Adab Bertetangga


Adab Bertetangga

Manusia adalah makhluk sosial. Mereka memiliki kebutuhan, kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia yang lain. Hal ini merupakan fitrah  mereka sejak hadir di dunia; saling membutuhkan dan tolong menolong untuk mencapai tujuan-tujuannya dalam kehidupan.

Bagi seorang muslim, seluruh tujuan dalam kehidupannya bermuara kepada tujuan ubudiyyah–penghambaan kepada Allah Ta’ala. Oleh karena itu seluruh komunikasi dan interaksi mereka dengan segala apa yang ada di luar dirinya selalu dibingkai dengan taujihat (arahan-arahan) dan irsyadat (bimbingan-bimbingan) rabbaniyah.

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al-Maidah: 2)

Salah satu bentuk mu’amalah insaniyah (hubungan kemanusiaan) yang dialami manusia adalah hidup bertetangga. Dalam hal ini Islam pun hadir memberikan arahan dan bimbingan.

Perintah Memuliakan Tetangga 

Islam dengan tegas memerintahkan kepada manusia untuk berbuat baik terhadap sesama, diantaranya adalah kepada tetangga. Salah satu firman Allah Ta’ala yang menyebutkan tentang hal ini adalah ayat berikut,

وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ

“…Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,.” (Q.S. An-Nisa:36)

Kita dapat menemukan lebih banyak lagi di dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Jibril Berwasiat kepada Nabi untuk Memuliakan Tetangga

Karena demikian seringnya Jibril memberikan nasihat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berbuat baik kepada tetangga, sampai-sampai beliau mengira antara seseorang dengan tetangganya akan diperintahkan untuk saling mewarisi.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا زَالَ يُوصِينِي جِبْرِيلُ بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “ Jibril selalu menasihatiku tentang tetangga, hingga aku mengira mereka itu akan diperintahkan untuk saling mewarisi”. (H.R. Bukhari Muslim)

Diantara bentuk memuliakan dan berbuat baik kepada tetangga adalah saling memberi. Perhatikanlah hadits-hadits berikut ini,

عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ إِنَّ خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْصَانِي إِذَا طَبَخْتَ مَرَقًا فَأَكْثِرْ مَاءَهُ ثُمَّ انْظُرْ أَهْلَ بَيْتٍ مِنْ جِيرَانِكَ فَأَصِبْهُمْ مِنْهَا بِمَعْرُوفٍ

Dari Abu Dzar, Ia berkata: “Sesungguhnya kekasihku (Rasulullah) shallallahu ‘alaihi wa sallam menasihatiku, ‘Jika engkau memasak sayur, maka perbanyaklah kuahnya, dan perhatikan anggota keluarga tetanggamu, berikanlah sebagian sayur itu dengan cara yang baik.” (H.R. Muslim)

Saat kita mendapat pemberian dari tetangga, hargailah pemberian tersebut, sebagaimana diperintahkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

عن أبي هُرَيْرَةَ ـ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ـ قالَ : كَانَ النَّبِيُّ ـ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ـ يَقُوْلُ : ” يَا نِسَاءَ المُسْلِمَاتِ لا تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا وَلَوْ فِرْسَنَ شَاةٍ ”

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,  ‘Wahai para wanita muslimah, janganlah ada seorang tetangga yang meremehkan tetangganya meskipun  (pemberiannya) hanya kuah kambing.’” (Al-Bukhari dan Muslim)

Dalam berbuat baik, utamakanlah  tetangga yang paling dekat jaraknya,

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِي جَارَيْنِ فَإِلَى أَيِّهِمَا أُهْدِي قَالَ إِلَى أَقْرَبِهِمَا مِنْكِ بَابًا رواه البخاري

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata: “Aku bertanya, ‘Ya Rasulullah sesungguhnya aku memiliki dua tetangga, lalu kepada tetangga yang manakah aku  harus memberikan hadiah?’” Jawab Nabi: ‘Kepada tetangga yang pintu rumahnya lebih dekat denganmu.’”(HR. Al-Bukhari)

Yang juga harus kita fahami, berbuat baik dan memuliakan tetangga bukanlah perkara sepele, bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghubungkan hal ini dengan kualitas keimanan seseorang.

                عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ قَالُوا وَمَا ذَاكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الْجَارُ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا بَوَائِقُهُ قَالَ شَرُّهُ

Dari Abu Hurairah bahwasnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman.” Mereka (para sahabat) bertanya: “Siapa ya Rasulullah?” Jawab Nabi, “Ialah seseorang yang tidak  memberikan rasa aman  pada tetangganya dari bawa’iq (bencana-bencana)-nya.” Mereka (para sahabat) bertanya: “Wahai Rasulullah apakah bencana-bencananya itu?” Jawab Nabi: “Kejelekan (akhlak)-nya” (H.R. Bukhari Muslim)

Di dalam hadits lain disebutkan,

                عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ

Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir hendaklah ia memuliakan tetangganya.” (HR. Bukhari Muslim).

Seorang muslim pun diwajibkan untuk peduli dan peka terhadap kesulitan yang dialami tetangganya.

عن أَنَسِ بن مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَا آمَنَ بِي مَنْ بَاتَ شَبْعَانًا وَجَارُهُ جَائِعٌ إِلَى جَنْبِهِ وَهُوَ يَعْلَمُ بِهِ

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,  ‘Tidaklah beriman kepadaku, seseorang yang tidur dalam keadaan kenyang, sedangkan tetangganya tidur dalam keadaan lapar, dan dia mengetahui hal tersebut’” (H.R.Thabrani dan Baihaqi)

Siapakah yang Termasuk Tetangga Kita?

Al-Hafidz Ibn Hajar mengatakan, “Kata ‘tetangga’ mencakup muslim maupun kafir, ahli ibadah maupun ahli maksiat, teman dekat maupun musuh, pendatang maupun penduduk asli, yang suka membantu maupun yang suka merepotkan, yang dekat maupun yang jauh, yang rumahnya berhadapan maupun yang yang bersingkuran.”

Beliau juga menegaskan, “Masing-masing tetangga memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Ada yang lebih baik sifatnya dibandingkan lainnya…dan masing-masing disikapi dengan baik sesuai keadaannya…” (Fathul Bari, 10:441).

Ulama berbeda pendapat tentang batasan tetangga.

Pertama, semua orang yang tinggal satu kampung bersamanya. Pendapat ini berdalil dengan firman Allah di surat Al-Ahzab,

لَئِنْ لَمْ يَنْتَهِ الْمُنَافِقُونَ وَالَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ وَالْمُرْجِفُونَ فِي الْمَدِينَةِ لَنُغْرِيَنَّكَ بِهِمْ ثُمَّ لَا يُجَاوِرُونَكَ فِيهَا إِلَّا قَلِيلًا

Jika orang-orang munafik, orang- orang yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah (dari menyakitimu) tidak menghentikan aksinya, niscaya Kami perintahkan kamu (untuk memerangi) mereka, kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar.” (QS. Al-Ahzab: 60)

Allah menyebut semua penghuni Madinah sebagai tetangga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kedua, semua orang yang menempati 40 rumah dari semua penjuru arah. Al-Hafidz Ibn Hajar membawakan keterangan,

عَنْ عَائِشَةَ حَدُّ الْجِوَارِ أَرْبَعُونَ دَارًا مِنْ كُلِّ جَانِبٍ وَعَنِ الْأَوْزَاعِيِّ مِثْلَهُ

“Dari Aisyah, batasan tetangga adalah 40 rumah dari segala penjuru, demikian pula pendapat dari Al-Auza’i.”

Ibn Hajar juga membawakan riwayat lain,

وَأخرج بن وهب عَن يُونُس عَن بن شِهَابٍ: أَرْبَعُونَ دَارًا عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ يَسَارِهِ وَمِنْ خَلْفِهِ وَمِنْ بَيْنَ يَدَيْهِ

“Diriwayatkan oleh Ibn Wahb, dari Yunus, dari Ibn Syihab, “Tetangga adalah 40 rumah, ke kanan, kiri, belakang dan depan.” (Fathul Bari, 10:447).

Tentang hal ini disebutkan dalam Mu’jam Al-Kabir At-Thabrani,

أَلا إِنَّ أَرْبَعِينَ دَارًا جَارٌ، وَلا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ خَافَ جَارُهُ بَوَائِقَهُ

“Ketauilah bahwa empat puluh rumah itu adalah tetangga, dan tidak akan masuk surga bagi siapa yang takut dari tindak kejahatannya” 

Beberapa Kiat Praktis Memuliakan Tetangga

  1. Sering-seringlah bertegur sapa, tanyailah keadaan kesehatan mereka.
  2. Berikanlah kepada mereka sebagian makanan
  3. Bawakan sekadar buah tangan buat mereka, apabila kita pulang dari bepergian jauh.
  4. Bantulah mereka apabila sedang mengalami musibah ataupun menyelenggarakan hajatan.
  5. Berikanlah anak-anak mereka sesuatu yang menyenangkan, berupa makanan ataupun mainan.
  6. Sesekali undanglah mereka makan bersama di rumah.
  7. Berikanlah hadiah kaset, buku bacaan yang mendorong mereka untuk lebih memahami Islam.
  8. Ajaklah mereka sesekali ke dalam suatu acara pengajian atau majelis ta’lim, atau pergilah bersama memenuhi suatu undangan walimah (apabila mereka juga diundang)

Leave a comment