MENGELOLA EMOSI DALAM MENDIDIK ANAK


Tidak bisa dipungkiri, mendidik anak kadang memancing emosi kita. Rasanya sulit ditahan, karena semakin ditahan justru semakin ingin diledakkan. Sehingga yang muncul akhirnya adalah luapan kemarahan. Tapi ngat bunda, amarah seringkali mendekatkan diri kita kepada hal-hal yang berbahaya.Tanpa kita sadari terkadang anak akan menjadi sasaran kemarahan kita.Hal ini akan sangat tidak baik terhadap perkembangan perilakunya. Karena anak akan banyak belajar dari apa yang mereka lihat dan dengarkan. Ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan dalam mendampingi anak- anak di kehidupan sehari-harinya.

1. Apakah anda sudah siap lahir batin menjadi ibu? Apakah mendidik anak ini anda hadapi sebagai sebuah tanggung jawab yang mulia, atau justru menjadi beban anda? Hal ini penting saya tanyakan, karena ibu yang secara emosional dan spiritual belum siap mendidik anak, biasanya akan lebih cepat emosi dan stress dalam menghadapi masalah sehari-hari. Untuk itu latih kecerdasan emosional dan spiritual anda untuk memaknai peran ibu. Karena Ilmu pengetahuan tentang parenting saja tidak cukup.

2. Apakah anda merasa “tertindas” oleh perlakuan suami/mertua/saudara ipar selama menjalankan rumah tangga ini? Apakah anda sering direndahkan oleh mereka dan diperlakukan “tidak semestinya”? Apakah selama ini anda pendam perasaan tersebut, tidak dikomunikasikan? Kalau ya, segera selesaikan, bicarakan pada mereka baik-baik, agar antara anda dan suami/mertua/saudara ipar sama-sama mau berubah.
Menurut Paulo Freire dalam bukunya “Pendidikan Kaum Tertindas” menyebutkan bahwa idola kaum yang tertindas adalah penindasnya sendiri. Sehingga kalau anda selama ini merasa tertindas oleh perbuatan suami/mertua/saudara ipar, biasanya akan melakukan hal yang sama ketika berhadapan dengan anak-anak di rumah. Karena yang ada di kepala anda, anak-anak ini lemah, ketika rewel dan menyentil emosi anda, secara reflek yang anda lakukan sama persis dengan perlakuan yang anda terima dan tidak anda sukai dari pihak lain. Hati-hati.

3. Pahami anak anda dengan baik, hal ini akan mengurangi banyak sekali emosi yang keluar ketika bersama dengan mereka.Selaras dengan tumbuh kembangnya, pada anak balita biasanya akan mulai terjadi perubahan-perubahan perilaku. Di antaranya adalah muncul sikap penolakan anak terhadap lingkungan sosialnya. Gejala seperti ini biasanya dimulai saat anak berusia 2,5 tahun sampai 3 tahun. Keakuan anak-anak ini mulai muncul dan mereka mulai ingin membedakan dirinya dengan orang lain. Pada saat itu pula, si kecil sudah mulai mencoba keinginannya sendiri. Perubahan-perubahan ini yang lantas dipersepsi oleh para orang tua bahwa anak menjadi mulai sulit diatur, maunya sendiri dan sebagainya, yang tidak jarang kemudian sering menimbulkan kerepotan dalam memperlakukan mereka. Kondisi ini sering saya sebut sebagai “masa badai” , pahami saja kapan masa-masa itu keluar, kemudian siap menghadapi. Ada yang muncul di usia ganjil ada juga yang muncul di masa peralihan, bayi ke anak, anak ke remaja dan remaja ke dewasa.

4. Bagi anda yang beragama Islam, sudah ada tuntunannya untuk mengelola emosi yaitu Pertama, bacalah ta’awudz ketika marah. Kedua, ubahlah posisi ketika marah. Ketiga, diam atau tidak bicara. Ketika Anda diam, maka Anda akan menjaga diri dari berbicara atau berbuat sesuatu yang menyakitkan anak yang kemudian akan disesali, dan sekaligus Anda dapat menjadi model bagaimana mengontrol emosi diri sendiri bagi anak. Ambillah waktu sejenak untuk merencanakan dan merenungkan apa yang harus Anda lakukan. Keempat,berwudhulah. Jika keempat langkah tadi belum mampu meredakan amarah, ambillah langkah pamungkas, yaitu dengan melaksanakan shalat dua rakaat. Insya Allah dengan shalat amarah akan dapat diredakan.

5. Amati kehidupan kita, suami dan anak-anak, carilah apa yang menyebabkan diri kita, suami dan anak-anak menjadi cepat marah. Apakah ada sikap dan kondisi rumah yang sangat cepat memicunya . Misal suami baru pulang kerja lihat rumah berantakan, pekerjaan yang ditunda-tunda akhirnya menumpuk, kalimat-kalimat yang egois, dll, hal-hal tersebut kadang menjadi pemicu kemarahan, maka SELESAIKAN. Hati-hati MARAH itu menular.

Salam Ibu Profesional /Septi Peni Wulandani/

Leave a comment