manakah yang lebih rajih?


TARJIH YANG DIRAGUKAN

Ustadz, mau nanya; ada dua pendapat dalam perkara ini, manakah yang lebih rajih?

Sebagian penuntut ilmu era sekarang seringnya terburu-buru memberikan pernyataan tatkala mendapatkan pertanyaan-pertanyaan semisal.

“Semua pendapat itu bagus namun yang kita ikuti adalah yang paling rajih dan paling kuat dalilnya”.

Begitulah pernyataan yang sering muncul.

Pernyataan diatas sekilas ada benarnya namun akan menjadi salah kaprah ketika kliru menempatkannya.

Padahal jawaban yang tepat adalah masing-masing pendapat sudah rajih menurut masing-masing madzhab.

Bagaimanapun, menilai kuat dan lemahnya suatu pendapat harus dibangun berdasarkan ilmu. Dan ilmu yang dimaksud adalah ijtihad sebagaimana yang dijelaskan oleh ushuliyyun. Tarjih adalah perbuatan mujtahid, sehingga siapapun yang belum sampai level tersebut dilarang untuk mentarjih.

Pertanyaannya adalah yang sering menceburkan diri dalam mentarjih pendapat para imam madzhab apakah sudah sampai pada level mujtahid ?

Jika ada yang berani mentarjih sedang ia bukanlah seorang mujtahid maka tarjihatnya patut diragukan.

Disamping itu ada sedikit konsep berfikir yang syadz tatkala sebagian ustadz mendoktrin orang awam dengan mempertanyakan mana dalilnya. Karena sejatinya mendoktrin awam mempertanyakan dalil secara spesifik apalagi menanyakan akan kaifiyyat beristimbat menunjukan kerancuan akan penguasaannya terhadap ushul fikih.

Dalam urusan fatwa saja, seorang mufti tidak wajib membeberkan dalil yang dalalahnya dzonni kepada awam karena semuanya itu membutuhkan ijtihad sedangkan awam tidak memiliki perangkat ijtihad.

Berkata Al Imam Asy Syathibi rahimahullaah :

فتاوى المجتهدين بالنسبة إلى العوام كالأدلة الشرعية بالنسبة إلى المجتهدين.

والدليل عليه: أن وجود الأدلة بالنسبة إلى المقلدين وعدمها سواء؛ إذ كانوا لا يستفيدون منها شيئا

Artinya : Fatwanya ulama mujtahid dihadapan awam menjadi dalil yang syar’i baginya.

Sebab, ada dan tidak adanya dalil itu sama saja bagi seorang muqollid, semua itu dikarenakan mereka tidak mempunyai perangkat untuk mengambil istifadah (istimbat) terhadap dalil tersebut.

Konsep yang disampaikan oleh imam Asy Syathibi ini susah diterima oleh sebagian kalangan bahkan ilmu ushul fikih mau dilabrak dengan pemahamannya yang nyeleneh. Inilah penyebab kelancangan sebagian awam yang wajib diluruskan.

Leave a comment