Saya Tidak Rela Mereka Dihina


Inikah nasib ulama zaman sekarang? Kalo ada fatwa yg ga disukainya…rame2 pada ngehujat. umat ini, sudah separah itukah sikapnya dg ulamanya ? Walo pun tidak sepaham..pantaskah untuk menghujat ? Seakan penghujat lebih bagus drpd yg di hujat…

Saya sedang prihatin dg komentar2 di berbagai forum ttg rencana pengharaman FB. Padahal belum tentu apa benar FB atau jejaring lain akan di haramkan. Menurut berita yang saya terima

“Para tokoh muslim atau Imam di Indonesia berpandangan sebaiknya ada fatwa atau batasan aturan dalam jejaring sosial maya, di mana dalam pandangan mereka pergaulan terbuka mampu mengundang birahi atau hasrat yang di dalam ajaran Islam diharamkan,” ujar juru bicara Pondok Pesantren Lirboyo, Jawa Timur Nabil Haroen seperti dilansir Associated Press, Jumat (22/5/2009).

Sesuai ajaran muslim, cara mengantisipasi dari hal yang tidak diinginkan, pihak pesantren masih memperbolehkan para siswanya terdaftar sebagai pengguna Facebook, namun dengan batasan penyaringan dari situs yang berbau porno atau yang mengundang syahwat birahi.

Apakah ada yang salah dengan rencana aturan ini. Kalaupun salah atau kita berbeda pendapat tentu tidak layak kita mencelanya.

Sa’id bin Al-Musayyab (wafat 93H) berkata, “Seorang ulama, orang yang mulia, atau orang yang memiliki keutamaan tidak akan luput dari kesalahan. Akan tetapi, barangsiapa yang keutamaannya lebih banyak dari kekurangannya, maka kekurangannya itu akan tertutup oleh keutamaannya. Sebaliknya, orang yang kekurangannya mendominasi, maka keutamaannya pun akan tertutupi oleh kesalahannya itu.”

Kewajiban setiap umat Islam untuk menghormati seorang ulama. Karena, ulama berbeda dengan orang biasa. Allah SWT berfirman, ‘‘Katakanlah, ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’ Sesungguhnya hanya orang berakal yang dapat menerima pelajaran.” (QS Az-Zumar [39]: 9).

Rasulullah SAW bersabda, ”Ajarkanlah ilmu oleh kalian dan carilah ilmu (niscaya mendapatkan) ketenangan dan ketenteraman, dan rendahkanlah hatimu pada orang-orang yang engkau belajar padanya.” (HR Thabrani).

Ibnu Abbas menjelaskan yang disebut ulama adalah orang yang tidak menyekutukan Allah SWT, menghalalkan yang dihalalkan Allah SWT, mengharamkan apa yang diharamkan Allah SWT, mampu memelihara wasiat, meyakini pertemuan dengan-Nya dan pertanggungjawaban amal perbuatannya.
Ulama begitu mulia dan terpandang dalam ajaran Islam dikarenakan mereka ahli waris para nabi (waratsatul anbiya’). Merekalah yang menjadi pelanjut dan penerus para nabi dalam menyebarkan risalah kebenaran di muka bumi hingga akhir zaman.

Allah SWT berfirman, ‘‘Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Mujadilah [58]: 11)

Hormatilah para ulama yang telah menafkahkan hidupnya untuk agama ini. Kalo kepada mereka, kita meminta fatwa kepada siapa lagi.

(ulama yang dimaksud adalah ulama yang sholeh bukan ulama su’)

4 thoughts on “Saya Tidak Rela Mereka Dihina

  1. ada fenomena menarik yg perlu dicermati … Sebagian ulama terdahulu selalu brusaha menjaga independensinya dng mjd oposan kekuasaan dgn maksud agar ulama tetap memiliki harga diri dan bisa menasehati penguasa jika mereka keliru. Beda dng sbagian ‘ulama’ sekarang yg justru mengabdi untuk kekuasaan. Padahal inti peradaban Islam bukan pada kekuasaan melainkan tradisi ilmu yg dimiliki ulama. Sehingga kalaupun umat mendpt penguasa dzalim, maka masih ada ulama yg membimbing umat dan menasehati penguasa …

    Like

  2. saya juga tidak rela bila banyak mereka ( pengguna FB ) yang menghujat para ulama, dengan mengatakan hal hal yang tidak pantas, saya sangat prihatin

    Like

  3. @susiyantohere —tidak semua ulama salaf di jaman sahabat dan tabi’in menghindari kekuasaan…mereka menghindari kekuasaan apabila sudah tidak merasa mampu menasehati secara baik kpd penguasa..

    Like

  4. Pak mujitrisno benar, makanya saya tekankan kata ‘sebagian’. Namun para ulama dlm lingkaran kekuasaan tetap mengedepankan keilmuannya. Bukan semata-mata karena kekuasaan. Pokok Peradaban Islam adalah keilmuan. Sedangkan kekuasaan adalah subordinasi dari keilmuan. Umumnya, ulama yg dekat dng kekuasaan tetap mengambil peran yg dekat dng keilmuan, seperti qadi, mufti, dll. Kecuali dlm kasus-kasus khusus. Namun umumnya ulama-ulama hadits yg menempati reputasi terbaik dlm jarh wa ta’dil mereka menjaga jarak dengan kekuasaan. Agar mereka selamat dari fitnah.

    Like

Leave a comment