Tumbuhkan Sifat Penyayang dan Kehangatan Cinta ala Rasulullah


 

Jika suami memegang telapak tangan istrinya, maka dosa keduanya berjatuh dari sela-sela jari mereka berdua

USIA pernikahan boleh bertambah tua, tapi kehangatan cinta tak boleh pudar selamanya. Kehangatan cinta harus senantiasa terpelihara demi keutuhan dan kebahagiaan rumah tangga hingga masuk surga.

Sayangnya, seiring dengan perjalanan waktu, kadangkala pasangan rumah tangga kurang peka terhadap persoalan cinta. Padahal, Rasulullah adalah sosok suami yang pandai memelihara kehangatan cinta.

Suami mungkin memang bergerak dalam wilayah yang cukup serius, menyita pikiran, tenaga, waktu dan mungkin juga menguras emosi.

 

Nikmati Jalan Dakwah, Sebagai Apapun atau Tidak Sebagai Apapun KitaTetapi, bagaimana pun, kehangatan cinta terhadap istri di rumah tidak boleh terganggu oleh masalah apa pun. Suami harus bisa menjadikan suasana cinta dalam rumah tangga tetap seperti hari pertama pernikahan, yang penuh gelora dan asa.

Rasulullah adalah sosok yang sangat mengerti masalah ini. Beliau tidak segan-segan meminta sang istri untuk menyelimuti dirinya kala dalam kegelisahan dan keguncangan jiwa. Bahkan, beliau rela meluangkan waktu untuk bermain dengan istrinya. Aisyah pernah diajak Nabi lomba lari dan melihat-lihat pertunjukan permainan pedang.

Pun demikian dengan pihak istri. ‘Agresivitas  istri dalam memelihara kehangatan cinta sungguh sangat diperlukan sebagai pemicu sekaligus pemacu rasa cinta dari sang suami, sehingga tercipta ketentraman dalam berumah tangga. Dalam konteks wanita telah menjadi istri, agresivitas dalam urusan cinta sangat dianjurkan.

Kadangkala, istri juga tidak terkira lelahnya mengurus rumah tangga, belum lagi mereka yang ikut membantu mencarimaisyah untuk keluarga. Rasa lelah kadang kala membuat diri abai dari melayani suami secara semestinya. Meskipun begitu, tetaplah suatu kewajiban pihak istri melayani sang suami dengan penuh cinta dan kasih sayang, sehingga akan tercipta sinergisitas cinta dalam rumah tangga.

Hal tersebut mesti diupayakan oleh kedua belah pihak. Karena hakikat diciptakannya lelaki dan wanita yang kemudian disatukan dalam bingkai pernikahan adalah untuk terciptanya rasa tentram antara suami dan istri, sehingga tugas kepemimpinan dan kehambaan dapat berjalan dengan sebaik-baiknya.

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Al-Rum [30]: 21).

Sebagian mufassir mengatakan bahwa disebutkan lafadz litaskunu ilaiha bukan ma’aha menunjukkan bahwa seorang suami tidak tenang kecuali kepada istrinya. Begitu pula sebaliknya, istri pun tidak tenang, tidak tentram, kecuali bersama suaminya. Berarti, ada interaksi saling membutuhkan.

Artinya harus ada rasa saling memahami, peduli dan melindungi. Suami benar-benar menjaga dan menafkahi istri dan anak-anaknya. Sementara istri tidak menuntut diluar batas kemampuan sang suami. Sebab perilaku tersebut, selain akan mengganggu kehangatan cinta juga akan berdampak serius di akhirat kelak.

Rasulullah bersabda, “Wahai sekalian wanita, bersedekahlah. Karena diperlihatkan kepadaku bahwa kalangan wanita itulah penduduk neraka yang paling banyak.” Mereka (para wanita itu) berkata, “Dengan sebab apakah wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Karena kalian banyak melaknat dan mengingkari kebaikan suami.” (HR. Bukhari).

Para Suami, Bersabarlah!

Sementara itu, terhadap pihak suami, Allah memerintahkan untuk bersabar, manakala menjumpai hal-hal atau sifat dari istri yang kurang mengenakkan hati. Hal tersebut sudah menjadi bagian dari tabiat sebagian besar wanita. Jadi sabar dan berlapang dada solusinya.

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَيَجْعَلَ اللّهُ فِيهِ خَيْراً كَثِيراً

“..dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. Al-Nisa: 19).

Dengan membangun sikap seperti itu, Insya Allah kehangatan cinta akan selalu terjaga dan kian membara, sehingga tidak ada peluang setan untuk memalingkan cinta pada apa yang sebenarnya hanya berupa fatamorgana belaka. Sungguh, jika nikmat pernikahan bisa dipahami secara benar segala macam keutamannya, maka sungguh tidak akan ada yang namanya perselingkuhan.

Bersama Bangun Kemesraan

Dalam logika materialisme, sesuatu yang telah lama dimiliki pasti tidak memberikan daya tarik dan daya tahan secara maksimal. Umumnya hati semakin biasa dan pada akhirnya akan jemu. Tetapi, dalam urusan cinta, Islam tidak mengenal logika dangkal semacam itu.

Semakin panjang usia pernikahan pasangan, maka semakin besar dan indah perjalanan cintanya. Hal itulah yang dialami oleh Rasulullah bersama Khadijah. Bagaimana rasa cintanya tak bisa dipadamkan hanya karena ajal yang memisahkannya.

Rasulullah benar-benar tidak bisa melupakan kemesraan, kebaikan, kemuliaan bahkan kesantunan sang istri kepadanya. Sampai-sampai, para istri Nabi cemburu dibuatnya.

Begitulah semestinya setiap pasangan Muslim menjalani kehidupan rumah tangganya. Fisik boleh tak sekencang usia muda, wajah tak secantik awal berjumpa, tetapi hati semakin bening, jernih dan indah seiring bertambanhya usia.

Apalagi, setiap kemesraan dalam Islam mendatangkan keuntungan dan penghapusan dosa. Dengan kata lain, tidak ada alasan untuk tidak bermesraan dengan pasangan.

Rasulullah bersabda, “Dari Abu Sa’id Al Khudry ra, “Sesungguhnya jika seorang lelaki memandang istrinya dan istri memandangnya, maka Allah memandang keduanya dengan pandangan rahmat. Jika dia memegang telapak tangan istrinya, maka dosa keduanya berjatuh dari sela-sela jari mereka berdua.”

Duhai, betapa indahnya ajaran Islam mengatur kehidupan rumah tangga. Lantas, masihkah ada rasa tidak tertarik untuk bersungguh-sungguh menghapus dosa dengan amalan yang sungguh menenangkan jiwa dan raga tersebut? Bayangkan, semakin mesra semakin besar pahala.

Sayang dan Taatlah pada Suami

Kemesraan pasangan akan semakin baik manakala pihak istri memiliki keimanan dan kecerdasan dalam menjaga kehangatan cinta bersama suami, salah satunya adalah dengan mentaati suaminya.

Abu Hurairah menuturkan, Rasulullah bersabda, “Apabila seorang wanita melakukan sholat yang lima waktu, memlihara kemaluan, dan menaati suami, niscaya diaa akan masuk surga dari pintu mana saja yang dia sukai.” (HR. Ibn Hibban).

Mungkin, taat pada suami dalam kondisi normal tidak begitu sulit. Bagaimana jika ada masalah atau suami sedang marah dengan istri?

Ini jawabannya, Anas bin Malik menuturkan, Rasulullah bersabda, “Maukah kalian aku beritahu tentang wanita penghuni surga?” Kami menjawab, “Mau wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Setiap wanita yang penyayang dan banyak anak, bila dipancing kemarahannya, dicurangi, atau dimarahi oleh suaminya, dia berkata, “Ini tanganku (silakan pukul) dan aku akan mematuhimu, aku tidak akan memejamkan mata hingga kamu rela padaku.” (HR. Thabrani).

Sungguh, betapa indah Islam mengajarkan kemesraan suami istri demi keberkahan dan kebahagiaan rumah tangga. Suami mana yang akan marah pada istri yang Rasulullah sebutkan sebagai wanita penghuni surga itu? Yang ada adalah, suami akan semakin cinta, sayang dan mesra bersama istrinya. Tidakkah kita mendambakan ini semua?*/Imam Nawawi

 

Hidayatullah.com

Leave a comment