Buta Mata Bukan Hatinya


 Tiap pukul 4.45 pagi, di TPI biasanya ada pengajian shubuh. Lumayan untuk mengisi rohani yang sering kering. Ibarat tanah, maka penyegarnya adalah hujan. Maka jiwa ini adalah mengingat Allah.

Kebetulan saya penggemar pengajian subuh di TPI, mulai dari Ustadz Sedekah, Ustadz Tabir Mimpi, Ustadz Zikr. Tadi pagi (Sabtu, 4 Juni 2009), di TPI jam 05.00 biasanya ada tausiyah Ustadz Arifin Ilham. Nah kebetulan beliau membawa kawan beliau yang buta. Saya terlupa namanya, sebut saja Fulan, seorang buta yang berprofesi sebagai tukang pijat.

Beliau juga mempunyai seorang istri yang buta pula. Keduanya berprofesi sebagai tukang pijat. Walapun buta, tetapi alhamdulillah keempat anaknya tidak ada yang buta. Kata Ustadz Arifin Ilham, akhlaq anaknya baik-baik.

Kehidupan mereka berdua, dipandangan orang adalah kekurangan dalam sisi duniawi. Karena hanya mengandalkan sebagai juru pijat dan terkadang menjual keripik. Selain mempunyai empat orang anak yang kesemuanya sekolah, si Fulan juga mempunyai dua orang anak yatim. Salah satu anak yatimnya sekarang diterima di UI, alhamdulillah. Beliau juga minta do’a agar bisa membiayai anak-anaknya.

Pelajaran pertama yang bisa saya ambil, kadang matematika rizqi beda dengan matematika sebenarnya. Dengan penghasilan yang pas-pasan mereka berani mengasuh anak yatim, karena orang tua mereka yang nota bene kakaknya si Fulan meninggal. Dengan keyakinan bahwa rezeki itu dari Allah mereka mampu membiayai 4 anak kandung dan 2 anak yatim. Subhanallah.

Selanjutnya, si Fulan yang buta ini biasa disebut oleh para jama’ah Az Zikra, adalah Ummi Maktum Az Zikra. Bagi yang belum tahu siapa Ummi Maktum, beliau adalah seorang buta, yang biasa diamanahi adzan kedua shubuh, atau iqomah bila Bilal Adzan dan mengimami para wanita dikala Nabi saw dan para sahabat berperang. Bahkan kisah beliau diabadikan di surat Abasa.

“Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena seorang buta datang kepadanya. Tahukah kamu, barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberikan manfaat kepadanya?”

Selain itu ada kisah unik tentang Abdullah Ummi Maktum. Suatu hari Abdullah bin Umi Maktum menghadap kepada Rasulullah saw melaporkan keadaannya yang buta dan tidak ada orang yang menuntunnya untuk shalat berjama’ah di masjid. Padahal rumah ibnu Ummi Maktum dengan masjid lumayan jauh. Untuk itulah Ibnu Ummi maktum meminta keringanan untuk diizinkan tidak menunaikan shalat secara berjama’ah di masjid. Mendengar penuturan itu Rasulullah pun mengizinkannya. Namun kemudian ketika orang itu berpaling, Rasulullah saw memanggilnya seraya berkata: “Apakah engkau mendengar panggilan untuk shalat?” Dia menjawab: “Ya”. Maka beliau saw bersabda: “Kalau begitu penuhilah!” (HR. Muslim).

Dalam hadits di atas sangat jelas disebutkan bahwasannya Rasulullah saw tidak memberikan izin bagi orang yang buta tersebut untuk meninggalkan shalat secara berjama’ah. Alasannya sederhana, sebab ia masih mendengar panggilan adzan.

Begitu juga si Fulan, jama’ah Majelis Az Zikra. Beliau dengan masjid komplek rumahnya Ustadz Arifin Ilham sejauh kurang lebih 1 kilometer. Bahkan, tanah yang dilewati kalau hujan becek. Akan tetapi walau hujan merintang, dengan tongkat di tangan dia pergi sholat ke masjid. Allohu Akbar.

Pelajaran kedua yang dapat saya ambil. Kadang diri kita terlalu manja melakukan sesuatu ibadah. Seorang kawan pernah berkata, paksalah tubuh ini beribadah karena kadang tubuh ini malas melakukan kebaikan. Apalagi sholat berjama’ah sebagian ulama memandang wajib, minimal sunnah muakkad (sunnah yang dianjurkan sekali). Betapa ruginya bila ketinggalan satu sunnah, yang itu akan menjadi perhitungan kita pertama yaitu sholat. (Bang Navre)

2 thoughts on “Buta Mata Bukan Hatinya

Leave a comment