Keyakinan Allah Ada Tanpa Tempat sudah menjadi akidah lintas generasi sejak generasi salaf. Tapi di zaman sekarang, keyakinan seperti ini malah kalah viral dengan orang akhir zaman yang meyakini Allah Ada Di Langit, Allah Ada Di Atas Arasy atau Allah Ada Dimana-mana.
Maka dari itu mari kita viralkan kembali, kita gaungkan kembali dan kita sampaikan terus menerus salah satu dasar akidah ulama salaf Ahlussunnah wal Jama’ah yang satu ini. Yaitu Allah SWT Ada Tanpa Tempat.
Jangan ragu-ragu lagi dan jangan takut untuk mengatakan Allah Ada Tanpa Tempat. Sebab kita bersama para ulama salaf Ahlussunnah wal Jamaah.
- al-Imam Kamaluddin al-Bayadhi al-Hanafi rahimahullahu ta’aala (w. 1097 H) telah berkata dalam kitabnya Isyaraatul Maram min Ibaraatil Imam Abi Hanifata an-Nu’man bahwasanya Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam as-Syafi’iy dan Imam Ahmad bin Hanbal telah meniadakan tempat bagi Allah ta’aala:
قال الإمام أبو حنيفة رحمه الله تعالى في كتابه الوصية: والله على العرش استوى بلا كيف من غير أن يكون له حاجة واستقرار عليه. انتهى. وهذا مذهب السلف. فتفويض علمها إلى الله تعالى تأويل أيضا لكنه إجمالي. وهو مذهب السلف في جميع الصفات المتشابهات. واختاره مالك والشافعي وأحمد بن حنبل. إشارة المرام من عبارات الإمام أبي حنيفة النعمان (ص: 156)
“Imam Abu Hanifah rahimahullahu ta’aala telah berkata dalam kitab al-Washiyah: “Allah istawa atas Arasy tanpa kaifiyah, tanpa bermakna membutuhkan Arasy dan tanpa bertempat di atas Arasy”. Saya berkata: “Ini adalah madzhab ulama salaf. Mentafwidh atau menyerahkan ilmunya kepada Allah ta’aala juga bisa disebut takwil ijmali. Ini adalah madzhabnya ulama salaf dalam memahami semua sifat mutasyabihat. Dan ini adalah pendapat yang dipilih juga oleh Imam Malik, Imam Syafi’iy dan Imam Ahmad bin Hanbal”.
- al-Imam Murtadha az-Zabidi as-Syafi’iy rahimahullahu ta’aala (w. 1205 H) telah berkata dalam kitabnya Ithafu as-Saadah al-Muttaqiin Bisyarhi Ihya’ Ulumiddin bahwasanya al-Imam asy-Syafi’iy ketika menafsirkan sifat istiwa’ bagi Allah ta’aala beliau mengatakan:
أنه سبحانه لا مكان له ولا جهة. قال الشافعى رحمه الله تعالى: والدليل عليه هو أنه تعالى كان ولا مكان فخلق المكان، وهو على صفة الأزلية كما كان قبل خلقه المكان، لا يجوز عليه التغيير فى ذاته ولا التبديل فى صفاته. إتحاف السادة المتقين بشرح إحياء علوم الدين (2/ 24)
“Sesungguhnya Allah ta’aala tidak berada pada suatu tempat atau suatu arah. Imam asy-Syafi’iy berkata: Dalil atas hal itu adalah bahwasanya Allah ta’aala itu dahulu ada tanpa tempat, lalu Dia menciptakan tempat dan Dia sebagaimana sifat azaliyah seperti yang dahulu sebelum diciptakannya tempat, Sebab Allah itu tidak berubah-ubah baik DzatNya maupun sifat-sifatNya”.
- al-Imam Abu Bakr al-Khallal rahimahullahu ta’aala (w. 311 H) dalam kitabnya al-Aqidah Riwayatu Abi Bakr al-Khallal menukil pernyataan al-Imam Ahmad bin Hanbal bahwasanya:
كان الإمام أحمد بن حنبل يقول “إن الله عز وجل مستو على العرش المجيد”. وكان يقول في معنى الاستواء هو العلو والارتفاع. ولم يزل الله تعالى عاليا رفيعا قبل أن يخلق عرشه. فهو فوق كل شيء، والعالي على كل شيء. وإنما خص الله العرش لمعنى فيه مخالف لسائر الأشياء. والعرش أفضل الأشياء وأرفعها فامتدح الله نفسه بأنه على العرش استوى أي عليه علا. ولا يجوز أن يقال استوى بمماسة ولا بملاقاة، تعالى الله عن ذلك علوا كبيرا. والله تعالى لم يلحقه تغير ولا تبدل. ولا تلحقه الحدود قبل خلق العرش ولا بعد خلق العرش. العقيدة رواية أبي بكر الخلال (ص: 108)
“Imam Ahmad bin Hanbal pernah mengatakan bahwa sesungguhnya Allah istawa atas Arasy yang mulia. Beliau juga pernah mengatakan bahwa makna istiwa’ adalah al-‘Uluw (maha tinggi) dan al-Irtifa’ (maha agung). Allah subhanahu wa ta’aala senantiasa maha tinggi dan maha agung sebelum diciptakannya Arasy. Allah di atas segala sesuatu dan maha tinggi atas segala sesuatu. Sesungguhnya Allah mengkhususkan penyebutan Arasy untuk suatu makna yang berbeda dengan segala sesuatu. Arasy itu makhluk paling utama dan paling tinggi, maka Allah memuji dirinya bahwa Dia istawa atas Arasy dengan makna maha tinggi. Maka tidak boleh dikatakan bahwa Allah istawa bermakna menyentuh Arsy atau berpapasan dengan Arasy. Maha suci Allah dari hal itu. Allah itu tidak berubah-ubah dan tidak berganti-ganti. Dan Allah itu tidak diliputi oleh beberapa batas baik sebelum diciptakannya Arasy maupun setelah diciptakannya Arasy”.
- al-Imam Abu Ja’far at-Thahawi rahimahullahu ta’aala (w. 321 H) telah berkata dalam kitabnya al-Aqidah at-Thahawiyah bahwasanya:
وتعالى (الله) عن الحدود والغايات والأركان والأعضاء والأدوات. لا تحويه الجهات الست كسائر المبتدعات. متن العقيدة الطحاوية (ص: 45)
“Maha suci Allah dari yang namanya sisi batasan, sisi ujung, beberapa susunan, beberapa anggota badan dan alat-alat perangkat. Allah itu tidak diliputi oleh enam arah (atas, bawah, depan, belakang, kanan & kiri) seperti halnya seluruh makhluk ciptaan”.
- Al-Imam Abdul Qahir bin Thahir al-Baghdadi rahimahullahu ta’aala (w. 429 H) telah berkata dalam kitabnya al-Farqu Baina al-Firaq wa Bayanu al-Firqah an-Najiyah bahwasanya:
وأجمعوا على أنه لا يحويه مكان ولا يجرى عليه زمان. خلاف قول من زعم من الشهامية والكرامية أنه مماس لعرشه. وقد قال أمير المؤمنين علي رضي الله عنه: إن الله تعالى خلق العرش إظهارا لقدرته لا مكانا لذاته. وقال أيضا: قد كان ولا مكان وهو الآن على ما كان. الفرق بين الفرق (ص: 321)
“Para ulama telah sepakat (ijma’) bahwa Allah tidak diliputi oleh tempat dan juga tidak diliputi oleh waktu. Berbeda dengan pemikiran asy-Syahamiyah dan al-Karramiyah yang meyakini Allah itu bersentuh dengan Arasy (bertempat). Padahal Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib radhiyalllahu anhu pernah berkata: “Sesungguhnya Allah ta’aala itu menciptakan Arasy untuk menunjukkan kekuasannya, bukan sebagai tempat untuk Dzatnya. Allah itu ada tanpa tempat dan Dia sekarang sama seperti dahulu”
- al-Imam an-Nawawi rahimahullahu ta’aala (w. 676 H) dalam kitabnya al-Minhaj Syarh Shahih Muslim Ibni al-Hajjaj mengatakan bahwasanya Allah ta’aala itu ada tanpa bertempat:
أن الله تعالى ليس كمثله شيء، وأنه منزه عن التجسم والانتقال والتحيز في جهة وعن سائر صفات المخلوق. شرح النووي على مسلم (3/ 19)
“Sesungguhnya Allah tidak serupa dengan sesuatu apa pun. Sesungguhnya Allah disucikan dari sifat-sifat jism, berpindah, bertempat di suatu arah serta disucikan dari sifat-sifat makhluk”.
- al-Imam Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullahu ta’aala (w. 852 H) telah berkata dalam kitabnya Fathul Bari bahwasanya:
باب قول الله تعالى تعرج الملائكة والروح إليه وقوله تعالى إليه يصعد الكلم الطيب. وقال بن بطال: غرض البخاري في هذا الباب الرد على الجهمية المجسمة في تعلقها بهذه الظواهر. وقد تقرر أن الله ليس بجسم فلا يحتاج إلى مكان يستقر فيه. فقد كان ولا مكان. وإنما أضاف المعارج إليه إضافة تشريف. ومعنى الارتفاع إليه اعتلاؤه مع تنزيهه عن المكان. فتح الباري لابن حجر (13/ 416)
“Bab tentang firman Allah ta’aala: “Para malaikat dan malaikat jibril naik kepadanya” dan “Kepada-Nyalah akan naik perkataan-perkataan yang baik”. Imam Ibnu Batthal berkata: Maksud Imam al-Bukhari menyebutkan bab ini adalah untuk membantah kelompok Jahmiyah dan Mujassimah yang memahaminya secara dzhahir lafadznya saja. Padahal Allah ta’aala bukanlah jism, Maka Allah tidak butuh tempat untuk berada. Allah sudah ada sebelum tempat itu ada. Sesungguhnya penyebutan naik ke atas itu maksudnya untuk memuliakan Dzat Allah. Makna Allah maha tinggi maksudnya tingginya Allah dengan meniadakan tempat bagi-Nya”.
- al-Imam as-Sanusi al-Maliki al-Asy’ariy rahimahullahu ta’aala (w. 895 H). Beliau telah berkata dalam kitabnya Syarhu al-Aqidah as-Sughra atau yang dikenal dengan kitab Syarhu Ummil Baraahiin bahwasanya:
وقيامه تعالى بنفسه أي لا يفتقر إلى محل ولا مخصص . شرح أم البراهين (ص: 150)
“Sifat qiyamuhu binafsihi maksudnya adalah Allah ta’aala tidak membutuhkan tempat (untuk eksis) dan tidak butuh mukhassis (fa’il yang lain) untuk ada”.
- Syaikh Nawawi al-Bantani rahimahullahu ta’aala (w. 1316 H) telah berkata dalam kitabnya Nuuru adz-Dzalam Syarh ’Ala Mandzumah Aqidatil Awaam bahwasanya:
وليس له مكان أصلا. فليس داخلا في الدنيا ولا خارجا عنها. نور الظلام شرح على منظومة عقيدة العوام (ص: 16)
“Allah ada tanpa tempat baginya. Allah ta’aala tidak di dalam dunia dan juga tidak di luar dunia”.
- Mbah KH. Hasyim Asy’ariy rahimahullahu ta’aala (w. 1947 M) pendiri jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU) telah berkata dalam kitabnya at-Tanbihaat al-Waajibaat Liman Yashna’u al-Maulida bi al-Munkaraat bahwasanya:
وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له المنزه عن الجسمية والجهة والزمان والمكان. التنبيهات الواجبات لمن يصنع المولد بالمنكرات (ص: 7)
“Aku bersaksi bahwasanya tidak ada tuhan yang berhak untuk disembah dengan berlandaskan kebenaran kecuali hanya Allah saja, yang disucikan dari jism (memiliki bentuk), berada di suatu arah (bertempat), waktu dan tempat”.
Abu Aufa Adnan asy-Syaafi’iy