DOA BERBUKA ITU DIBACA SETELAH BERBUKA


DOA BERBUKA ITU DIBACA SETELAH BERBUKA

Sudah umum dimasyarakat ketika berbuka mereka membaca doa sebelum berbuka. Namun apakah kalian tau sebenarnya doa berbuka itu dibaca kapan, sebelum atau setelah berbuka ?

Dalam hal ini, Syekh Zainuddin Al-Malibari dalam Fathul Muin mengatakan :

ويسن أن يقول عقب الفطر اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت ويزيد من أفطر بالماء ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الاجر إن شاء الله تعالى

Makna Pesantren

“Dan disunahkan berdoa setelah usai berbuka <allahumma laka shumtu wa ala rizqika afthortu> dan bagi orang yang berbuka dengan air ditambah <dzahaba ad-dhoma’u wabtallatat al-uruq wa tsabata al-ajru insyaallahu Ta’ala>”. [Fathul Muin BiHamisy I’anatut Tholibin Juz II Hal 279]

Untuk penegasan kapan sebenarnya doa berbuka itu dibaca, Syekh Abu Bakar Muhammad Syatho menjelaskan dalam I’anatut Tholibin:

(قوله: ويسن أن يقول) أي المفطر (وقوله عقب الفطر) أي عقب ما يحصل به الفطر لا قبله ولا عنده

Makna Pesantren

(perkataan pengarang : Dan disunahkan berdoa) yakni orang yang berbuka, (perkataan pengarang : setelah usai berbuka) maksudnya setelah sesuatu yang sudah bisa dikatakan berbuka, bukan sebelum atau ketika berbuka. [I’anatut Tholibin Juz II Hal 279]

Hal ini dikuatkan oleh Imam Ibnu Hajar Al-Haitamiy, beliau mengatakan:

( و ) يستحب (ان يقول عنده) يعني بعد الفطر

Makna Pesantren

“Dan disunahkan berdoa ketika berbuka, maksudnya setelah berbuka”. [Minhajul Qowim Hal 252]

Lantas ketika dibaca sebelumnya bagaimana?

Terkait masalah ini, Imam Ibnu Hajar Al-Haitamiy dalam kitab berbeda menjelaskan:

ويؤخذ من قول الراوي “كان إذا أفطر قال” إن هذه الأذكار إنما يسن الإتيان بها عقب الفطر وهو ما ذكره جمع. وأما قول صاحب الوافي “والظاهر أنه بعد الإفطار وقبله سواء في إتيانه بالمستحب” فضعيف لمخالفته لصريح الأحاديث المذكورة، لكن يؤيد رواية ما يوافق تلك الروايات، بأن يكون المراد إذا قرب طعامه وأكل منه قال ذلك أو تحمل على أم المراد بها بيان حصول أصل السنة بالقول قبله وإن كان بعده أفضل، فالضعيف هو قوله سواء.

AQMakna Pesantren

“Dan dapat diambil keterangan dari ucapan perowi hadits <kaana idza afthoro qoola> bahwa doa-doa ini itu disunahkan dibaca setelah berbuka [karena menggunakan shighot fiil madli] , dan inilah yang disebutkan oleh segolongan Ulama. Adapun perkataan pengarang kitab Al-Wafi <jelasnya adalah dibaca setelah berbuka atau sebelumnya itu sama-sama mendapatkan kesunahan> itu adalah dloif [lemah] karena berseberangan dengan sorihnya hadits yang telah disebutkan, akan tetapi dikuatkan juga oleh riwayat hadits yang senada dengan riwayat-riwayat tersebut, bahwa yang dikehendaki adalah ketika seseorang telah mendekati makanan itu dan memakan sebagiannya lalu membaca doa tersebut, atau diarahkan bahwa yang dikehendaki dengan sama-sama mendapat kesunahan itu adalah mendapat asal kesunahan dengan membaca sebelumnya, walaupun yang lebih utama adalah setelahnya, dan ketika seperti ini maka yang dloif adalah ucapannya <sawaa’un>” . [Ibnu Hajar Al-Haitamiy, Ittihafu Ahli Al-Islam Bikhushushiyyat As-Shiyam hal 157]

Hal ini dikuatkan juga oleh keterangan dalam kitab Busyrol Karim :

(و) يسن (أن يقول عنده) أي عند إرادته، والأولى بعده (اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت)

Makna Pesantren

Dan disunahkan membaca doa ketika berbuka, maksudnya ketika menghendaki berbuka, adapun yang lebih utama adalah setelahnya”. [Busyrol Karim hal 568]

Dari beberapa ibarot diatas dan melihat redaksi kitab-kitab fiqh Syafiiyyah yang lain, bisa saya simpulkan bahwa membaca doa buka puasa yang lebih utama adalah setelah berbuka.

Namun masyarakat juga ada yang mengatakan begini : Ustadz, nanti kalau dibaca setelahnya malah lupa bagaimana, soalnya biasanya ada yang berbuka sampai kekenyangan, terlalu banyak minum dll akhirnya malah lupa gak baca doa ?

Qultu : Jika seperti itu, maksudnya ketika ia khawatir lupa, sebaiknya sebelum berbuka dibaca saja doanya, nanti setelahnya dibaca lagi, <gitu aja kok repot> hehehe

Sebenarnya kekhawatiran lupa inilah yang membuat Imam Al-Adzroi mauquf dalam masalah ini. Namun agar praktis dan strategis ya seperti yang saya katakan diatas.

حاشية الشرواني ج ٣ ص ٤٢٦

( قَوْلُهُ أَيْ : عَقِبَهُ ) كَذَا فِي النِّهَايَةِ وَالْمُغْنِي وَعِبَارَةُ الْإِيعَابِ عَقِبَ تَنَاوُلِ الْمُفْطِرِ قَالَ سُلَيْمٌ وَنَصْرُ الْمَقْدِسِيَّ وَيُسَنُّ أَنْ يَعْقِدَ نِيَّةَ الصَّوْمِ حِينَئِذٍ وَتَوَقَّفَ فِيهِ الْأَذْرَعِيُّ ثُمَّ قَالَ وَكَانَ وَجْهُهُ خَشْيَةَ الْغَفْلَةِ ا هـ

Wallahu A’lam Bisshowab

Leave a comment