“Wahai hamba-hamba Allah, tolong saya!”


“Wahai hamba-hamba Allah, tolong saya!”

Hukum memanggil selain Allah telah dibahas oleh para ulama. Mereka membedakan antara panggilan penyembahan dengan panggilan sebab. Panggilan penyembahan adalah memanggil dengan niat menyembahnya, ini haram bahkan syirik, sedangkan panggilan sebab adalah memanggil dengan niat menjadikannya sebagai sebab pertolongan dari Allah SWT misalnya, “Wahai hamba Allah, tolong saya!” Ini boleh bahkan dianjurkan.

Imam Thabarani meriwayatkan sebuah hadis berbunyi:

إِذَا أَضَلَّ أَحَدُكُمْ شَيْئًا أَوْ أَرَادَ أَحَدُكُمْ عَوْنًا وَهُوَ بِأَرْضٍ لَيْسَ بِهَا أَنِيسٌ، فَلْيَقُلْ: يَا عِبَادَ اللهِ ‌أَغِيثُونِي، يَا عِبَادَ اللهِ ‌أَغِيثُونِي، فَإِنَّ لِلَّهِ عِبَادًا لَا نَرَاهُمْ

“Apabila salah seorang di antara kalian kehilangan sesuatu atau ingin pertolongan tapi sedang berada di tempat yang sunyi tak ada seorang pun, maka hendaklah ia berkata: ‘Wahai hamba-hamba Allah, tolong saya! Wahai hamba-hamba Allah, tolong saya! Sesungguhnya Allah memiliki hamba-hamba yang tidak kita lihat.”

Imam Thabarani berkata, “Amalan ini mujarab (teruji dan terbukti benar).”

Ibnu Abbas RA meriwayatkan hadis serupa berbunyi:

إِنَّ لِلَّهِ مَلَائِكَةً فِي الْأَرْضِ سِوَى الْحَفَظَةِ، يَكْتُبُونَ مَا يَسْقُطُ مِنْ وَرَقِ الشَّجَرِ، فَإِذَا أَصَابَ أَحَدَكُمْ عَرْجَةٌ بِأَرْضِ فَلَاةٍ فَلْيُنَادِ: ‌أَعِينُوا ‌عِبَادَ ‌اللَّهِ

“Sesungguhnya Allah memiliki malaikat-malaikat di bumi -selain malaikat penjaga-. Mereka menulis semua dedaunan pohon yang terjatuh. Maka, kalau ada orang di antara kalian tertimpa kesulitan di tempat yang sepi, hendaklah ia memanggil: Tolonglah saya, wahai hamba-hamba Allah.”

Ibnu Mas’ud RA juga meriwayatkan hadis serupa:

إِذَا انْفَلَتَتْ دَابَّةُ أَحَدِكُمْ بِأَرْضِ فَلَاةٍ فَلْيُنَادِ: يَا عِبَادَ اللَّهِ احْبِسُوا، يَا عِبَادَ اللَّهِ احْبِسُوا، فَإِنَّ لِلَّهِ حَاضِرًا فِي الْأَرْضِ سَيَحْبِسُهُ

“Apabila hewan tunggangan kalian terlepas, panggillah: ‘Wahai hamba-hamba Allah, tangkaplah! Wahai hamba-hamba Allah, tangkaplah!’ Karena sesungguhnya Allah memiliki makhluk hadir di bumi yang akan menangkapnya.”

Setelah menyebutkan hadis ini, Imam Nawawi berkomentar:

حَكَى لِي بَعْضُ شُيُوخِنَا الْكِبَار فِي الْعِلْمِ أَنَّهُ افْلَتَتْ لَهُ دَابَّةٌ أَظُنُّهَا بَغْلَةٌ، وَكَانَ يَعْرِفُ هَذَا الْحَدِيثِ، فَقَالَهُ؛ فَحَبَسَهَا اللهُ عَلَيهِمْ فِي الْحَالِ، وَكُنْتُ أَنَا مَرَّةً مَعَ جَمَاعَةٍ، فَانْفَلَتَتْ مِنْهَا بَهِيمَةٌ وَعَجَزُوا عَنْهَا، فَقُلْتُهُ، فَوَقَفَتْ فِي الْحَالِ بِغَيْرِ سَبَبٍ سِوَى هَذَا الْكَلَام [الأذكار (ص: 362)، ط. دار ابن كثير].

“Salah seorang guru senior saya bercerita bahwa hewan tunggangan beliau terlepas, kalau tidak salah seekor keledai. Beliau sudah tahu tentang hadis ini, lalu beliau mengamalkannya. Tiba-tiba Allah langsung menghentikan hewan tersebut saat itu juga. Saya juga mengalami, suatu hari saya pernah bersama dengan rombongan, tiba-tiba seekor hewan terlepas dan mereka tak mampu menangkapnya. Lalu saya baca doa tersebut dan tiba-tiba hewan itu langsung berhenti tanpa sebab kecuali ucapan tadi.” (Al Adzkar, h. 362)

Syekh Ibnu Allan As Shiddiqi berkata:

قَوْلهُ: “يَا عِبَادَ اللهِ” قالَ فِي “الحِرْز”: الْمُرَادُ بِهِمْ: الْمَلَائِكَةُ أَوِ الْمُسْلِمُونَ مِنَ الْجِنِّ أَوْ رِجَالِ الْغَيْبِ الْمُسَمَّوْنَ بِالْأَبْدَالِ)) [الفُتوحات الرَّبَّانيَّة على الأَذكار النَّواويَّة (5/150)، النَّشر والتَّأليف الأزهرية]، وَهُوَ قَول العَلَّامة القاري في [الحِرز الثَّمين للحِصن الحَصين (2/933)، ط. محمد إسحاق آل إبراهيم].

“Yang dimaksud ‘hamba-hamba Allah’ di sini sebagaimana disebutkan dalam kitab Al Hirz adalah para malaikat, jin-jin muslim atau wali-wali abdal.” (Al Futuhat Ar Rabbaniyyah, 5/150)

Asy Syaukani (wafat tahun 1250 H) berkata tentang hadis Ibnu Mas’ud di atas:

وَفِي الْحَدِيثِ دَلِيلٌ عَلَى جَوَازِ الِاسْتِعَانَةِ بِمَن لَّا يَرَاهُمْ الْإِنْسَانُ مِنْ عِبَادِ اللهِ مِنَ الْمَلَائِكَةِ وَصَالِحِي الْجِنِّ، وَلَيْسَ فِي ذَلِك بَأْسٌ كَمَا يَجُوزُ لِلْإنْسَانِ أَن يَّسْتَعِينَ بِبَنِي آدَمَ إِذَا عَثَرَتْ دَابَّتُهُ أَوِ ‌انْفَلَتَتْ)) [تُحفةُ الذَّاكرين (ص: 202)، ط. مؤسَّسة الكتب الثَّقافية].

“Hadis di atas berisi dalil tentang bolehnya meminta kepada makhluk-makhluk tak terlihat oleh manusia, yaitu hamba-hamba Allah berupa malaikat dan jin solih. Ini tidak apa-apa, sebagaimana boleh manusia minta tolong dengan manusia lain kalau hewannya lepas atau hilang.” (Tuhfatudz Dzakirin, h. 202)

Di antara ulama yang mengamalkan doa ini adalah Imam Ahmad bin Hanbal. Beliau bercerita:

حَجَجْتُ ‌خَمْسَ ‌حِجَجٍ، مِنْهَا: ثِنْتَيْنِ رَاكِبًا وَثَلَاثًا مَاشِيًا، أَوْ ثِنْتَيْنِ: مَاشِيًا وَثَلَاثًا رَاكِبًا، فَضَلَلْتُ الطَّرِيقَ فِي حَجَّةٍ، وَكُنْتُ مَاشِيًا، فَجَعَلْتُ أَقُولُ: يَا عِبَادَ اللَّهِ دُلُّونَا عَلَى الطَّرِيقِ، فَلَمْ أَزَلْ أَقُولُ ذَلِكَ حَتَّى وَقَعْتُ عَلَى الطَّرِيقِ، أَوْ كَمَا قَالَ أَبِي)) [مَسَائِلُ الْإِمَامِ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلَ – رِوَايَة ابْنِهِ عَبْدِ الله (2/816-817) رَقم (1090)، مكتبة الدَّار]

“Saya pernah pergi haji lima kali: dua kali naik kendaraan dan tiga kali jalan kaki, atau sebaliknya. Lalu saya pernah tersesat di suatu perjalanan menuju haji. Waktu itu saya berjalan kaki. Maka saya berkata: ‘Wahai hamba-hamba Allah, tunjukkanlah kami jalan.” Saya ulang-ulang kalimat itu berkali-kali sampai akhirnya saya menemukan jalan yang kami maksud.” (Masail Imam Ahmad bin Hanbal, 2/816-817)

Syekh Yasin bin Robi’ berkata:

فَهَا هُوَ الْإِمام أَحمد يَسْتَغِيثُ وَيَطْلُبُ الِاستِعَانَةَ مِنْ مَخْلُوقَاتٍ غَيرِ مَرْئيَّةٍ، غَائِبَةٍ عَلَيْهِ، كَالْمَلَائِكَةِ، أَوْ صَالِحِي الْجِنِّ، أَوْ أَرْوَاحِ الصَّالِحِينَ: فَهِيَ أَجْسَامٌ نُورَانِيَّةٌ ثَبَتُ أَنَّهَا قَادِرَةٌ عَلَى التَّسَبُّبِ بِإِذْنِ رَبِّهَا كَمَا تَجْدْهُ فِي كِتَابِ “الرُّوح” لابْنِ القَيِّمِ، وَفِي حَدِيثِ “الْمِعراجِ” المَعْرُوفِ وغيره من النصوص خير دليل على ذلك.

“Lihatlah, Imam Ahmad meminta kepada makhluk gaib yang tak terlihat seperti malaikat, jin solih atau roh orang-orang solih. Mereka semua adalah makhluk-makhluk gaib yang mampu menjadi sebab dengan izin Allah SWT sebagaimana dapat kita baca dalam kitab Ar Ruh karya Ibnul Qayyim. Dalam hadis Mikraj yang sudah populer juga terdapat dalil untuk masalah ini.”

Mulla Ali Al Qori berkata:

قَالَ بَعْضُ الْعُلَمَاءِ الثِّقَاتِ: هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ يَحْتَاجُ إِلَيْهِ الْمُسَافِرُونَ، وَرُوِيَ عَنِ الْمَشَايِخِ أَنَّهُ مُجَرَّبٌ)) [مرقاة المفاتيح (5/295)، ط. دار الفكر].

“Sebagian ulama terpercaya berkata: Hadis ini hasan dan dibutuhkan oleh para musafir. Telah diriwayatkan dari para syekh bahwa hadis ini mujarab (teruji dan terbukti kebenarannya).” (Mirqotul Mafatih, 5/295)

Jadi, hadis di atas telah diamalkan oleh para ulama sebagaimana kata Imam Thabarani, Imam Nawawi, Mulla Al Qori dan lain-lain. Ini jelas-jelas berupa istighotsah (minta tolong) dengan makhluk tak terlihat oleh manusia. Bahkan Ibnu Taimiyah juga menyebut hadis di atas dalam kitabnya “Al Kalimut Thayyib” dan juga Ibnul Qayyim dalam kitabnya “Al Wabilus Shayyib”.

Tapi anehnya, perbuatan ini oleh Wahabi dianggap sebagai syirik besar yang mengeluarkan seseorang dari Islam.

Berkenaan tentang firman Allah:

﴿قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِهِ﴾ [الإسراء : 56]

“Katakanlah: panggillah mereka yang kalian yakini selain Dia (Allah).” (QS. Al Isra: 56)

Syekh Muhammad bin Abdil Wahab berkata:

وَالآيَةُ هُنَا قُصِدَ بِهَا التَّعْمِيم لِكُلِّ مَا يُدْعَى مِنْ دُونِ اللهِ، فَكُلُّ مَنْ ‌دَعَا ‌مَيْتًا أَوْ غَائِبًا مِنَ الْأَنْبِيَاءِ وَالصَّالِحِينَ سَوَاء كَانَ بِلَفْظِ الِاسْتِغَاثَةِ أَوْ غَيْرِهَا فَقَدْ تَنَاوَلَتْهُ هَذِهِ الآيَة!!!، كَمَا تَتَنَاوَلُ مَنْ دَعَا الْمَلَائِكَةَ!!!)) [المسائِل التي لَخَّصها مُحمد بن عبد الوهَّاب مِن كلَام ابْنِ تيمية (ص: 102)، جامعة محمَّد بن سُعود].

“Ayat di atas bermaksud menggeneralisir apapun yang dipanggil selain Allah. Setiap orang yang memanggil mayit atau makhluk gaib dari kalangan para nabi dan orang-orang solih, baik menggunakan redaksi minta tolong atau selainnya, maka telah terkena ayat ini, sebagaimana orang yang memanggil para malaikat.” (Al Masail, h. 102)

Syekh Bin Baz pernah ditanya:

اشتهر عند بعض العَوام أن يقول أحدهم قبل النَّوم: “يا ملائكة الحِفظ أيقظوني في السَّاعة كذا أو عندَ وقتِ كذا؟

“Telah populer di kalangan orang awam mereka berdoa sebelum tidur: ‘Wahai malaikat penjaga, bangunkanlah saya pada jam sekian atau di waktu sekian.”

Syekh Bin Baz menjawab:

هَذَا لَا يَجُوزُ بَلْ هُوَ مِنَ الشِّرْكِ الأَكْبَر!!!؛ لِأَنَّهُ دُعَاءٌ لِغَيْرِ اللهِ!!! وَطَلَبٌ مِنَ الْغَائِبِ!!!، فَهُوَ كَالطَّلَبِ مِنَ الْجِنِّ وَالْأَصْنَامِ وَالْأَمْوَاتِ!!!)) [مَجموع فتاوى ومقالات متنوعة لابن باز (7/180-181)، ط. دار القاسم للنَّشر] وتأمَّل تعليله للحكم: فكُلّ طَلَبٍ مِنَ الغائبِ فهو = شِركٌ أكبر مبيح للدَّم والمال!!!.

“Ini tidak boleh! Bahkan ini termasuk syirik besar! Sebab ini adalah doa kepada selain Allah! dan meminta kepada makhlu gaib. Ini seperti minta kepada jin, berhala dan mayit.” (Majmu Fatawa Bin Baz, 7/180-181)

Lajnah Daimah (Lembaga Fatwa Wahabi) juga mengeluarkan fatwa:

الِاستعانةُ بِالجنِّ أَوِ الْمَلَائِكَةِ، وَالِاستِغاثَةُ بِهم لِدَفعِ ضُرٍّ أَو جَلْب نَفْعٍ أَو لِلتَّحَصُّن مِن شَرِّ الْجِنِّ: شِركٌ أكْبَر يُخرجُ عَن مِلَّةِ الإِسلَامِ!!! – والعِياذُ بِالله – سَوَاء كَانَ ذلِكَ ‌بِطريقِ ‌نِدَائِهِم!!! أَو…)) [فتاوى اللَّجنة الدَّائمة (1/75) فتوى رقم (3321)، دار المؤيد].

“Meminta tolong kepada jin dan malaikat untuk menolak bala atau mendatangkan manfaat atau perlindungan adalah termasuk syirik besar yang mengeluarkan seseorang dari Islam. Na’udzu billah min dzalik.” (Fatwa Lajnah Daimah, 1/75 fatwa nomor 3321)

Leave a comment