SIAPA BERHAK MENERAPKAN HADD (HUKUMAN SYARIAT) ?


SIAPA BERHAK MENERAPKAN HADD (HUKUMAN SYARIAT) ?

Penjelasan mengenai hal ini nampaknya perlu disampaikan agar tidak lahir kesalahpahaman, hal ini berhubungan juga dengan potongan video khutbah seorang ustadz yang kami share kemarin hari.

Perlu dipahami bahwa memang di dalam matn-matn ringkas mu’tamad madzhab seringkali didapati kata يُقْتَل (dibunuh) untuk beberapa kasus yang berkaitan dengan pelanggaran hal yang primer dalam fiqih (Ma’lum Min Ad Din Bi Dhoruroh) seperti kewajiban rukun islam atau hal haram yang sudah ijma’.

Namun sebagaimana lumrahnya kitab ringkas tentu tidak membahas detail karena untuk memudahkan pemula menguasai secara umum dan cepat, nah di sini perlunya seorang guru untuk mengarahkan sehingga pemahaman tidak sepotong atau malah salah paham.

Teks يُقْتَل kalau hanya dipahami singkat tanpa penjelasan lebih lanjut berpotensi melahirkan pemahaman radikal yaitu main hakim sendiri seolah jika menemukan orang pelanggar syariat misal tidak sholat lantas orang tersebut berhak dibunuh oleh siapa saja, padahal pemahaman yang utuh bukan demikian.

Kata يُقْتَل memang jika dimaknai secara tekstual artinya dibunuh, tapi siapa yang membunuh ? Di sini perlunya penjelasan.

Saya contohkan satu kasus di bab sholat saat seseorang meninggalkan sholat karena malas (bukan karena menganggapnya tidak wajib) maka disebutkan يُقْتَل di matn abi syuja’ jika menolak bertaubat, lalu kalau kita buka syarahnya di kifayatul akhyar sebagai berikut:

ﻭﺗﺎﺭﻙ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺇﻥ ﺗﺮﻛﻬﺎ ﻏﻴﺮ ﻣﻌﺘﻘﺪ ﻟﻮﺟﻮﺑﻬﺎ ﻓﺤﻜﻤﻪ ﺣﻜﻢ ﺍﻟﻤﺮﺗﺪ ﻭﺇﻥ ﺗﺮﻛﻬﺎ ﻣﻌﺘﻘﺪﺍ ﻟﻮﺟﻮﺑﻬﺎ ﻓﻴﺴﺘﺘﺎﺏ ﻓﺈﻥ ﺗﺎﺏ ﻭﺇﻻ ﻗﺘﻞ “ﺣﺪّﺍ” ﻭﺣﻜﻤﻪ حكم المسلمين

“Dan orang yang meninggalkan pelaksanaan sholat, jika meninggalkan karena tidak meyakini kewajibannya maka ia dihukumi murtad namun jika meninggalkan sholat dengan tetap meyakini kewajibannya maka diminta taubat jika mau, jika tidak maka dibunuh dalam lingkup Hadd, dan tetap dianggap sebagai seorang muslim”

Fokus pada kata حدا, artinya dihukum dalam lingkup penerapan Hadd yang hukumannya قتل (dibunuh), nah lantas siapa yang menerapkan Hadd dalam sebuah pemerintahan islam ?

Dalam Mausu’ah Fiqhiyyah disebutkan berikut:
اتفق الفقهاء على أنه لا يقيم الحد إلا الإمام أو نائبه، وذلك لمصلحة العباد، وهي صيانة أنفسهم وأموالهم وأعراضهم، والإمام قادر على الإقامة لشوكته ومنعته، وانقياد الرعية له قهرا وجبرا.

Bahwa ahli fiqih sepakat hadd tidak berhak diterapkan kecuali oleh imam atau yang mewakilinya (ditunjuk) sehingga bukan main hakim sendiri tapi melalui proses pengadilan.

Kalau pun ada yang main hakim sendiri maka orang itu bersalah dan berdosa.

Oleh karena itu, kata يُقْتَل di matn kitab ringkas lebih tepat dan lebih selamat jika diterjemahkan sebagai dihukum mati alih-alih pakai diksi dibunuh.

Wallahua’lam.

Leave a comment