JANGAN BELI COACHING DALAM KARUNG, APALAGI COACH HOTAHAI NGAKU 6XXX USAHANYA


JANGAN BELI COACHING DALAM KARUNG

Joko adalah seorang business owner. Bisnisnya tumbuh cukup baik beberapa tahun ke belakang. Namun, ia masih merasa belum puas dengan pencapaiannya. Dari hasil baca-baca, ia merasa membutuhkan seorang coach untuk melejitkan bisnisnya.

Namun, di titik ini ia bingung. Bagaimana cara menentukan coach yang cocok untuk dirinya? Apakah ia harus pilih coach yang sudah terkenal? Pilih coach termahal? Atau coach yang seperti apa? Di sisi lain, muncul juga keraguan: apakah dengan menyewa seorang coach bisnisnya benar-benar akan terbantu? Apakah ROInya bagus? Apakah coaching akan memberikan dampak sesuai dengan uang dan waktu yang ia keluarkan?

Apa yang dialami Joko ini bisa jadi dirasakan oleh business owner lainnya. Tidak mudah memang untuk memilih dan memutuskan siapa coach yang cocok bagi kita. Namun, ada beberapa kaidah umum yang mungkin bisa teman-teman gunakan.

Pertama, kita perlu jelas dulu apa yg sebenarnya kita harapkan dari sesi coaching kita. Kita perlu jelas akan dua hal: apa tujuan besar yang ingin dicapai melalui sebuah program coaching dan apa tujuan-tujuan kecil yang ingin dicapai di sesi-sesi coaching yang kita jalani.

Kedua, pastikan coach kita juga menggali, memahami, dan mengklarifikasi poin pertama di atas. Biasanya, proses ini dilakukan di sesi 0, sesi sebelum program coaching dimulai. Jika proses ini tidak dilakukan, maka risikonya kita tidak punya indikator keberhasilan yang disepakati bersama. Dan jika kita bertemu dengan coach yang tidak menggali hal ini di awal, curigalah padanya. Jangan-jangan dia bukan coach profesional.

Ketiga, jangan tergiur dengan penawaran coaching yang bersifat overklaim. Misal: meningkatkan omset 1000% – penawaran yang overklaim semacam ini biasanya “too good to be true.” Wajib berhati-hati dan tidak mudah tergiur dengan penawaran seperti ini. Ingat, coach profesional terikat dengan kode etik. Bila ada coach yang menawarkan hal-hal bombastis semacam ini, jangan-jangan dia menggampangkan hal-hal terkait etika profesional. Ini sebenarnya redflag bagi kita.

Keempat, mintalah izin ke calon coach kita untuk berbicara dengan salah satu kliennya. Coach yang baik akan mengizinkan (tentu setelah ia meminta izin kepada klien yang bersangkutan). Ngobrollah dengan klien tersebut terkait proses dan hasil selama sesi coaching. Ini akan memberikan gambaran awal dan ekspektasi yang realistis pada saat kita menjalani kontrak coaching.

Bocoran sedikit, seorang coach profesional biasanya tidak punya terlalu banyak klien. Kenapa demikian? Karena menjadi coach itu perlu komitmen untuk mendampingi dalam jangka panjang (setidaknya minimal untuk 3 bulan). Kebayang kan? Punya 10 klien saja sudah lumayan mumet. Jadi, kalau ada coach yang punya puluhan bahkan ratusan klien, saya belum kebayang cara kerjanya.

Terakhir, kita juga mungkin bisa gunakan rumus TRUST dari Stephen Covey berikut ini:

Trust = Character x Competence
Character = Integrity x Intention
Competence = Capabilities x Result

Jadi, untuk memutuskan apakah seorang coach dapat dipercaya, pastikan 4 hal:

  1. Integritasnya: kejujuran, fairness, otentik
  2. Niatnya: apakah punya motif tersembunyi? transparansi, perilaku
  3. Kemampuan: keterampilan, pengetahuan, pengalamannya
  4. Hasil: reputasi, kredibilitas, kinerja

Wallahu a’lam

PS. Kalau ada business owner/manajer yang mau belajar jadi coach buat timnya, DM aja yak.

Leave a comment