Ribut ribut NASAB BA ‘ALAWI


NASAB BA ‘ALAWI

Menyimpulkan nasab keturunan Rasulullah ﷺ marga Ba ‘Alawi terputus karena “tidak” ditemukan ulama’ kurun 4 yang mencatat Ubaidillah (ayah ‘Alawi; moyang keturunan Ba ‘Alawi) sebagai anak Ahmad al-Muhajir adalah kesimpulan tergesa-gesa atau tidak ilmiyah. Tergesa-gesa karena untuk menentukan terputusnya silsilah harusnya setelah dilakukan kajian mendalam dan pembacaan banyak kitab sejarah. Saya sebut tidak ilmiyah, sebab belum ditemukannya catatan ulama’ tentang Ubaidillah sebagai anak Ahmad al-Muhajir belum bisa dijadikan kesimpulan bahwa sosok tersebut tidak wujud dalam sejarah. Ringkasnya, mendakwa Ubaidillah sebagai sosok fiktif dalam sejarah (bahasa lain dari terputus) harus setelah dilakukan riset luar biasa atau ditemukan klaim ulama’ ahli nasab yang menafikan kewujudannya, mengingat nasab Ba ‘Alawi ini sudah masyhur dan diakui oleh banyak ulama’ dari berbagai kalangan. Apalagi terdapat kaidah yang dipedomani jumhur ulama’, bahwa yang menetapkan lebih didahulukan daripada yang menafikan.

Al-Hafidz as-Sakhawi, misalnya, seorang ulama hadits jempolan dan masih murid dekat al-Hafidz Ibn Hajar al-Asqallani menerima catatan nasab Ba ‘Alawi. Jika selevel beliau saja bisa menerima, maka mengapa kita tidak bisa menerima?! Ingat beliau adalah seorang kritikus hadits yang memiliki kredibilitas terakui. Tentu saja selevel beliau tidak sembarangan menerima catatan nasab siapapun.

Dan alhamdulillah ditemukan (temuan Kyai Abi Azka Ar Rifa’i) referensi dan data valid insya Allah, yakni catatan dari kitab “Abna’ al-Imam” yang ditulis oleh pakar nasab asal Baghdad, Ibn Thoba Thoba (wafat 478 H.) yang dengan sangat jelas menyebut Ahmad al-Muhajir memiliki banyak keturunan dan salah satunya adalah Ubaidillah atau Abdillah (nama satu orang). Ibn Thoba Thoba sendiri hidup berdekatan dengan masa Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir yang wafat 383 H.. Dan data ini mengukuhkan pengakuan ulama’-ulama’ kredibel yang mengakui nasab Ba ‘Alawi.

Semoga catatan ini mencerahkan semua pihak dan dengan inshof mengakui atau menerima, sebab bersikap inshof adalah adab dan tanda berkahnya ilmu.

Hidayat Nur

Leave a comment