Menyiasati Anak Hobi Ngambek


oleh : tim gaia-magazine

Seperti orang dewasa, anak balita pun sudah memiliki banyak harapan dan keinginan. Bila harapan ini tak tercapai, seperti orang dewasa pula, anak-anak akan menampakkan sebuah bentuk rasa kecewa. Namun, wujud dari rasa kecewanya itu tentu saja berbeda dengan yang dilakukan oleh orang dewasa. Balita akan cenderung menampakkan rasa kecewanya dengan tangisan dan rengekan.

Coba Anda ingat-ingat, pasti suatu saat anak Anda pernah melakukan tangisan dan rengekan yang seakan-akan terlalu berlebihan bagi Anda. Saat di pertokoan Anda tak mengabulkan permintaannya untuk memiliki sebuah mainan misalnya, mungkin anak akan merajuk, merengek, lantas menangis sekeras-kerasnya sambil bergulingan di lantai. Tangisan dan rengekan ini tak juga kunjung berhenti, meski Anda sudah membujuknya begitu rupa.

Apa yang tengah terjadi sebenarnya? Inilah yang disebut temper tantrum! Yaitu sebuah usaha anak mengeluarkan amarah yang hebat untuk mencapai maksudnya. Sebuah ledakan amarah anak akibat rasa kecewa yang dipendamnya begitu rupa.

Perilaku ini seringkali disertai dengan tingkah yang akan membuat Anda semakin jengkel dan tak berdaya, seperti meraung dengan keras, menjerit, melempar barang-barang, memukul-mukul, menyepak-nyepak, bergulingan di lantai dan tak mau bangun, dan sebagainya. Bahkan, pada anak yang lebih kecil, terkadang diiringi pula dengan muntah atau kencing di celana.

Apa sebenarnya temper tantrum itu, seperti apa penyebabnya, dan bagaimana cara mengatasinya, Dra. Hastaning Sakti, Psi. M.Kes memberikan penjelasannya.

“Bahwa temper tantrum ini adalah sebuah fase yang memang selalu ada pada anak-anak, umumnya pada usia 3 sampai 4 tahun, di mana anak tengah ingin menunjukkan egonya. Terkadang, temper tantrum terjadi pula pada umur 9 hingga 10 tahun, di mana pada usia itu anak tengah ingin mencari jati diri, diakui di tengah-tengah lingkungannya,” begitu ungkap psikolog yang berdomisili di Semarang ini.

Frekuensi terjadinya temper tantrum pada masing-masing anak sangatlah berbeda-beda. Ada yang mengalaminya hanya satu atau dua kali saja, namun ada pula yang selalu menjadi tantrum bila satu saja keinginannya tak terkabul. Semua ini sangat bergantung pada lingkungan tempat si anak hidup.

Banyak Penyebab

Lantas, apa sebenarnya penyebab yang bisa mendorong anak menjadi temper tantrum? Menurut Hastaning Sakti, temper tantrum bisa terjadi karena si anak menyimpan berbagai rasa kecewa yang menumpuk lama, hanya terpendam dalam hati karena si anak tak kuasa dan tak tahu cara mengungkapkannya. Timbunan emosi negatif ini yang berpotensi memunculkan perilaku mengganggu tersebut.

“Bila si anak sering dan hampir setiap hari mengalami temper tantrum, maka bisa jadi ada yang salah dengan lingkungan sekitarnya yang selalu membuatnya kecewa dan marah,” begitu ungkap Hastaning Sakti.

Orang tua haruslah waspada menghadapi anak yang selalu mengalami temper tantrum . Karena bisa jadi, pola asuh atau kondisi lingkungan di sekitar si anak lah yang menjadi pemicunya.

“Pola asuh orang tua memang bisa menjadi salah satu penyebabnya. Misalnya, kedua orang tua sibuk bekerja dan tak memiliki waktu luang untuk menemani anak. Hal ini tentu saja akan membuat anak senantiasa kecewa dan membuat si anak hari ke hari merajuk hanya untuk minta diperhatikan.”

Pola asuh yang salah bisa pula terjadi saat Anda selalu menolak serta memarahi setiap kali anak memiliki keinginan dan ide. Mungkin Anda tidak mengira bahwa hal ini akan menjadi masalah bagi si anak di kemudian hari. Namun, percaya atau tidak, lama-kelamaan hal ini akan menjadi konflik berkepanjangan yang merusak emosi anak. Anak akan merasa tak mampu dan tidak berani melawan kehendak orang tuanya, sementara dia sendiri harus selalu menuruti perintah orang tuanya.
Pada suatu waktu, emosi yang dipendam ini akan meledak hebat.

“Yang juga sering terjadi, temper tantrum terjadi karena si anak mencontoh tindakan penyaluran amarah yang dilakukan oleh kedua orang tuanya,” tambahnya. Nah, bila terjadinya temper tantrum pada anak tak terlalu sering, mungkin penyebabnya bisa dipicu oleh hal-hal yang lebih sepele, seperti misalnya anak terlalu lelah sehingga mudah kesal dan tidak bisa mengendalikan emosinya.

Ajari Menyalurkan Emosi

Kalau begitu apa yang seharusnya dilakukan oleh orang tua ketika anak mengalami temper tantrum ini? Yang terutama, tentu saja orang tua harus mengajak anak berbicara dari hati ke hati, menanyakan apa yang sebenarnya terjadi, dan kekecewaan atas apa yang selama ini tengah dipendam oleh anak. Lakukan langkah tersebut saat anak telah mereda emosinya di tempat dan waktu yang tepat. Sangat tepat saat anak tengah dalam kondisi emosi yang stabil dan kondisi mood yang baik.

Bila Anda merasa bahwa pola asuh yang Anda terapkan selama ini kurang berpengaruh positif pada anak, maka lakukanlah introspeksi diri. Berusahalah untuk selalu menjadi contoh yang baik bagi anak. Ketika Anda marah, salurkanlah secara tepat. Anda harus senantiasa ingat, bahwa anak merekam setiap kejadian yang positif maupun negatif yang terjadi di sekitarnya. Jika tanpa Anda sadari anak Anda sudah merekam sifat-sifat Anda yang buruk, seperti dia melihat ayahnya memukul ibunya, bisa dipastikan peristiwa itu akan membawa pengaruh buruk dalam hidupnya kelak.

Saat anak ingin bermain dan tidak ingin diganggu, terkadang ada baiknya bila Anda bersikap bijaksana dengan memberinya kesempatan bermain sendiri. Jangan terlalu mengekang! Satu lagi, jika suatu kali Anda terpaksa harus berseberangan pendapat dengan si anak, maka kemukakan pendapat Anda secara tegas tetapi dengan lembut. Jangan membentaknya, apalagi sampai mengucapkan kata-kata yang kasar dan tidak pantas.

“Atur emosi Anda, karena dia tidak sedang bermusuhan dengan Anda, dan dia bukan musuh Anda pula. Abaikan saja tangis dan raungannya dan ajaklah dia berbicara dengan lembut. Jelaskan kepadanya mengapa Anda tidak memberinya mainan yang dia ingini dengan alasan yang tepat.”

Mengatur emosi adalah hal yang harus Anda lakukan. Abaikan pula rasa malu, misalnya karena dilihat banyak orang di tempat umum seperti di pertokoan atau di sekolah. Ingatlah bahwa ini adalah tahap penting dalam perkembangan emosi anak.

Menjelaskan alasan mengapa Anda melarang dan menahan keinginan anak adalah hal yang harus Anda lakukan. Jangan pernah lemah, seperti langsung luluh hati dan mengabulkan permintaan anak hanya karena tak sanggup menghadapi temper tantrum anak.

“Karena suatu saat, anak pun harus disikapi dengan tegas. Ada kalanya sebuah permintaan memang tak bisa dikabulkan. Ini untuk mengajari anak menghadapi hidup nantinya agar ia tak manja dan menjadi mandiri,” begitu ungkap Hastaning Sakti.

Yang harus Anda lakukan selanjutnya adalah mengajari anak untuk berlatih menguasai dan mengendalikan emosinya. Anda bisa mengajak anak menyalurkan emosi dengan bermain musik, melukis, bermain bola, atau permainan-permainan lainnya. Lewat permainan-permainan tersebut anak belajar untuk menerima kekalahan, belajar
untuk tidak sombong jika menang, bersikap sportif, dan belajar bersaing secara sehat.

http://gaia-magazine.com/menyiasati-anak-hobi-ngambek.html

http://wonderful-family.web.id/?p=593#more-593

Leave a comment