PENGANTIN BARU BOLEH TIDAK BERJAMAAH DI MASJID


PENGANTIN BARU BOLEH TIDAK BERJAMAAH DI MASJID

Pengantin laki-laki yang baru menikah, termasuk yang mendapatkan udzur untuk tidak berjamaah ke masjid selama masa zifâf (hari pernikahan). Disebutkan dalam Mawsû’ah Fiqhiyyah Kuwaytiyyah:

فزفاف الزّوجة عذر يبيح للزّوج التّخلّف عن صلاة الجماعة، وذلك كما يقول الشّافعيّة والحنابلة، لكن الشّافعيّة قيّدوه بالتّخلّف عن الجماعة في الصّلوات اللّيليّة فقط، وأمّا المالكيّة فلم يعتبروا ذلك عذراً، وخفّف مالك للزّوج ترك بعض الصّلاة في الجماعة للاشتغال بزوجه والسّعي إلى تأنيسها واستمالتها‏.‏
“Maka zifâf (hari-hari pertama) bersama istri merupakan salah satu udzur yang memperbolehkan suami untuk tidak mengikuti shalat fardhu berjamaah. Demikian sebagaimana difatwakan oleh para ulama Asy-Syâfi’iyyah dan Al-Hanabilah. Namun, Asy-Syâfi’iyyah membatasi bahwa yang diberikan udzur untuk tidak berjamaah hanyalah shalat-shalat malam saja (Maghrib, Isya, dan Shubuh). Adapun Al-Mâlikiyyah tidak menghitung zifâf sebagai salah satu udzur. Namun Al-Imâm Mâlik memberikan keringanan bagi suami untuk meninggalkan sebagian shalat berjamaah disebabkan kesibukannya dengan pasangannya, serta usahanya dalam hal mencuri perhatian dan menguatkan cinta pasangannya.”

Bahkan,disebutkan dalam Hâsyiyah Al-Bâjûriy (III/ 454):

ويحرم عليه الخروج للجمعة والجماعة ونحوهما؛… ليلا ونهارا إلا برضاها على المعتمد
” Dan diharamkan bagi seorang suami keluar untuk shalat Jumat ataupun shalat fardhu berjamaah atau semisalnya (pada masa zifâf), baik malam ataupun siang hari kecuali dengan keridhaan sang istri, menurut pendapat yang mu’tamad (dipegang madzhab).”

Walaupun terdapat perbedaan pendapat, bahkan dalam internal madzhab Asy-Syâfi’iy sekalipun, namun kebanyakan ulama menilai bahwa masa zifâf merupakan salah satu udzur bagi seorang laki-laki untuk tidak shalat berjamaah di masjid, terutama apabila sang istri masih betah berlama-lama dengannya dan tidak ingin ditinggalkannya.

Terkait dengan berapa lama masa zifâf yang dimaksud, maka di sini terdapat perbedaan pendapat. Sebagian ulama menilai hanya satu hari pada hari pernikahan saja. Sedangkan sebagian yang lain mengambil dalil dari riwâyah Anas bin Mâlik yang menyatakan bahwa Nabi berpesan untuk tinggal bersama istri selama 3 hari apabila ia menikahi janda dan 7 hari apabila ia menikahi gadis. Hanya saja pendalilan ini fîhi nazhar (butuh ditinjau ulang). Wallâhu a’lam.

  • Muhammad Laili Al-Fadhli –

Leave a comment