MASALAH TAQLID


MASALAH TAQLID

Sedikit membahas taqlid :

Dalam masalah usuluddin atau i’tiqod, kita tidak diperbolehkan untuk memakai pendapat² atau mencari pendapat kemudian diamalkan

Namun dalam masalah furu’, bisa kok kita taqlid ke pendapat lain

Namun ini semua bukan untuk mengentengkan dalam beragama

Pengertian taqlid :

Pengertian dari taqlid adalah mengambil perkataan dari ulama yang mujtahid dan mengamalkannya tanpa mengetahui dalilnya

Maka disaat seseorang yang mengamalkan satu pendapat merasa bahwa amal yang dia lakukan itu sesuai dari pendapat dari salah satu ulama mujtahid, maka dia sudah dikatakan taqlid kepada ulama tersebut, tanpa harus menggunakan lafadz taqlid

(Ini penjelasan dari sayyid umar al bashri dan ibnul jamal)

Point penting dalam bermadzhab dari al imam ibnu hajar al haitami adalah beliau mengatakan bahwa wajib bagi kita untuk meyakini bahwa perbedaan-perbedaan pendapat yang ada di kalangan para ulama adalah nikmat yang sangat besar, terlebih buat orang-orang awamm dan yang memiliki penyakit was-was, karena bisa jadi itu adalah obatnya dalam menghilangkan penyakit was-was

Bahkan al imam bamakhromah pernah mengatakan : wahai orang-orang yang alim, janganlah pernah kalian mempersulit orang awamm

Karena itu orang alim harus banyak-banyak wawasan

Kemudian, tentang madzhab :

Pengertian dari madzhab : adalah singkatan dari ما ذهب إليه (pendapat yang diambil), maka arti dari bermadzhab adalah mengambil pendapat dari satu ulama

Madzhab-madzhab yang diikuti sebenarnya bukan terbatas hanya 4 saja, namun banyak dari madzhab-madzhab lain yang diikuti seperti madzhab sufyan as tsauri, ishaq bin rohawaih, al awza’i dll

Namun disaat ulama melarang untuk mengikuti madzhab dari selain 4 madzhab adalah karena alasan tidak adanya kepercayaan akan kebenaran dari ucapan tersebut apakah benar ucapan itu muncul dari Imam madzhab tersebut, karena dari ashabnya yang tidak memperhatikan sanad sehingga tidak merasa aman dari yang namanya perubahan dan menisbatkan sesuatu ucapan kepada yang tak mengucapkannya

Berbeda dengan 4 madzhab tersebut, karena ashab mereka memperhatikan betul dalam sanad, membukukan ucapan²nya dll

Lalu bagaimana hukumnya taqlid dalam bermadzhab?

Kesimpulan dari yang bisa saya simpulkan adalah :

Diwajibkan bagi setiap orang yang baligh dan berakal (selain mujtahid mutlaq) untuk mengikuti madzhab tertentu dari 4 madzhab yang kita ketahui ; syafi’i, maliki, hanafi dan hanbali

Dan kita yang bukan kapasitas mujtahid mutlaq Tidak diperbolehkan untuk mengambil dalil sendiri dari al quran dan hadits kemudian memunculkan hukum sendiri dari apa yang kita pahami

Karena itu adalah tugas mujtahid mutlaq seperti imam syafi’i dll

Kemudian, diperbolehkan bagi kita untuk mentaqlid pendapat dari dalam 4 madzhab atau selain 4 madzhab dari orang-orang yang terjaga madzhabnya dalam masalah tersebut hingga dibukukan dan terpenuhi syarat-syaratnya

Terkadang ashab syafi’i mengambil pendapat dari luar madzhab yang boleh kita ikuti, ini disebut dengan (ikhtiyar) karena mereka dalam masalah itu dianggap sebagai mujtahid yang bisa kita ikutin pendapatnya

Seperti ikhtiyar nya imam nawawi misalnya

As sayyid umar al bashri dalam hasyiah nya menuqil dari fatwa ibnu ziyad mengatakan :

Sesungguhnya orang awamm jika amal perbuatannya sesuai dengan pendapat dalam madzhab tertentu yang sah untuk di ikuti, maka amalnya diterima dan dikatakan sah walaupun dia tidak tau nama imamnya siapa yang mengatakan sah, dengan alasan mempermudah hamba allah dalam beribadah

Kemudian, yang dimaksud orang awamm adalah siapapun yang tidak memungkinkan untuk mengetahui hukum-hukum syariat dari dalil-dalilnya, tidak mengetahui metode dan sanadnya, maka boleh bahkan wajib baginya untuk taqlid

Adapun orang alim yang tahu agama namun tidak sampai ke derajat ijtihad maka dia juga diposisikan sama seperti orang awamm dalam kewajiban taqlid, tidak bisa ijtihad sendiri

Maka dalam qoidah dikatakan أن العامي لامذهب له )Sesungguhnya orang awamm tidak memilki madzhab tertentu) itu harus dikatakan dan diamalkan dalam zaman sekarang, artinya adalah segampang itu dalam bermadzhab, dalam menghadapi orang awamm dalam melakukan ibadah, yang harus kita tekankan kepada orang awamm agar hilang yang namanya was-was, tentu bukan dengan niat mengentengkan agama, namun untuk mempermudah awamm dalam ibadah

Maka disaat orang awamm melakukan ibadah, yang dia merasa ini sesuai dengan ucapan imam fulan, ya sah-sah saja ibadahnya, maka bisa jadi amal nya sesuai dengan kebenaran, berarti was-was itu munculnya karena kurangnya wawasan dalam bermadzhab dan terlalu keras dalam menanggapi orang awamm

Bolehkah mengikuti pendapat dari sahabat ?

Boleh dengan syarat : mengetahui jika ucapannya beneran dinisbatkan kepada orang yang boleh kita ikuti pendapatnya

Al imam ahmad bin abdul qodir bij bakri dalam kitab nya شرح عقد اللالي mengatakan :

Qoul qodim dari imam syafi’i mengatakan bahwa ucapan para sahabat adalah hujjah secara mutlaq bagi mujtahid ataupun selainnya dan qoul qodim ini juga sesuai dari madzhab imam malik dan kebanyakan ashab dari madzhab hanafi

Wallahua’lam

Referensi:

Al fawaid al makkiyyah hal 161-180

Leave a comment