Nikah Misyar Bid’ah Tercela Sekte Wahabiyah


Nikah Misyar Bid’ah Tercela Sekte Wahabiyah

Musa Muhammad

Bagi jamaat wahabi yg perempuan khususnya agar faham secara kaffah (meyeluruh) ajaran manhajnya , ini salah satu ajaran bid’ah “Tercela” manhaj wahabi. Wahabisme merupakan paham yg menitik tekankan pada pandangan literalisme dengan prinsip “la hukma illa lillah” (tak ada hukum kecuali milik Allah) seperti sekte Khawarij pada masa klasik.

Konsekuensi literalisme menghadirkan masa lalu dalam konteks masa kini tanpa adanya upaya menangkap tujuan² universal dari dalil “agama”. Sementara prinsip la hukma illa lillah berorientasi pada totalitas eksklusif dalam beragama dan segenap aturan prosedural yg mengatur berbagai urusan, seperti penerapan syariat atau penyatuan antara agama dan negara. Tak pelak lagi, faham wahabi seperti itu berimbas pada persoalan pernikahan sebagai bagian dari persoalan syariat yg bernuansa “Penistaan” terhadap perempuan.

Paham keagamaan ini semakin menguat dan diperkuat oleh generasi penerusnya, yaitu abdullah bin baz dan utsaimin, albani (era tahun 1999).

Di kalangan Syi’ah, kita mengenal nikah mut’ah (kawin kontrak). Sementara di kalangan Wahabi mereka mengenal nikah “misyar” (tamasya). Perbedaan keduanya sangat tipis, setipis kulit ari buah salak.

– Nikah mut’ah pernikahan yg pada saat akad disebutkan secara verbal (langsung diucapkan) tenggang waktu pernikahan yg disepakati, semisal satu minggu atau satu bulan. Dan bila tenggang waktu itu telah habis maka tali pernikahan pun putus dengan sendirinya.

– Adapun nikah misyar adalah sejenis pernikahan di kalangan Wahabis diistilahkan dengan “nikah” dengan niat talak” (al nikah bi niyyah al thalaq), pernikahan yg waktunya dibatasi namun tidak diucapkan secara verbal dalam akad. Niat pembatasan masa pernikahannya telah direncanakan di dalam hati mempelai laki² sebelum AKAD nikah berlangsung.

Dengan demikian, perbedaan antara nikah mut’ah dan misyar terletak pada prosedur batas masa pernikahan saja. Akan tetapi substansinya sama. Nikah misyar adalah upaya kelompok Wahabis untuk berkelit dari mut’ah yg telah dikutuknya sendiri dan sebagai solusi dari jeratan hukum pengharaman mut’ah.

Ada SLOGAN baru jika begitu “Tak ada mut’ah, misyar pun jadi… نعوذ بالله من ذلك.

Para pengikut faham ini mereka merasa tidak terbebani oleh rasa bersalah dan dosa, karena sudah mendapatkan legitimasi fatwa dari tokoh sektenya sendiri sebagai tindakan yg dibenarkan. Inilah konsekuensi dari paham literalis yg lebih mementingkan persoalan mekanisme saja, semisal prosedur sebelum atau pada saat akad nikah syarat pembatasan masa pernikahan itu diucapkan yg lebih banyak bertentangan dengan tujuan mulia sebuah pernikahan.

Jika kita menggunakan nalar, tujuan dari sebuah pernikahan adalah memuliakan perempuan lantaran hidupnya terjaga dan memiliki orientasi masa depan yg jelas berupa jalinan mahligai rumah tangga dengan mawaddah (cinta), sakinah (tentram) dan rahmah (kasih, sayang) bersama pasangan, dan hifzhu al-nasl (menjaga dan memelihara keturunan). Maka nikah misyar (tamasya), justru meyembuyikan niat “buruk” mempelai laki”/ mendukung niat tersebut, dan bertentangan dari tujuan mulia pernikahan, bahkan merugikan dan menistakan perempuan. Apapun alasan dan argumentasinya, nikah misyar adalah tindakan zhalim yg tidak bisa dibenarkan oleh akal sehat dan bertentangan dengan spirit universalisme agama.

Para Ulama salafus shalih Muhammad bin Sirin, Hammad bin Abi Sulaiman dan Az Zuhri memakruhkan nikah semacam ini.

Sedangkan tokoh wahabi Abdulah bin Baz (bukan ulama salaf) ditanya mengenai hukum nya : “Nikah misyar semacam ini tidaklah “masalah” asalkan terpenuhi syarat² nikah, yaitu harus adanya wali ketika nikah dan ridho keduany pasangan, serta hadirnya saksi yg adil ketika akad berlangsung. Juga tidak adanya yg cacat yg membuat nikahnya tidak sah. Dalil akan bolehnya bentuk nikah semacam ini adalah keumuman dalil, “Syarat yg paling berhak untuk ditunaikan adalah persyaratan yg dengannya kalian menghalalkan kemaluan (para wanita)”

(Hr Bukhari Muslim).

Padahal hadist ini mengacu pada bab sah nya pernikahan bukan kebolehan misyar !.

Dan keumuman dalil

والمسلمون علي شروطهم

“Dan kaum muslimin tetap berada diatas persyaratan mereka (tidak menyelishinya)”.

(Hr Tirmidzi, Abu Daud , “dishahihkan” oleh Albani (wow!)). Padahal jelas pendapat dari Bin baz menyelisihi terhadap pandangan Ulama salafus salih yg nenjadi pegangan umat muslim.

Sholeh bin Fauzan bin ‘Abdillah al Fauzan (1933 lahir), yg juga hidup semasa dengan tokoh² wahabi, yg merupakan salah satu anggota al Lajnah Ad Daimah (Komisi Fatwa di Saudi Arabia dimana bin baz ketuanya) ulama senior di kota Riyadh, ditanya, “Apa pendapatmu wahai Syaikh mengenai nikah misyar dan hukum syari’at mengenai nikah semacam ini?”

“Aku tidak merekomendasikan nikah semacam itu karena tidak terpenuhinya maslahat nikah di dalamnya. Nikah semacam ini hanya sekedar pemenuhan syahwat. Suami tidak bisa mengawasi istrinya dengan benar. Istri juga tidak hidup bersama dengan suami. Jika ada anak dari nikah semacam ini, maka ia akan jauh dari kerabatnya. Yang jelas nikah semacam ini tidak bisa menggapai tujuan nikah. Maka kami pun tidak menganjurkannya.

Imam an Nawawi berkata secara gamblang pandangan Ulama salafus shalih diantaranya qoul imam Malik.

“Para ulama telah bersepakat bahwa siapa saja yg melakukan nikah secara mutlaq dengan niat (dalam hati) hanya akan bersamanya dalam waktu terbatas, maka nikahnya sah dan halal. Ini bukan nikah mut’ah. Nikah mut’ah adalah nikah yg dilaksanakan disertai syarat yg disebutkan. Akan tetapi IMAM Malik berkata : “Ini tidak termasuk akhlaq MANUSIA (generasi salaf). Sedangkan al Auza’i mempunyai pendapat yg berbeda, dimana ia berkata : “Hal itu adalah nikah mut’ah dan tidak ada kebaikan di dalamnya”. Wallaahu a’lam

(An Nawawi Syarh sahih Muslim).

Meskipun sah namun tidak serta merta berhenti disini, dengan demikian pernikahan misyar ini banyak mendatangkan kemudharatan, karena dalam prakteknya banyak orang memanfaatkan nikah misyar ini hanya sekedar menggumbar nafsu syahwatnya dan ujung²nya yg menjadi korban adalah pihak “perempuan”. Sekali lagi pembatasan masa pernikahan meskipun tidak di ucapkan secara verbal (hanya diniatkan) hal itu lebih banyak bertentangan dengan tujuan mulia sebuah pernikahan.

إنما الأعمال بالنيات

Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya.

(Hr Bukhari, Muslim).

Lihatlah pendapat Imam Maliki, diatas dalam syarah Sahih Muslim juga dalam al Muwatta, beliau mengatakan ini bukan merupakan akhlak manusia….! Berarti akhlak ???? Astaghfirullah.

Dalam madzhab Imam Syafi’i nikah misyar kemudian cerai ketika telah mendapatkan “madu” nya dari pernikahan tanpa memandang keadaan wanita tersebut masih dalam keadaan suci dari haid (cerai talaq satu) disebut “talaq bid’i”, yakni “talak bid’ah”.

Padahal wahabi selalu mengatakan bahwa setiap bid’ah itu sesat dan tempatnya berada dalam neraka. Jadi bagaimana persoalan bid’ah seperti ini bisa difatwakan oleh Bin Baz sebagai perbuatan yg dibenarkan? Bukankah Rasulullah TIDAK pernah melakukan perbuatan nikah misar ?

Selama ini wahabi sangat tegas dengan pendapat mereka bahwa setiap perbuatan yg tidak dicontohkan oleh Rasulullah wajib ditolak, karena merupakan perbuatan yg bid’ah dholallah. Kenapa dalam hal MISYAR ini sikap mereka jadi berubah? Sementara tidak ada sebuah riwayat pun yg mengatakan ada generasi sahabat Nabi yg melakukan nikah misar ini. Jika dibandingkan dengan sikap mereka yg menolak secara tegas tanpa syarat peringatan Maulid Nabi, Isra Mi’raj, Nuzul Qur’an, dll yg ditolak secara tegas dan dianggap bid’ah yg sesat hanya karena tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah dan para Sahabat Nabi, tanpa memandang sedikit pun kebaikan yg ada pada peringatan itu, maka menjadi sangat aneh-lah serta menimbulkan tanda tanya besar atas wahabi terhadap persoalan nikah misar ini, yg sama sekali tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabatnya.

Wallahu a’lam

—————‐—————————–

Timbul Pertanyaan :

Adakah orang tua ridho anak perempuanya di misyar?

Adakah wanita yg RIDHO jika sebenarnya dalam hati mepelai laki² berniat menikah untuk sementara?

Monggo ukhty yg hijrah ke manhaj ngaku salafi (bc-wahabi) mikir..!

Leave a comment