Muhammad bin Abdul Wahhab ini bersengkokol dengan Alu Sa’ud untuk keluar dari kehilafahan Islam yang saat itu Khilafah Utsmaniyah. Mereka saling support untuk memberontak kepada kekhalifahan Islam yang resmi. Mereka mengusir para Ahlul Bait dan membunuh para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah di Hijaz dengan alasan syirik dan kufur. Umat Rasulullah yang tidak sepaham dengan mereka dihukumi mereka sebagai orang kufur atau ahli bid’ah. Itu sebabnya mereka sangat eksklusif dari umat Rasulullah.