Ketika Anak Anak Memiliki Masalah Dalam Hidup Mereka.


Pendahuluan

Tentu semua kita berharap hidup ini berjalan sesuai cita cita kita. Tentu kita berharap, hidup kita berdua – dengan pasangan- sesuai dengan rencana, hidup anak anak sesuai dengan rencana, hidup cucu cucu sesuai dengan rencana dan semuanya sesuai dengan rencana. 

Kendati demikian, kita juga sudah pasti memiliki emergent strategy ketika ada satu atau beberapa hal tak sesuai dengan rencana. Pasti para orang tua di sini telah memiliki rencana kedua atau rencana cadangan jika aspek ekonomi tak sesuai, atau jika aspek pendidikan anak anak tak sesuai bahkan jika rencana kehidupan yang lebih besar tak sesuai dengan rencana.

Jika hal yang saya ungkap di alenia pertama (rencana) dan yang saya ungkap di alenia kedua (emergent strategy) sudah bapak dan ibu jawab dengan jawaban iya, maka sesungguhnya saya harus menutup topic ini.

Namun untuk berbagi, kiranya perlu juga membayangkan hal yang tak sesuai dengan rencana dan mereka reka situasi apa yang terjadi ketika itu? Ketika tiba tiba pasangan kita pergi, situasi apa yang akan kira kira terjadi ? Ketika anak anak tak sesuai dengan pandangan dan rencana kita, situasi apa yang akan terjadi? 

Mungkin menyeramkan. Mungkin tulisan yang terlalu serius dan terlalu tua. Tinggalkan saja topic ini jika terlalu menyeramkan, atau terlalu tua atau terlalu serius.

Tapi –bukankah?- semua bisa terjadi. Pasangan kita bisa terjerumus persoalan, kita terperosok di kubangan, anak anak bisa terpeleset, keuangan keluarga bisa tiba tiba kacau, atau masalah lain. Tentu berdoa agar Allah tak memberi ujian yang terlalu berat adalah pilihan kita pada hari hari ini. Dan tentu memohon kemudahan dariNya adalah hal yang harus kita lakukan pada hari ini. 

Anak Kita Adalah Tetap Anak Kita.
Saya harus membatasi masalah. Saya batasi tulisan ini pada masalah anak anak remaja dan dalam sudut pandang orangtua yang bermasalah. Pembatasan ini saya lakukan karena saya hanya bisa menulis apa yang saya mengerti.

Anak anak kita tiba tiba bisa mengambil keputusan yang mengubah rencana atau melakukan kesalahan yang mengubah rencana atau melakukan keduanya secara bersamaan. Ketika itu terjadi, anak anak mengubah rencana kita. 
Anak anak –seiring kedewasaannya- bisa mengambil keputusan lain yang berbeda dengan rencana kita. Anak anak tentu bisa salah –seperti kita salah- mengambil keputusan. Boleh jadi karena akumulasi kebiasaan mereka atau karena pergaulan mereka. Pendek kata, anak anak bisa mengubah rencana kita.

Penyesalan. Getun. Malu. Sesal. Marah. Kecewa. Kaget. Dan sekian kata bisa ditulis untuk menggambarkan gejolak jiwa ketika itu. Belum lagi adanya pernyataan menyalahkan yang ditujukan kepada kita, ungkapan senang karena anak kita bermasalah, sebagian orang yang menghindar dan beberapa hal kecil lain yang biasanya muncul bersamaan pada waktu itu. Ini memang situasi yang sulit.

Pada situasi tersebut, kita bisa membaca dan memang ada banyak tips yang membantu atau menjadi guide bagi kita –orangtua- menghadapi anak anak remaja ketika bermasalah dalam hidupnya. Tulisan ini pasti miskin dan tak terlalu bergizi jika dibandingkan dengan ulasan dan tips para pakar. Saya juga memiliki beberapa hal yang menjadi panduan bagi kita -orang tua – ketika anak anak salah mengambil keputusan atau ketika anak anak mengambil keputusan yang berbeda dengan rencana kita. Tulisan ini tak akan mengomentari tips tips yang sudah ada itu. Dan saya tentu tak bisa menulis sesuatu yang saya tak tahu, maka saya hanya akan menambahkan beberapa hal yang saya tahu. 

Persoalan pertama ; 

——————————————————————————–

Yang pertama kali harus dibangun –ketika itu- adalah kepercayaan kepada anak kita. Pengenalan yang baik adalah modal kita untuk membangun kepercayaan. Mungkin ini tak berlaku umum, saya pernah mendapat cerita ; Ada seseorang yang kehilangan mobil karena penipuan. Kawan saya yang jadi korban ini melacak keberadaan pelaku dan berhasil. Dia datangi rumah itu. Namun kenyataan yang dia hadapi justru mengagetkan. ‘Njenengan pateni njih mboten punopo, mas…’(Anda bunuh juga nggak papa, mas), kata seseorang yang mengaku bapak si pelaku. Mungkin cerminan putus asa dan mungkin modus operandi. Tapi apapun itu, pernah saya dengar ungkapan keputusaasaan dari orang tua menghadapi anaknya.

Kita -sebagian besar kita- adalah penggiat kebenaran dan aktivis dakwah. Justru saya melihat ada , kesulitan yang khas pada diri kita. Semacam ada tambahan beban untuk membangun kepercayaan pada anak anak. Ada beban image public yang kerap menghambat itu. Ada tumbukan rasa gagal yang siap diberikan oleh public, keluarga dan oleh diri kita sendiri.

Maka bekerja keras untuk menerimanya dan percaya pada remaja kita adalah hal penting pada saat saat awal. Ini berat. Memang tergantung kasus, tetapi dalam variasi apapun, menerima anak yang mengubah rencana dan cita cita adalah hal berat. Emosi yang berkecamuk membutuhkan penyaluran dan memang harus disalurkan, tetapi disalurkan dengan dewasa.

Orang tua yang dikenal baik akan sulit menerima perilaku buruk remajanya. Orang tua yang dikenal pintar akan menghadapi situasi sulit ketika remajanya melakukan hal fatal. Dan orng tua yang bersemangat akan keki menghadapi remajanya yang lemas tak bersemangat. Semakin baik seseorang, ada kesulitan tambahan menerima anaknya yang sedang bermasalah. 

Namun, seberat apapun, mengasingkan mereka, melecehkan mereka, dan merendahkan mereka adalah pantangan. Sekali lagi, emosi itu butuh penyaluran tetapi penyaluran yang dewasa. Anak kita adalah anak kita, bukan jika ketika mereka sesuai dan mendukung rencana kita saja. Remaja kita juga anak kita ketika mereka mengubah rencana kita. Ini soal rencana mereka yang tak sesuai dengan rencana kita tapi bukan soal harga diri kita. 

Persoalan Kedua ; 

——————————————————————————–

Persoalan berikutnya adalah soal penyaluran. Salah satu saran yang banyak disampaikan oleh pakar adalah mencari kelompok diskusi dan berperan aktif dalam kelompok kelompok semacam itu. Pada soal ini, saya coba banyak berbagi.

Di dalam situasi ini, kemampuan untuk memilih kawan berpikir adalah kemampuan yang sangat dibutuhkan. Bukan tidak ada tipe orang yang menikmati masalah orang lain, bukan tidak ada yang cenderung suka aib tersebar merata dan bukan tidak ada kemungkinan buruk lainnya. Maka prioritas pertama adalah menyelesaikan masalah secara internal dengan pasangan dan anak anak. Keinginan untuk membagi masalah harus ditahan kuat. Memilih orang yang tepat adalah pilihan yang tak mudah dilakukan oleh orangtua. Orang pilihan itu adalah orang yang memiliki kualifikasi ; kuat menahan rahasia, memiliki keluasan wawasan dan solusi, tenang dan tak menyudutkan dan seorang yang mampu melihat secara positif.

Membatasi masalah adalah pilihan cerdas dalam situasi ini. Situasi yang ada ketika itu adalah adanya keinginan agar semua orang memahami masalahnya dan memaklumi kegundahannya. Ini wajar, seakan memang semua orang bisa membantu. Padahal tidak demikian adanya. Maka membatasi lingkup masalah adalah pilihan cerdas yang harus diambil. Proporsional dalam soal ini dalam situasi seperti itu adalah hal yang tak mudah.

Kemungkinan di soal ini adalah ; para orang tua menjadi curiga pada semua orang dan sangat tertutup. Pada dasarnya, jika memang bisa diselesaikan secara internal keluarga, maka biarkan saja itu diselesaikan dengan cara itu. Tapi tentu ini sangat sulit. Sesedikit apapun itu, para orang tua membutuhkan masukan, saran, alternative, dan pendapat. 

Penutup.
Ketika anak anak baik baik da
n manis manis, mungkin ada banyak orang yang berkumpul di sekitar kita. Akan berbeda halnya ketika anak anak memiliki sedikit masalah. Ini memang menyesakkan dada. Tapi inilah ujiannya. Bukan Cuma kita yang sempit, anak kita yang bermasalah -sebenarnya- juga sesak. ‘Mas, ini memang berat. Dan abi tahu kamupun berat menghadapi ini. Ayo bangkit dan mencari penyelesaian. Ok?’, adalah salah satu redaksi yang luar biasa. Jika kita bisa mengungkapkannya dengan tulus pada anak anak, insyaallah ini sangat akan membantu mereka.

Alenia diatas adalah contoh bijak sikap pada anak anak. 

Bagaimana bersikap pada orang lain yang cenderung mengarahkan matanya pada keluarga dakwah?. Sikap pada orang lain adalah membatasi lingkup masalah dan tak menyebarkan sesuai hasrat. Tapi juga tak menutup karena rasa malu dan perasaan gagal. Proporsional adalah kata kuncinya. Membatasi lingkup masalah bukan karena malu tetapi karena pertimbangan solusi. Dan membukanya karena pertimbangan solusi dan bukan karena mengikuti hasrat penyaluran. Ini memang sulit. Di sini rasanya kita bisa belajar.

Di sisi lain, kita harus membantu kawan kita yang sedang bermasalah semacam ini untuk membatasi informasi. Bukan malah memintanya bercerita pada siapapun. Mereka sedang butuh penyaluran tapi penyaluran yang membantu mereka. Kita juga tak perlu menyalahkan sikap orangtua yang merahasiakan atau sekadar tidak becerita kepada kita tentang masalahnya dengan remaja mereka. Itu hak mereka. Jika kita tak terpilih untuk membicarakannya, artinya kita harus pura pura tak tahu dan tak menyelidiki. Kecuali, kita lihat masalah besar dan itupun sebaiknya meminta orang lain untuk terlibat dalam masalah mereka.

Masalah semacam ini bisa terjadi dalam kondisi apapun. Apalagi jika itu sekadar berupa ketidaksesuaian rencana. Karena pada dasarnya remaja adalah mereka yang selalu ingin mencoba dan eksperimen. Dalam keluarga baik baik sekalipun, anak anak itu tetaplah mereka yang belum utuh berpikir tetapi selalu ingin mencoba. Maka, jika soalnya adalah soal ketidaksesuaian, rasanya kita harus memakluminya. Rasanya kita harus membantu kawan seiring kita untuk memahaminya. Dan rasanya kita harus memahamkan soal soal semacam ini kepada kita semua.

Semoga Allah memudahkan urusan urusan kita,.,.,. Amiin,.,. 

Ustadz Eko Novianto Nugroho di sebuah forum

Leave a comment