Saat Dakwah Dihantam Kejenuhan


  • Saat Dakwah Dihantam Kejenuhan

Lesu dan membisu. Awalnya semangat, kini semua serba lambat. Amanah dakwah pelan-pelan ditinggalkan. Dakwah terasa sangat menjemukan.

Awalnya dikenal sebagai sosok serba bisa. Apa apa dilakukan. Tapi kini semua berubah. Tidak lagi tertarik dengan hal hal seperti itu. Lebih suka menarik diri dan tenggelam dengan aktivitas lainnya.

Mungkin kita banyak saksikan hal seperti ini terjadi. Teman-teman yang dulu menyibukkan diri dengan dakwah, kini lebih suka menarik diri dan sibuk dengan yang lain. Teman-teman yang dulu menghabiskan waktunya dalam aktivitas masjid kini berubah drastis.

Jika kita tarik benang lurus, maka kita akan dapati bahwa ada beberapa hal yang menyebabkan hal ini terjadi.

Pertama, Kecewa.

Kata ini simple. Tapi benar benar mampu membuat seorang aktivis dakwah menghentikan kegiatannya. Tidak lagi mau ikut campur. Lebih suka menjadi pengamat dari jauh. Tidak lagi tertarik untuk berkontribusi lebih banyak. Karena bekerja banyak pun tidak ada artinya. Lebih baik diam daripada berbuat tapi tidak dihargai.

Bisa jadi dalam sebuah organisasi dakwah ada perkataan yang kurang berkenan baginya. Orang yang berkata mungkin mudah saja lupa. Tapi orang yang menerima kata katannya tidak akan pernah lupa seumur hidupnya.

Selain perkataan, sebuah sikap yang tidak mengenakkan juga akan membuat orang menjauh dari dakwah. Koordinasi yang macet, ketua yang asyik dengan dirinya sendiri, komunikasi kerja yang tidak jalan, tidak dihargai dalam bekerja dan berpendapat, serta masih banyak lagi. Sikap sikap seperti ini yang akan membuat orang kecewa dan menjauh dari dakwah. Uniknya tidak banyak orang yang menyadari ini. Mereka selalu menuntut keikhlasan setiap kali mereka ditegur.

Untuk menghindari hal ini, maka setiap pelaku dakwah harus benar benar menjaga akhlak bicaranya. Karena jika ia mampu menjaga mulut dan lisannya, akan banyak orang yang selamat dari lisannya. Setiap pelaku dakwah harus berpikir secara lebih luas. Selain soal bagaimana menasehati dengan baik, juga soal bagaimana agar nasehat itu akan tetap bermakna tanpa harus membuat seseorang menjauh dari dakwah.

Selain itu juga penting untuk mempelajari sikap sikap yang hangat terhadap sesama. Bagaimana menaklukkan hati dan melakukan tindakan tindakan kecil yang supportif. Tidak menjadi pribadi yang suka menang sendiri. Lebih mengutamakan kebersamaan team dakwah dan kekompakan kinerja. Tidak melulu pada ingin dipahami terus, tetapi juga mau memahami orang lain.

Kedua,  Beban yang berlebih.

Dalam beramal shalih dan berdakwah juga sangat penting dipikirkan soal menjaga keseimbangan. Adakalanya yang terjadi adalah ketidakseimbangan dalam soal kinerja dan amanah kerjaan. Dari sekian banyak anggota team dakwah, hanya satu dua orang yang berkerja. Sedangkan yang lain hanya setor nama saja dan tidak melakukan apa apa.

Sehingga ada sebuah kelebihan beban amanah. Hal ini kalau terjadi sekali dua kali tidak ada masalah. Tapi kalau terjadi berhari hari, berbulan bulan bahkan bertahun tahun, maka akan membuat seseorang terlalu berat. Saing beratnya akhirnya memutuskan untuk menyudahi semua beban itu. Karena iman seseorang kadang naik dan kadang turun.

Pada saat iman naik, tidak ada masalah amanah dakwah berat pun akan diambil. Masuk ke pelosok desa, jalanan masih tanah becek, motor seadanya, semua dijalani. Tapi jika itu tidak diimbangi dengan penghargaan yang seimbang, kebutuhan yang tercukupi, maka akan ditinggalkan pada saat iman lagi turun.

Manusia bukanlah malaikat yang selalu standar imannya. Ada kalanya dia lemah dan pas posisi tidak kuat dalam menanggung amanah. Saat itu dia akan jatuh dan tidak bisa bangkit kembali. Ibaratnya sudah banyak melakukan sesuatu untuk dakwah, tetapi tidak dihargai upayanya sama sekali.

“Sesungguhnya din (agama) itu mudah, dan tidaklah seseorang mempersulitnya kecuali akan dikalahkan atau menjadi berat mengamalkannya.” (HR. Muslim)

Maka perhatikanlah, bahwa semua punya hak masing-masing. Diri juga harus dipenuhi haknya. Makan tepat waktu, kebutuhan akan diri juga dipenuhi dengan baik. Tidak memaksakan diri pada apa apa yang tidak dimampui. Selalu menjaga diri tuk selalu seimbang dan selalu proposional.

Ada saatnya berdakwah dan mengambil amanah, tetapi ada pula saatnya istirahat. Agar semangat selalu terjaga dalam kondisi baik. Jangan memaksa diri hingga sakit dan mendapatkan sesuatu yang buruk karena tidak mampu mengelola amanah yang ada.

Amanah itu pasti akan selalu ada. Kerjaan umat ini luar biasa banyaknya. Maka butuh pengelolaan kerja yang bagus. Tidak semua harus selesai saat ini juga. Bisa jadi dikerjakan secara bertahap. Pandai pandailah untuk mendistribusikan pekerjaan. Jangan semua dikerjakan sendirian. Bukannya akan nambah kebahagiaan dan keberkahan, tetapi justru malah membuat diri semakin terbelit pada masalah.

Ketiga, Pergeseran orientasi dakwah

Kemungkinan ini  sangatlah besar. Seperti petani yang seharusnya memikirkan sawah. Tapi karena banyak belut di sawah, akhirnya dia malah berternak belut. Aktivis dakwah yang harusnya dia fokus berpikir masalah umat, tapi karena ada potensi ekonomi di situ, dia malah berpikir tentang ekonominya. Hal ini menjadi sangat merugikan diri sendiri.

Maka setiap diri harus mengevaluasi. Harus ada masa bagi setiap pribadi untuk masuk ke sebuah ruangan dan melakukan evaluasi. Apakah sudah benar jalan ini. Adakah yang salah. Atau apakah ada sesuatu yang bergeser dari motivasi awal. Jika memang ditemukan hal hal yang berbeda dari misi awalnya, patutlah untuk dilakukan perbaikan perbaikan. Itulah kenapa dakwah ini bagusnya dilakukan secara berjamaah dan bukan individu individu saja.

Semoga ketiga hal ini menjadi perhatian kita semua sebagai pelaku dakwah. Semakin kuat menjaga diri dan hati agar tetap bisa dipilih Allah sebagai pengemban dakwah ilahi.

(Ust. Burhan Sodiq- Majalah ar risalah 225) Himayah Foundation –

Leave a comment