AR-RIDHAA (Rela)


AL IMAM ASY SYAFI’IY BERKATA KEPADA YUNUS BIN ABDIL A’LA رحمهما الله :

“Ridho manusia itu adalah puncak yang tak bisa digapai. Dan tiada jalan untuk selamat dari mereka. Maka engkau harus memegang apa yang bermanfaat bagimu, lalu tekunilah dia.” (“Siyaru A’lamin Nubala”/10/hal. 89/Biografi Al Imam Asy Syafi’iy/Ar Risalah).

AHMAD BIN HARB BIN FAIRUZ AN NAISABURIY رحمه الله BERKATA:

“Aku beribadah kepada Alloh selama limapuluh tahun, maka aku tidak mendapatkan kemanisan ibadah hingga aku meninggalkan tiga perkara: Aku meninggalkan keridhoan manusia hingga akupun sanggup untuk berbicara dengan kebenaran. Dan aku meninggalkan persahabatan dengan orang-orang fasiq hingga akupun mendapatkan persahabatan dengan orang-orang sholih. Dan aku tinggalkan manisnya dunia hingga akupun mendapatkan manisnya akhirat.” (“Siyaru  A’lamin Nubala”/11/hal. 34/Biografi Ahmad bin Harb/Ar Risalah).

Imam adz-Dzahabi dan Ibnu Katsir menukil dalam biografi shahabat yang mulia dan cucu kesayangan Rasulullah , al-Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib , bahwa pernah disampaikan kepada beliau  tentang ucapan shahabat Abu Dzar : “Kemiskinan lebih aku sukai daripada kekayaan dan (kondisi) sakit lebih aku sukai daripada (kondisi) sehat”. Maka al-Hasan bin ‘Ali  berkata: “Semoga Allah merahmati Abu Dzar, adapun yang aku katakan adalah: “Barangsiapa yang bersandar kepada baiknya pilihan Allah untuknya maka dia tidak akan mengangan-angankan sesuatu (selain keadaan yang Allah  pilihkan untuknya). Inilah batasan (sikap) selalu ridha (menerima) segala ketentuan takdir (Allah ) dalam semua keadaan (yang Allah ) berlakukan (bagi hamba-Nya)”.

Sinopsis

Ridha adalah basil dari cintanya mukmin kepada Allah SWT Cinta berarti menerima semua keinginan dan tuntutan dari yang dicintainya (Allah SWT). Tuntutan dan kehendak Allah SWT ini terdapat di dalam Al-Quran. Kehendak Al­lah SWT terhadap manusia, alam semesta dan dari diri kita. Kehendak Allah SWT terhadap manusia yaitu diberikan ketentuan-ketentuan yang pasti seperti qadha’ dan qadar. Terhadap alam, Allah SWT menghendaki alam sebagai kajian untuk dikaji dan mengambil manfaat darinya, juga meng-gambarkan kehe-batan dan kekuasaan Allah SWT di alam. Yang Allah SWT kehendaki dari diri manusia adalah melaksanakan petunjukNya, menjalankan syariat dan iltizam. Dengan menerima semua ketentuan-ketentuan yangdiberikan kepada kita, alam dan yang dikehendaki dari kita, maka individu tersebut beriman sebenarnya

Ar-Ridhaa (Rela)

Syahadat yang benar akan melahirkan kerelaan hati untuk menerima Allah sebagai tuhan. Keridhaan hati yang dimaksud meliputi kerelaan hati menerima apa yang Allah kehendaki pada makhluk-Nya –pada diri kita dan pada alam semesta– serta ridha menjalankan kewajiban yang berkenaan dengannya, beribadah semata-mata karena Allah swt.

1. Apa yang terjadi pada kita sudah ditentukan sejak masa azali dan sudah tertulis di Lauhul Mahfuzh. Banyak di antaranya yang masih ghaib bagi kita namun telah tersurat dalam qadha dan qadar-Nya. Qadha dan qadar, yang baik maupun yang buruk, semua adalah kehendak-Nya. Hal-hal yang menurut pandangan dan perhitungan kita buruk, bisa jadi sebenarnya baik. Sebaliknua, sesuatu yang menurut pandangan kita baik boleh jadi sebenarnya tidak baik.

“Boleh jadi engkau membenci sesuatu padahal sesuatu itu amat baik bagimu. Boleh jadi pula engkau mencintai sesuatu padahal sesuatu itu amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)

Apa yang Allah perbuat, tidak sepatutnya dipertanyakan karena Ia Maha Mengetahui, Maha Adil, dan Maha Bijaksana. Semua yang diperbuat-Nya adalah untuk suatu hikmah yang sebagiannya dapat kita ketahui namun banyak di antaranya yang tidak kita ketahui. Apabila kita dapat mennyikapinya secara positif, semua akan jadi kebaikan.

Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh menakjubkan urusan orang yang beriman. Semua urusannya pasti menjadi baik. Hal seperti ini tidak terdapat pada diri seseorang kecuali pada diri orang beriman. Kalau mendapat kebaikan ia bersyukur sehingga dengan itu ia mendapat kebaikan. Namun kalau mendapat keburukan ia bersabar sehingga dengan itu ia akan mendapat kebaikan.” (HR. Muslim)

2. Allah menghendaki pada alam ini agar manusia menjadikannya sebagai media eksperimen dan tempat untuk mendapatkan pengalaman. Karena sesungguhnya segala yang terjadi pada alam ini berjalan sesuai dengan hukum (sunnatullah) yang telah ditentukan.

“Allah telah menciptakan segalanya dan Dia telah menentukan kadarnya masing-masing dengan sedemikian rupa.” (Al-Furqan: 2)

“Tiada satu daun pun yang jatuh kecuali diketahui-Nya, tidak jatuh satu biji pun dalam kegelapan bumi, dan tidak pula sesuatu yang basah maupun yang kering kecuali sudah tertera di dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (Al-An’am: 59)

Dengan memperhatikan sunnatullah yang ada di alam ini, maka manusia dapat melakukan pengembangan melalui penelitian untuk dimanfaatkan semaksimal mungkin bagi kepentingan ibadah dan pemakmuran bumi.

3. Syahadat juga menuntut konsekuensi agar kita rela menerima apa yang Allah kehendaki dari kita secara syar’i. Apa yang harus kita lakukan harus sesuai dengan syariat-Nya. Berkenaan dengan ketentuan-ketentuan syar’i inilah, manusia akan dimintai pertanggungjawaban. Sikap yang diinginkan dari manusia dalam hal ini adalah taat menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Kerelaan hati menerima apa saja yang Allah kehendaki pada diri kita, memahami apa yang Allah kehendaki pada alam semesta dengan penyikapan yang positif; dan melaksanakan apa yang Ia kehendaki dalam syari’at-Nya; itulah implementasi iman yang benar.

Ridha merupakan buah dari rasa cinta seseorang mukmin terhadap Allah SWT Fenomena ridha adalah menerima semua kehendak dan kemauan Allah SWT tanpa reserve. Hal ini terdapat dalam tiga dimensi. Ridha Allah SWT adalah harapan orang-orang mukmindan mereka rela berkorban untuk mendapatkannya. Makna ridha adalah menerima ketentuan Allah SWT atas dirinya. Sehingga apapun yang diputuskan kepada dirinya akan ikhlas atau rela diterimanya sebagai sesuatu kebaikan atau cobaan yang perlu dihadapinya.

Dalil

  • Q. 2:207. Dan di antara manusia ada orang yangmengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.
  • Q. 76:31. Dia memasukkan siapa yang dikehendakiNya ke dalam rahmat-Nya (surga). Dan bagi orang-orang zalim disediakan-Nya azab yang pedih.
  1. Maa Araadallah (Apa yang Allah Kehendaki)
  2. Maa Araadallahu Binaa’ (Kehendak dan Kemauan Allah SWT Terhadap Kita/Manusia)

Kehendak Allah SWT terhadap kita yaitu kejadian yang telah berlangsung, tidak dapat dihindarkan, tidak diketahui sebelumnya(ghaib) seperti kelahiran, kematian, perni-kahan dan kehidupan dengan segala seginya seperti kekayaan, kemis-kinan, kemenangan, kekalahan, keimanan, kekafiran. Semua yang telah terjadi ini tidak mungkin berlangsung kecuali dengan kehendak Allah SWT Semua kejadian apakah kebaikan maupun keburukanmerupakan dari sisi Allah SWT, misalnya kematian. Kita sebagai manusia wajib mengimani dan menerimanya. Tak ada seorangpun yang dapat menghindari rahmat Al­lah SWT dan kecelakaan yang dikenakanNya pada seseorang. Kita pasrah dan ridha terhadap apapun yang diputuskan Allah kepada kita. Setiap makhluk di tangan Allah SWTIah ketentuan rezkinya. Masing-masing makhluk termasuk manusia memiliki rezkinya yang telah ditentukan oleh Allah SWT, sehingga setelah kita berusaha maka kita wajib menerima dengan ikhlas berapapun rezki yang diberiNya. Semua kejadian pada diri orang-orang mukmin adalah ketentuan Allah SWT bagi mereka dan tidak ada satupun yang mampu mencegahnya.

Dalil

  • Q. 4:78. Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: “Ini adalah dari sisi Al­lah”, dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: “Ini (datangnya) dari sisi kamu(Muhammad)”. Katakanlah: “Semuanya (datang) dari sisi Allah”. Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?
  • Q. 35:2. Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorangpun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak seorangpun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bij aksana.
  • Q. 11:6. Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumimelainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Diamengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempatpenyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).
  • Q. 9:52. Katakanlah: “tidak ada yang kamu tunggu-tunggu bagi kami, kecuali salah satu dari dua kebaikan. Dan kami menunggu-nunggu bagi kamu bahwa Allah akan menimpakan kepadamu azab (yang besar) dari sisi-Nya, atau (azab) dengan tangan kami. Sebab itu tunggulah, sesungguhnya kami menunggu-nunggu bersamamu”.

A.1. Aalam Al-Ghaib (Alam Ghaib)

Kehendak Allah SWT tersebut sebelum terjadinya merupakan sesuatu yang ghaib bagi manusia. Tidak dapat di-tangkap dengan indra. Tidak dapat diketahui dengan jalan apapun. Ketentuan ini hanya Allah SWT saja yang menge-tahui-Nya, semua telah tercatat dalam kitab yang nyata. Hanya di sisi Allah SWT pengetahuan yang ghaib. Allah sebagai pencipta manusia dan makhluk maka Allahmengetahui segala sesuatunya baik yang nyata ataupun yang ghaib.Kelahiran dan kematian adalah ketentuan yang terdapat dalam pengetahuan Allah SWT Walaupun manusia atau makhlukNya tidak mengetahui sama sekali ketentuan tersebut. Allah SWT mengetahui tempat-tempat aktivitas makhlukNya, semua tercatat dalam kitab yang nyata. Luhul Mahfuzh tidak meninggalkan sedikitpun melainkan dicatatnya.

Dalil

  • Hadits. Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwaRasulullah SAW bersabda,” Kunci-kunci kegaiban ada lima dan hanya diketahui Allah, “sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat. Dan Dialah yang menurunkan hujan dan mengetahui apa yang ada dalam rahim .Dan dada seorang pun yang dapat mengetahui apa yang akan diusahakannya esok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana is akan mati. Sesunguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
  • Q. 6:59. Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).
  • Q. 31:34. Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalahpengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagiMaha Mengenal.
  • Q. 11:6. Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumimelainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).
  1. 6:38. Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di dalam Al Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.

A.2. Al-Qadhaa’ wa AI-Qadar (Qadha dan Qadar)

Kejadian yang pasti dan tak dapat dihindari ini disebut Qadha’ dan Qadar. la merupakan bahagian dari rukun iman yang enam. Setiap muslim wajib mengimaninya merupakan kebaikan(menguntungkan) maupun keburukan (meru-gikan) terhadap dirinya. Iman ini membuat kita sadar dan tidak sombong terhadap apa-apa yang dimiliki serta tidak kecewa terhadap apa-apa yang lepas dari kita. Ketentuan Allah SWT membuat kita tdak sombong dengan apa yang diperoleh dan kita tidak kecewa denganapa yang tidak kita dapati.

Dalil

  • Hadits. Pernyataan Rasulullah tentang Iman, ” dan engkau beriman dengan Qadar baik maupun buruk”.
  • Q. 57:22. Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tdak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
  • Hadits. Allah SWT telah menentukan bagi manusia di dalam rahim ibunya ketentuan. Lahir, mati, celaka, bahagia dan sebagainya.

A.3. Laa Yus’alu `Ammaa Yaf’al (Allah SWT Tidak Ditanya Tentang Apa yang Dikerjakannya)

Dalam bersikap terhadap qadha’ dan Qadar Allah SWT, manusia tidak berhak menyalahkan atau menuduh Allah SWT Sebab sebagai yang maha pencipta dia berbuat sesuai dengan kehendakNya tanpa seorangpun dapat mempro-sesNya. Allah SWT tdak dapat ditanya tentang apa yang diperbuatNya terhadap makhluk. Allah SWT berbuat sekehendakNya tidak mengikutiperaturan siapapun selain diriNya. Semua kepunyaan Allah SWT, Allah SWT bebas memberi ampun ataupun mengazab hambaNya yang durhaka dan menentang Allah.

Dalil

  • Q. 21:23. Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat­Nya, dan merekalah yang akan ditanyai.
  • Q. 85:16. Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya.
  • Q. 2:284. Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahikan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
  • Hadits. Jika Allah SWT menghendaki kebaikan bagiseseorang maka diberikan cobaan. Maka siapa yang ridha(dengan cobaan itu) baginya keridhaan Allah SWT Dan barang siapa yang keberatan maka baginya kemarahan Al­lah SWT

A.4. Al-Hikmah (Hikmah)

Allah SWT tidak bertindak melainkan di dalamnya terdapat suatu hikmah. Tetapi sedikit dari manusia yang dapat me-maha-minya. Karena itu, terhadap kejadian yang mengena-nya mukmin berupaya mencari hikmah Allah SWT tersebut. la senan-tiasa berbaik sangka kepada Allah SWT karena meyakini bahwa Allah SWT maha pengasih lagi maha penyayang kepada hamba-hambaNya. Hikmah Allah SWT dalam disyariatkannya berperang.Dalam berperang juga banyak terdapat hikmah yang diambil, bahkan dalam kehidupan sehari-hari kita dapat mengambil hikmah yang besar.

Dalil

  • Q. 2:216. Diwajibkan atas kamu berperang, padahalberperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadikamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
  • Hadits. Orang mukmin itu mengagumkan karena semua urusan mendatangkan kebaikan baginya. Jika dia diberi kebaikan ia bersyukur dan itu baik baginya, jika is tertimpa musibah ia bersabar dan itu baik pula baginya.
  • Hadits Qudsi. Sesungguhnya aku tergantung sangkaanhambaKu terhadapKu. Jika dia bersangka baik maka baik pula baginya, jika dia bersangka buruk maka buruk pula baginya.
  1. Maa Aradallahu bil-Kaun (Apa yang Allah SWTKehendaki Terhadap Alam Semesta)

Allah SWT mengatur, menetapkan, menentukan seluruh kejadian di alam semesta secara pasti dan tepat. Tidak ada satu makhlukpun yang lepas dari aturan Allah SWT ini. Setiap fenomena yang terjadi merupakan tanda-tanda kebesaran Allah SWT dan keagunganNya.Allah SWT menentukan qadar alam seluruh ciptaanNya dengan sangat rapih dan teratur. Allah telah menentukannya dengan kepastian, ketepatan dan terencana. Tidak ada satupun manusia yang mampu mengelak dari ketentuan Allah tersebut.

Dalil

  • Hadits. Dalam Hadits Muslim, Abdullah bin Amr berkataRasulullah SAW bersabda,”Allah telah menurunkan kadar­kadar makhluk 50.000 tahun sebelum menciptakan langit dan bumi. Dan Arsy-Nya berada diatas air.” (HR.Muslim).
  • Q. 25:2. yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi­Nya dalam kekuasaan (Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.
  • Q. 54:49 Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatumenurut ukuran.
  • Q. 87:1-2. Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi, yang menciptakan dan menyempurnakan (penciptaan­Nya),
  • Q. 15:20. Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumikeperluan-keperluan hidup, dan (Kami menciptakan pula)makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezki kepadanya.
  • Q. 36:38-40. dan matahari berj alan di tempat peredarannya.Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi MahaMengetahui. Dan telah Kami tetapkan bagi bulanmanzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.
  • Q. 55:7. Dan Allah telah meninggikan langit dan Diameletakkan neraca (keadilan).

B.1. ‘Aalam At-Tajribah (Alam Kaftan)

Ketentuan Allah SWT tersebut bukan merupakan sesuatu yang ghaibtetapi juga tidak mudah untuk difahami dan diketahui. Manusia akan memahaminya dengan jalan belajar dan mela-kukan berbagai kajian tentang ketentuan­ketentuan Allah SWT tersebut.

Dalil

  • Hadits. Mengenai seseorang yang mendapat petunjukRasulullah cara bertanam korma. Ternyata hasil petikannya tidak memuaskan kemudian dia datang kepada Rasul untuk melaporkan. Jawab Rasulullah SAW, “kamu lebih tahu urusan duniamu”

B.2. Sunnatullah fil-Kaun (Ketentuan Allah SWT Di Alam Semesta)

Semua ketentuan dan peraturan Allah SWT yang tidak tertulis di alam semesta itu disebut Sunnatullah. Sifatnya tetap, tidak berubah dan tidak berganti. Tetapi Allah SWT sendiri dapat meru-bahnya seperti pada mukjizat para Nabi. Kita mesti me-nyebutnya Sunnatullah dan bukan hukum alam atau hukum sains eksak.Sunnatullah tidak mengalami perubahan atau pergantian sedikitpun karena sunnatullah bersifat tetap, pasti, objketif dan tepat. Seperti halnya yang disebut hukum alam yang memiliki karakteristik tepat dan pasti itu sebenarnya sunnatullah kauniyah yang ada di alam.sunnatullah qauliyah tun tidak memiliki perubahan. Ketentuan Allah ini mengena kepada semua manusia kecuali yang dikehendakiNya seperti Nabi Ibrahim yang tidak hangus dimakan api bahkan selamat dengan izin Al­lah SWT Walaupun demikian, Nabi Ibrahim juga mengikuti sunnatullah sehingga terselamat dari api di antaranyasunnatullah qauliyah yang Allah janjikan. Nabi Musa mampu membelah laut dengan izin Allah SWT, dan ini merupakan sunnatullah yang secara teknologi dan pengetahuan dapat dijelaskan secara baik, walaupun pada saat itu sulit untuk diterangkan. Walaubagaimanapun Al­lah memberikan kekecualian kepada para Rasulnya berupa mukjizat.

Dalil

  • Q. 35:43. karena kesombongan (mereka) di muka bumi dan karena rencana (mereka) yang jahat. Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri. Tiadalah yang mereka nanti­nantikan melainkan (berlakunya) sunnah (Allah yang telah berlaku) kepada orang-orang yang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu.
  • Q. 33:62. Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang­orang yang telah terdahulu sebelum (mu), dan kamu sekali­kali tiada akan mendapati perubahan pada sunnah Allah.
  • Q. 48:23. Sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejakdahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunnatullah itu.
  • Q. 21:68-69. Mereka berkata: “Bakarlah dia dan bantulahtuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendakbertindak”.Kami berfirman: “Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim”.
  • Q. 20:77-78. Dan sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa: “Pergilah kamu dengan hamba-hamba-Ku (Bani Israil) di malam hari, maka buatlah untuk mereka jalan yang kering di laut itu, kamu tak usah khawatir akan tersusul dan tidak usah takut (akan tenggelam)”. Maka Firaun dengan bala tentaranya mengejar mereka, lalu mereka ditutup oleh laut yangmenenggelamkan mereka.
  • Hadits. Said bin Jubeir berkata-dia juga meriwayatkan dari Ibnu Abbas. Ibnu Abbas berkata,”Tatkala Ibrahim dilemparkan, maka malaikat penjaga hujan berkata,”begitu aku diperintahkan menurunkan hujan, langsung aku menurunkannya.”Ibnu Abbas berkata,”Adalah perintah Allah lebih cepat dari perintah malaikat. Allah berkata,”Hai api, dinginlah dan menjadi keselamatan bagi Ibrahim.” Ibnu Abbas berkata,”Kalaulah Allah Azza wa Jalla tidak mencatakan,’dan menjadi keselamatan’, niscayadinginnya api melukai Ibrahim”.

B.3. Al-Bahts (Mengkaji)

Sunnatullah hanya dapat difahami setelah diselidiki, dipe-lajari, dianalisa dan dikaji. Sifatnya netral. Dapat dipelajari siapa saja. Tetapi orang mukmin lebih berhak untuk mem-perolehnya. Itulah mengapa kitabullah banyak sekali mengan-jurkan mukminin melakukan pengamatan terhadap alam semesta. Contoh-contoh anjuran dan rangsangan Allah SWT untuk memperhatikan alam semesta sangat banyak sekali dalam Al Quran. Sehingga sangat aneh apabila mukmin tidak memiliki pengetahuan dan ilmu, padahal Allah berkali-kali dalam Al Quran menyuruh kita memikirkan alam semesta. Mengamati sejarah kehidupan manusia adalah perintah Allah SWT Karena banyak ibrah, hikmah dan pelajaran yang dijadikan contoh bagi kita semua. Dengan melihatsejarah kita mampu memperbaiki diri di masa depan berdasarkan pengalaman orang lain.

Dalil

  • Q. 3:190-191. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat

tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang­orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumf (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.

  • Q. 10:5-6. Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Al­lah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benarterdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-orang yang bertakwa.
  • Q. 30:20-25. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba­tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. Dan di antara tanda­tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar­ benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia memperlihatkan kepadamu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar­benar terdapattanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumf dengan iradat-Nya. Kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali panggil dari bumi, seketika itu (juga) kamu keluar (dari kubur).
  • Q. 30:8. Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang(kejadian) diri mereka?, Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya.
  • Hadits. “Hikmah itu kepunyaan orang mukmin, dimana saja mereka jumpai hikmah itu, merekalah yang paling berhak atasnya”.
  • Q. 3:137. Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah; karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang­orang yang mendustakan (rasul-rasul).

B.4. Al-Intifaa’ (Pemanfaatan)

Dengan mengkaji sunnatullah kita mengambil manfaat sebesar-besarnya dari potensi alam untuk memperkuat barisan kaum muslimin. Ilmu pengetahuan dan teknologi sangat berguna untuk menjadi sarana dakwah. Karenanya kaum muslimin wajib menggalakkan kembali pengamatan dan pengkajian terhadap alam semesta ini Allah SWT menyuruh memanfaatkan kekuatan besi(teknologi) untuk menegakkan Islam. Bahkan Allah menyuruh semua potensi alam digunakan untuk membangun alam dan memliharanya dengan baik. Alam dan seisinya perlu dimanfaatkan untuk mempersiapkan sarana-sarana jihad di jalan Allah SWT Ini tidak dapat berlangsung tanpa pemanfaatan ilmupengetahuan dan teknologi.

Dalil

  1. 57:25. Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang ny`ata
  • dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca(keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama) Nya dan rasul­rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. SesungguhnyaAllah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.
  • Q. 8:60. Dan siapkanlah untuk menghadapi merekakekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selainmereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).

Hadits. Uqbah bin Amir berkata,”Aku mendengar dariRasulullah SAW ketika beliau di atas mimbar berkata, “Dasiapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi. Ketahuilah, kekuatan itu adalah memanah. Ketahuilah, kekuatan itu adalah memanah. (HR. Muslim, Abu Daud, dan Ibnu Majah).

  1. Maa Araadallahu Minna (Yang Allah Kehendaki dari Din Kita)

Yaitu rela melaksanakan petunjuk hidup yang di dalamnya ada perintah dan larangan, halal dan haram, peringatan dan anjuran, dan sebagainya. Kesemuanya dapat kita jumpai dalam kitabullah dan sunnah Rasulullah. Setiap muslim wajib menerima undang-undang Allah SWT yang telah tertulis ini dengan tanpa keraguan. Aturan hidup (dien) yang diterima disisi Allah SWT hanyalah Islam. Ia merupakan kumpulan kehendak Allah SWT dari diri kita. Di sinilah Allah SWT mengatur dan mengendalikan hambaNya. Disyariatkannya then bagi kita untuk ditegakkan dengan tidak bercerai-cerai. Agama Islam akan tegak dengan kesatuan dan persatuan.

Dalil

  • Q. 3:19. Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allahhanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.
  • Q. 3:85. Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.
  • Q. 42:15. Maka karena itu serulah (mereka kepada agama itu) dan tetaplah sebagaimana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah: “Aku beriman kepada semua Kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil di antara kamu. Allah-lah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kembali (kita) “.
  • Hadits. Dikatakan dalam sebuah hadits shahih,”Barangsiapa yang melakukan suatu amal yang tidak sejalan dengan syarit kami maka amalannya ditolak.”. Abdur Razak meriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW Bahwa beliau bersabda,”Demi yang jiwaku dalam genggaman-Nya, tiada seorang yang mendengar tentang aku dari umat ini: orang Yahudi atau Nasrani, lalu dia meninggal dalam keadaan tidak beriman kepada (risalah) yang aku diutus untuknya melainkan dia termasuk penghuni neraka. (HR. Abdur Razak).

C.1. ‘Aalam Asy-Syahaadah (Alam yang Nyata)

Perintah-perintah dan larangan-larangan Allah SWT merupakan sesuatu yang jelas dan dapat difahami dengan mudah. la berbicara tentang realitas yang ada di sekitar manusia tentang hubungan manusia dengan penciptanya dengan alam, hakikat kehidupan, hakikat manusia itu sendiri, dan hakikat pengab-dian. Semua sangat diperlukan oleh setiap manusia. Rasulullah bagaikan cahaya yang terang membawa kitab yang sangat jelas bagi kehidupan. Dengan kitab itulah Al­lah SWT menunjuki orang yang mencari keridhaanNya kejalan keselamatan. Membebaskan mereka dari kegelapan (jahiliyah)menjadi terangbenderang (Islam).

Dalil

  1. 5:15-16. Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin­Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.
  • Hadits. Pernyataan Rasulullah, “yang halal itu jelas dan yang haram itu juga jelas, dan di antara keduanya ada yang mutasyabihat”.

C.2. At-Taqdiir Asy-Syar’ii (Ketentuan Syariah)

Peraturan dan petunjuk hidup Allah SWT merupakan ketentuan syariah bagi kebahagiaan manusia. Manusia diberi kebebasan untuk menerima atau menolaknya. Mereka yang menerima menjadi orang beriman dan hidupnya akan bahagia. Se-dangkan yang menolak disebut orang kafir dan hidupnya akan celaka. Yang haq adalah yang datang dari Allah SWT, manusia boleh memilih iman atau kafir. Bila kafir maka ancamannya adalah neraka. Sedangkan mereka yang beriman kepada Allah akan mendapatkan balasan surga. Islam memerintahkan dan mewajibkan untukmelaksanakan syariat bagi mereka yang mengaku beriman.

Dalil

  1. 2:256. Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Is­lam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya is telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
  • Q. 18: 29. Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dariTuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah is beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah is kafir”. Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.
  • Q. 24:1. (Ini adalah) satu surat yang Kami turunkan dan Kami wajibkan (menjalankan hukum-hukum yang ada di dalam) nya, dan Kami turunkan di dalamnya ayat-ayat yang jelas, agar kamu selalu mengingatinya.
  • Q. 28:85. Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu(melaksanakan hukum-hukum) Al Qur’an, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. Katakanlah: “Tuhanku mengetahui orang yang membawa petunjuk dan orang yang dalam kesesatan yang nyata”.

C.3. Wa Hum Yus’Aluun (Mereka Akan Ditanya)

Pengetahuan tersebut akan melahirkan amal yang kelak dipertanggung-jawabkan. Setiap insan mesti bertanggung­jawab terhadap pelaksanaan perintah dan larangan Allah SWT Mukmin menerima qadha’ dan qadar tetapi iapun menyadari bahwa taqdir syar’i menghendaki adanya sikap tanggung jawab. Contohnya tatkala sakit (qadha) maka syariat menen-tukan untuk berubat, tatkala is kufur syariat menyuruhnya mencari hidayah, ketika dalam keadaanmaksiat maka syariat memerintahkannya bertaubat tatkala kaya ia diharuskan bersyukur dan tatkala miskin ia diperintah untuk sabar. Setiap manusia akan ditanya apakah ia melaksanakanketentuan syariah atau tidak. Mereka yang tidak beriman akan tidak mampu menjawab bahkan mereka menyalahkan para pemimpinnya dan menyesali dirinya, manakala orang yang beriman akan mampu menjawabnya serta dimasukkannya ke dalam surga. Semua manusia akan diminta pertanggung-jawabannya di akhirat. Oleh karena itu setiap manusia yang sudah berusia baligh harus menjalankan semua perintah Allah dan bertanggung jawab terhadap dirinya. Allah SWT menyalahkan mereka yang tidak berikhtiar mengikuti syariat. Tanpa ikhtiar maka mereka tidak akanmendapatkan apa yang diingininya.

Dalil

  • Q. 21:23. Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat­ Nya, dan merekalah yang akan ditanyai.
  • Q. 102:8. kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itutentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).
  • Q. 4:79. Apa saja ni`mat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.
  • Q. 42:30. Dan apa musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan­kesalahanmu).
  • Hadits. Sabda Rasulullah, “Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan ditanya tentang tanggung jawabnya … “.
  • Hadits. Sabda Rasulullah SAW, “Setiap penyakit ada obatnya, maka berobatlah kamu”.

C.4 Al-lltizaam (Komitmen)

Untuk terwujudnya semua ketentuan Allah SWT maka kewajiban kita adalah senantiasa iltizam (komitmen) baik terhadap pengetahuan maupun pelaksanaan syariah. Semua yang dapat dilakukan secara individu wajib dilaksanakan. Sedangkan yang belum dapat dilaksanakan kecuali telah adanya wasilah (sarana) wajib diperjuangkan. Komitmen mukmin terhadap aturan Allah SWTmerupakan kewajiban seorang mukmin, hal ini akan membawa kepada kebaikan dunia dan akhirat. Bila Allah SWT telah menetapkan sesuatu maka tidak boleh ada pilihan lain baginya.Syarat iman ialah menerima keseluruhan yang berasal dari Rasulullah dan tidak ada keberatan terhadap keputusan Rasul itu. Sikap mukmin terhadap keputusan Allah SWT dan Rasul adalah “mendengat dan taat”. Tidak ada cara lain kecuali mengamalkan yang diperintahkan Allah dan Rasul. Perintah bertakwa yang diberikan Allah adalah mencari jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah, serta berjihad di jalan-Nya.

Dalil

Hadits. Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, diaberkata,”Bahwasanya Rasulullah SAW pergi melamar untuk Zaid bin Haritsah. Beliau masuk ke rumah Zainab binti Jahsy Al-Asadiyah R.A. beliau melamar Zainab. Zainab berkata,”Akutidak mau menikah dengannya.”Rasulullah bersabda,”Justru menikahlah dengannya.” Zainab Berkata,”Ya, Rasulullah, apakah engaku menyuruh diriku ?”Tatkala keduanya berbincang, AllahSWT menurunkan ayat ini kepada Rasulullah SAW ZainabBerkata,”Wahai Rasulullah , apakah engkau ridha dia menikahi aku ?” Rasulullah mengiyakannya. Kemudian zainab berkata,”Jika begitu aku tidak akan menentang Rasulullah. Aku bersedia menikahinya.”

  • Q. 33:36. Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul­Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.
  • Q. 4:65. Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam had mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.
  • Q. 24:51. Sesungguhnya j awaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan.” “Kami mendengar dan kami patuh.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.
  • Q. 5:35. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada­Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.
  1. Al-Iimaan (Keyakinan)

Penerimaan dan keridhaan terhadap ketiga unsur taqdir diatas itulah yang disebut iman yang sebenarnya. Dengan rela menerima apa yang Allah SWT tentukan bagi dirinya dan alam semesta, maka mukmin berupaya menegakkan tuntutan Allah SWT pada dirinya. Sehingga hidupnya sepenuhnya dalam bimbingan dan pimpinan Allah SWT,

Meraih Ridha Allah

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ (207)

dakwatuna.com – “Dan di antara manusia ada yang mengorbankan dirinya untuk meraih ridha Allah swt. Dan adalah Allah Maha Penyantun terhadap hamba-hamba-Nya”.(Al-Baqarah: 207)

Berdasarkan sebab nuzul yang dikemukakan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an Al-Adhim, ayat ini memberi gambaran konkrit tentang seseorang yang rela mengorbankan segala yang dimilikinya semata-mata untuk meraih ridha Allah dalam seluruh totalitas kehidupannya. Karena ia yakin, ridha Allah merupakan target puncak dari sebuah proses panjang keimanan yang merupakan implementasi nyata dari kesempurnaan takwa ‘كمال التقوى ‘, sebuah terminologi agung yan dikemukakan oleh Mufassir Abu Su’ud ketika memahami perilaku sahabat Rasulullah yang menjadi sebab turunnya ayat ini.

Adalah seorang sahabat Shuhaib bin Sinan Ar-Rumi yang rela mengorbankan seluruh yang dimilikinya karena tekanan kaum Quraisy agar ia diperkenankan untuk berhijrah ke Madinah. Shuhaib dihalangi oleh para pemuka Quraisy untuk berhjrah melainkan ia menyerahkan seluruh hartanya kepada mereka tanpa tersisa sedikit pun. Dengan tanpa ragu-ragu, ia meninggalkan hartanya di Mekah semata-mata mengharapkan ridha Allah dari perbuatan hijrahnya yang mulia tersebut. Setelah sampai di Madinah dan bertemu dengan Rasulullah, beliau memujinya dengan ungkapannya yang masyhur : رَبح صهيبُ، ربح صهيب(sungguh telah beruntung Shuhaib). dalam riwayat lain: ربح البيع، ربح البيع (sungguh telah beruntung perniagaannya).

Dalam konteks ayat ini, Ar-Razi menukil riwayat bahwa Umar bin Khattab pernah mengutus pasukan dan berhasil mengepung benteng pertahanan mereka. Karena tidak mampu menembus benteng tersebut, tiba-tiba seseorang berinisiatif untuk menerjunkan dirinya di tengah-tengah musuh untuk membuka pertahanan mereka sampai akhirnya orang tersebut menemui ajalnya. Setelah pertempuran berakhir dengan kemenangan di pihak pasukan Umar bin Khattab atas keberanian sahabat tersebut, beberapa pasukan mengomentari apa yang dilakukan oleh orang tersebut yang dianggap membinasakan diri sendiri. Umar bin Khattab menampik pandangan mereka dan mengatakan: “Kalian telah berdusta dengan ucapan kalian itu. Semoga Allah merahmatinya”. Kemudian Umar membaca ayat ini untuk membenarkan perbuatan yang dilakukan oleh sahabatnya tersebut.

Ar-Razi menutup pembahasan riwayat ini dengan mengemukakan bahwa barometer untuk menentukan seseorang tersebut termasuk dalam ayat ini atau sebaliknya membinasakan diri sendiri dengan perbuatan berani tersebut adalah kesesuaiannya dengan syariat. Jika ia melakukannya sesuai dengan tuntutan syariat maka itu dibenarkan dan masuk dalam kategori ayat ini. Namun jika sebaliknya, maka barulah dikatakan orang tersebut telah membinasakan diri sendiri dengan perbuatan nekad tersebut.

Berdasarkan korelasi pembahasannya, ayat ini merupakan pembanding dari tiga ayat sebelumnya (Al-Baqarah: 204-206) yang berbicara tentang sikap dan perilaku orang-orang munafik yang rela mengorbankan segalanya semata-mata untuk meraih keuntungan duniawi. Maka Allah menghendaki sikap mengagumkan yang harus ditunjukkan oleh orang yang benar-benar beriman yang membedakannya dengan orang munafik, yaitu kesiapannya untuk memenuhi perintah Allah meskipun harus dengan mengorbankan segalanya demi meraih gelar tertinggi di mata Allah. Karena dengan meraih ridha Allah, segala kebaikan, kemuliaan dan keberkahan hidup akan senantiasa menyertainya dan Allah akan senantiasa hadir dengan sifat Penyantun yang ditegaskan oleh kalimat terakhir ayat ini:“Dan Allah Maha Penyantun terhadap hamba-hambaNya (yang rela mengorbankan segalanya untuk Allah)”.

Inilah pelajaran berharga yang ditunjukkan oleh ayat ini menurut Sayyid Quthb dalam tafsir Dzilalnya. Pelajaran tentang dua tipe manusia sepanjang zaman; seorang munafik yang menjadikan seluruh hidupnya demi kepentingan dunia dan seorang mukmin yang benar yang menggadaikan totalitas hidupnya untuk Allah, tanpa tersisa sedikitpun untuk selain-Nya. Maka secara spesifik di ayat selanjutnya Allah mengarahkan orang-orang yang beriman agar menjadikan totalitas hidupnya dalam kerangka berIslam secara utuh tanpa ada keraguan sedikit pun. Allah swt berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (208)

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara kaafah dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagi kalian”. (Al-Baqarah: 208)

Berislam secara kaaffah seperti yang diperintahkan oleh Allah dalam ayat ini berarti meninggalkan segala bentuk langkah syaitan secara totalitas juga. Terbawa dan hanyut dalam salah satu dari jerat syaitan akan mengurangi totalitas keislaman kita. Karenanya, langkah-langkah syaitan dimaknai oleh para ulama dalam arti setiap perbuatan maksiat kepada Allah swt.

Di sini, berislam secara kaaffah sebagai wujud dari motifasi untuk meraih ridha Allah akan senantiasa berdepan dengan beragam langkah syaitan yang secara sistemik dan berkesinambungan berusaha mereduksi keyakinan untuk berislam secara totalitas dalam beragam bentuk dan tampilannya. Inilah yang harus diantisipasi dan diwaspadai oleh segenap orang yang beriman tanpa harus lengah sedikit pun.

Sikap ini merupakan ciri utama orang yang akan meraih kemanisan dan kesempurnaan iman, sebagaimana sabda Rasulullah : “Akan merasakan kelezatan/kemanisan iman, orang yang ridha dengan Allah  sebagai Rabb-nya dan islam sebagai agamanya serta (nabi) Muhammad  sebagai rasulnya”[6].

Beberapa pelajaran berharga yang dapat kita petik dari kisah di atas:
– Bersandar dan bersarah diri kepada Allah  adalah sebaik-baik usaha untuk mendapatkan kebaikan dan kecukupan dari-Nya[7]. Allah berfirman:

{وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ}

“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya” (QS ath-Thalaaq: 3).

Ridha dengan segala ketentuan dan pilihan Allah  bagi hamba-Nya adalah termasuk bersangka baik kepada-Nya dan ini merupakan sebab utama Allah  akan selalu melimpahkan kebaikan dan keutmaan bagi hamba-Nya. Dalam sebuah hadits qudsi Allah  berfirman: “Aku (akan memperlakukan hamba-Ku) sesuai dengan persangkaannya kepadaku”[8].

Makna hadits ini: Allah akan memperlakukan seorang hamba sesuai dengan persangkaan hamba tersebut kepada-Nya, dan Dia akan berbuat pada hamba-Nya sesuai dengan harapan baik atau buruk dari hamba tersebut, maka hendaknya hamba tersebut selalu menjadikan baik persangkaan dan harapannya kepada Allah [9].

Takdir yang Allah  tetapkan bagi hamba-Nya, baik berupa kemiskinan atau kekayaan, sehat atau sakit, kegagalan dalam usaha atau keberhasilan dan lain sebagainya, wajib diyakini bahwa itu semua adalah yang terbaik bagi hamba tersebut, karena Allah  maha mengetahui bahwa di antara hamba-Nya ada yang akan semakin baik agamanya jika dia diberikan kemiskinan, sementara yang lain semakin baik dengan kekayaan, dan demikian seterusnya[10].

Imam Ibnu Muflih al-Maqdisi berkata: “Dunia (harta) tidaklah dilarang (dicela) pada zatnya, tapi karena (dikhawatirkan) harta itu menghalangi (manusia) untuk mencapai (ridha) Allah , sebagaimana kemiskinan tidaklah dituntut (dipuji) pada zatnya, tapi karena kemiskinan itu (umumnya) tidak menghalangi dan menyibukkan (manusia) dari (beribadah kepada) Allah. Barapa banyak orang kaya yang kekayaannya tidak menyibukkannya dari (beribadah kepada) Allah , seperti Nabi Sulaiman u, demikian pula (sahabat Nabi ) ‘Utsman (bin ‘Affan)  dan ‘Abdur Rahman bin ‘Auf . Dan berapa banyak orang miskin yang kemiskinannya (justru) melalaikannya dari beribadah kepada Allah dan memalingkannya dari kecintaan serta kedekatan kepada-Nya…”[11].

Orang yang paling mulia di sisi Allah  adalah orang yang mampu memanfaatkan keadaan yang Allah  pilihkan baginya untuk meraih takwa dan kedekatan di sisi-Nya, maka jika diberi kekayaan dia bersyukur dan jika diberi kemiskinan dia bersabar. Allah  berfirman:

{إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ }

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu” (QS al-Hujuraat: 13).

Dan Rasulullah  bersabda: “Alangkah mengagumkan keadaan seorang mukmin, karena semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya”[12].

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Ummatal Islam, mencari keridhan Allah merupakan tujuan seitap hamba yang paling tinggi. Seorang hamba senantiasa mencari ridha Allah dalam setiap gerak-geriknya, sampai Allah pun merahmatinya. Hal ini sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits qudsi, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لا يزال العبد يرضي الله حتى ينادي جبريل، يا جبريل إن عبدي فلان لا يزال يرضيني، ألا إن رحمتي عليه

“Senantiasa seorang hamba mencari keridhaan Allah, sampai kemudian Allah pun memanggil Jibril. Lalu Allah berfirman: “Ya Jibril, sesungguhnya hambaku si Fulan itu senantiasa ia mencari keridhaanku. Ketahuilah sesungguhnya rahmatku kepadanya”.”

Ikhwatal iman azzakumullah, Seorang hamba yang senantiasa mencari keridhaanNya akan dipenuhi hatinya dengan iman dan Islam, akan dipenuhi hatinya dengan oleh ketentangan dan ketentraman. Karena yang diridhai oleh Allah itu semua adalah kebaikan dan yang dibenci oelh Allah itu semua adalah keburukan.

Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاء ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS An-Nahl [16]: 90)

Ummatal Islam, yang menjadi pertanyaan bagi kita adalah, sudahkan setiap gerakan badan, ucapan lisan, pakaian yang kita pakai, dan semua yang kita lakukan itu diridhai oleh Allah Ta’ala?

Ridho Serta Sabar dengan Taqdir Allah, wahai saudaraku !

Posted by Admin pada 01/10/2009

Ridho dan Sabar dengan Taqdir Allah, wahai saudaraku !

Berkata ‘Alqamah: “Yaitu seseorang yang ditimpa suatu musibah lalu dia mengetahui bahwasanya musibah tersebut dari sisi Allah maka dia pun ridha dan menerima (berserah diri kepada-Nya).”

Sabar terhadap Taqdir Allah

Diantara jenis sabar adalah sabar terhadap taqdir Allah. Hal ini berkaitan dengan tauhid Rububiyyah, karena sesungguhnya pengaturan makhluk dan menentukan taqdir atas mereka adalah termasuk dari tuntutan Rububiyyah Allah Ta’ala.

Perbedaan antara Al-Qadar & Al-Maqduur

Qadar atau taqdiir mempunyai dua makna. Yang pertama: al-maqduur yaitu sesuatu yang ditaqdirkan. Yang kedua: fi’lu Al-Muqaddir yaitu perbuatannya Al-Muqaddir (Allah Ta’ala). Adapun jika dinisbahkan/dikaitkan kepada perbuatannya Allah maka wajib atas manusia untuk ridha dengannya dan bersabar. Dan jika dinisbahkan kepada al-maqduur maka wajib atasnya untuk bersabar dan disunnahkan ridha.

Contohnya adalah: Allah telah menaqdirkan mobilnya seseorang terbakar, hal ini berarti Allah telah menaqdirkan mobil tersebut terbakar. Maka ini adalah qadar yang wajib atas manusia agar ridha dengannya, karena hal ini merupakan diantara kesempurnaan ridha kepada Allah sebagai Rabb. Adapun jika dinisbahkan kepada al-maqduur yaitu terbakarnya mobil maka wajib atasnya untuk bersabar dan ridha dengannya adalah sunnah bukan wajib menurut pendapat yang rajih (kuat).

Sedangkan al-maqduur itu sendiri bisa berupa ketaatan-ketaatan, kemaksiatan-kemaksiatan dan kadang-kadang merupakan dari perbuatannya Allah semata. Adapun yang berupa ketaatan maka wajib ridha dengannya, sedangkan bila berupa kemaksiatan maka tidak boleh ridha dengannya dari sisi bahwasanya hal itu adalah al-maqduur, adapun dari sisi bahwasanya itu adalah taqdir Allah maka wajib ridha dengan taqdir Allah pada setiap keadaan, dan karena inilah Ibnul Qayyim berkata: “Maka karena itulah kita ridha dengan qadha` (ketentuan Allah) dan kita marah terhadap sesuatu yang ditentukan apabila berupa kemaksiatan.”

Maka barangsiapa yang melihat dengan kacamata Al-Qadha` wal Qadar kepada seseorang yang berbuat maksiat maka wajib atasnya ridha karena sesungguhnya Allahlah yang telah menaqdirkan hal itu dan padanya ada hikmah dalam taqdir-Nya. Dan sebaliknya apabila dia melihat kepada perbuatan orang tersebut maka tidak boleh ridha dengannya karena perbuatannya tadi adalah maksiat. Inilah perbedaan antara al-qadar dan al-maqduur.

Bagaimana Manusia Menghadapi Musibah?

Di dalam menghadapi musibah, manusia terbagi menjadi empat tingkatan:

Pertama: marah, yaitu ketika menghadapi musibah dia marah baik dengan hatinya seperti benci terhadap Rabbnya dan marah terhadap taqdir Allah atasnya, dan kadang-kadang sampai kepada tingkat kekufuran, Allah berfirman:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَى حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انْقَلَبَ عَلَى وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالآخِرَةَ ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ

Dan diantara manusia ada orang yang beribadah kepada Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (Al-Hajj:11)

Atau dia marah dengan lisannya seperti menyeru dengan kecelakaan dan kebinasaan dan yang sejenisnya. Atau marah dengan anggota badannya seperti menampar pipi, merobek saku baju, menarik-narik (menjambak) rambut, membenturkan kepala ke tembok dan yang sejenisnya.

Kedua: sabar, yaitu sebagaimana ucapan penyair:

الصَّبْرُ مِثْلُ اسْمِهِ مُرٌّ مَذَاقَتُهُ لَكِنْ عَوَاقِبُهُ أَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ

Sabar itu seperti namanya, pahit rasanya, akan tetapi akibatnya lebih manis dari madu.”

Maka orang yang sabar itu akan melihat bahwasanya musibah ini berat baginya dan dia tidak menyukainya, akan tetapi dia membawanya kepada kesabaran, dan tidaklah sama di sisinya antara adanya musibah dengan tidak adanya, bahkan dia tidak menyukai musibah ini akan tetapi keimanannya melindunginya dari marah.

Ketiga: ridha, dan ini lebih tinggi dari sebelumnya, yaitu dua perkara tadi (ada dan tidak adanya musibah) di sisinya adalah sama ketika dinisbahkan/disandarkan terhadap qadha dan qadar (taqdir/ketentuan Allah) walaupun bisa jadi dia bersedih karena musibah tersebut, Karena sesungguhnya dia adalah seseorang yang sedang berenang dalam qadha dan qadar, kemana saja qadha dan qadar singgah maka dia pun singgah bersamanya, baik di atas kemudahan ataupun kesulitan. Jika diberi kenikmatan atau ditimpa musibah, maka semuanya menurut dia adalah sama. Bukan karena hatinya mati, bahkan karena sempurnanya ridhanya kepada Rabbnya, dia bergerak sesuai dengan kehendak Rabbnya.

Bagi orang yang ridha, adanya musibah ataupun tidak, adalah sama, karena dia melihat bahwasanya musibah tersebut adalah ketentuan Rabbnya. Inilah perbedaan antara ridha dan sabar.

Keempat: bersyukur, dan ini adalah derajat yang paling tinggi, yaitu dia bersyukur kepada Allah atas musibah yang menimpanya dan jadilah dia termasuk dalam golongan hamba-hamba Allah yang bersyukur ketika dia melihat bahwa di sana terdapat musibah yang lebih besar darinya, dan bahwasanya musibah-musibah dunia lebih ringan daripada musibah-musibah agama, dan bahwasanya ‘adzab dunia lebih ringan daripada ‘adzab akhirat, dan bahwasanya musibah ini adalah sebab agar dihapuskannya dosa-dosanya, dan kadang-kadang untuk menambah kebaikannya, maka dia bersyukur kepada Allah atas musibah tersebut. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ مُصِيْبَةٍ تُصِيْبُ الْمُسْلِمَ إِلاَّّ كَفَّرَ اللهُ بِهَا عَنْهُ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا

Tidaklah suatu musibah menimpa seorang muslim kecuali Allah akan hapuskan (dosanya) karena musibahnya tersebut, sampai pun duri yang menusuknya.” (HR. Al-Bukhariy no.5640 dan Muslim no.2572 dari ‘A`isyah)

مَا يُصِيْبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَ كَفَّرَ اللهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

Tidaklah seorang muslim ditimpa keletihan/kelelahan, sakit, sedih, duka, gangguan ataupun gundah gulana sampai pun duri yang menusuknya kecuali Allah akan hapuskan dengannya kesalahan-kesalahannya.” (HR. Al-Bukhariy no.5641, 5642 dari Abu Sa’id Al-Khudriy dan Abu Hurairah)

Bahkan kadang-kadang akan bertambahlah iman seseorang dengan musibah tersebut.

Bagaimana Mendapatkan Ketenangan?

Allah Ta’ala berfirman:

وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ

Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.” (At-Taghaabun:11)

Yang dimaksud dengan “beriman kepada Allah” dalam ayat ini adalah beriman kepada taqdir-Nya.

Firman-Nya: “niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya” yaitu Allah akan memberikan ketenangan kepadanya. Dan hal ini menunjukkan bahwasanya iman itu berkaitan dengan hati, apabila hatinya mendapat petunjuk maka anggota badannya pun akan mendapat petunjuk pula, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلُحَتْ صَلُحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ

Sesungguhnya di dalam jasad terdapat segumpal daging, apabila baik maka akan baiklah seluruh jasadnya dan apabila rusak maka akan rusaklah seluruh jasadnya, ketahuilah segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Al-Bukhariy no.52 dan Muslim no.1599 dari An-Nu’man bin Basyir)

Berkata ‘Alqamah (menafsirkan ayat di atas): “Yaitu seseorang yang ditimpa suatu musibah lalu dia mengetahui bahwasanya musibah tersebut dari sisi Allah maka dia pun ridha dan menerima (berserah diri kepada-Nya).”

Tafsiran ‘Alqamah ini menunjukkan bahwasanya ridha terhadap taqdir Allah merupakan konsekuensinya iman, karena sesungguhnya barangsiapa yang beriman kepada Allah maka berarti dia mengetahui bahwasanya taqdir itu dari Allah, sehingga dia ridha dan menerimanya. Maka apabila dia mengetahui bahwasanya musibah itu dari Allah, akan tenang dan senanglah hatinya dan karena inilah diantara penyebab terbesar seseorang merasakan ketenangan dan kesenangan adalah beriman kepada qadha dan qadar.

Tanda Kebaikan & Kejelekan Seorang Hamba

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوْبَةَ فِي الدُّنْيَا وَإِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَافِيَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Apabila Allah menginginkan kebaikan kepada hamba-Nya maka Allah akan menyegerakan balasannya di dunia, dan apabila Allah menginginkan kejelekan kepada hamba-Nya maka Allah akan menunda balasan dari dosanya, sampai Allah sempurnakan balasannya di hari kiamat.” (HR. At-Tirmidziy no.2396 dari Anas bin Malik, lihat Ash-Shahiihah no.1220)

Dalam hadits ini dijelaskan bahwa Allah menginginkan kebaikan dan kejelekan kepada hamba-Nya. Akan tetapi kejelekan yang dimaksudkan di sini bukanlah kepada dzatnya kejelekan tersebut berdasarkan sabda Rasulullah:

وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ

Dan kejelekan tidaklah disandarkan kepada-Mu.” (HR. Muslim no.771 dari ‘Ali bin Abi Thalib)

Maka barangsiapa menginginkan kejelekan kepada dzatnya maka kejelekan itu disandarkan kepadanya. Akan tetapi Allah menginginkan kejelekan karena suatu hikmah sehingga jadilah hal itu sebagai kebaikan ditinjau dari hikmah yang dikandungnya.

Sesungguhnya seluruh perkara itu di tangan Allah ‘Azza wa Jalla dan berjalan sesuai dengan kehendak-Nya karena Allah berfirman tentang diri-Nya:

إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ

Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.” (Huud:107)

Dan juga Dia berfirman:

إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ

Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.” (Al-Hajj:18)

Maka semua perkara itu di tangan Allah.

Dan seseorang tidak akan lepas dari salah/keliru, berbuat maksiat dan kurang dalam menunaikan kewajiban, maka apabila Allah menghendaki kebaikan kepada hamba-Nya, akan Allah segerakan baginya balasan (dari perbuatan dosanya) di dunia, apakah diuji dengan hartanya atau keluarganya atau dirinya sendiri atau dengan seseorang yang menjadi sebab adanya ujian-ujian tersebut.

Yang jelas, dia akan disegerakan balasan (dari perbuatan dosanya). Karena sesungguhnya balasan akibat perbuatan dosa dengan diuji pada hartanya, keluarganya ataupun dirinya, itu akan menghapuskan kesalahan-kesalahan. Maka apabila seorang hamba disegerakan balasannya dan Allah hapuskan kesalahannya dengan hal itu, maka berarti Allah mencukupkan balasan kepadanya dan hamba tersebut tidak mempunyai dosa lagi karena dosa-dosanya telah dibersihkan dengan adanya musibah dan bencana yang menimpanya.

Bahkan kadang-kadang seseorang harus menanggung beratnya menghadapi sakaratul maut karena adanya satu atau dua dosa yang dia miliki supaya terhapus dosa-dosa tersebut, sehingga dia keluar dari dunia dalam keadaan bersih dari dosa-dosa. Dan ini adalah suatu kenikmatan karena sesungguhnya ‘adzab dunia itu lebih ringan daripada ‘adzab akhirat.

Akan tetapi apabila Allah menginginkan kejelekan kepada hamba-Nya maka akan Allah biarkan dia dalam keadaan penuh kemaksiatan dan akan Allah curahkan berbagai kenikmatan kepadanya dan Allah hindarkan malapetaka darinya sampai dia menjadi orang yang sombong dan bangga dengan apa yang Allah berikan kepadanya.

Dan ketika itu dia akan menjumpai Rabbnya dalam keadaan bergelimang dengan kesalahan dan dosa lalu dia pun di akhirat disiksa akibat dosa-dosanya tersebut. Kita meminta kepada Allah keselamatan.

Maka apabila engkau melihat seseorang yang nampak dengan kemaksiatan dan telah Allah hindarkan dia dari musibah serta dituangkan kepadanya berbagai kenikmatan maka ketahuilah bahwasanya Allah menginginkan kejelekan kepadanya, karena Allah mengakhirkan balasan dari perbuatan dosanya sampai dicukupkan balasannya pada hari kiamat.

Apabila Allah Mencintai Suatu Kaum

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ

Sesungguhnya besarnya balasan tergantung besarnya ujian, dan sesungguhnya Allah Ta’ala apabila mencintai suatu kaum maka Allah akan menguji mereka (dengan suatu musibah), maka barangsiapa yang ridha maka baginya keridhaan (dari Allah) dan barangsiapa yang marah maka baginya kemarahan (Allah).” (HR. At-Tirmidziy no.2396 dari Anas bin Malik, lihat Silsilah Ash-Shahiihah no.146)

Sesungguhnya besarnya balasan tergantung besarnya ujian” yakni semakin besar ujian, semakin besar pula balasannya. Maka cobaan yang ringan balasannya pun ringan sedangkan cobaan yang besar/berat maka pahalanya pun besar karena sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla mempunyai keutamaan terhadap manusia. Apabila mereka ditimpa musibah yang berat maka pahalanya pun besar dan apabila musibahnya ringan maka pahalanya pun ringan.

“Dan sesungguhnya Allah Ta’ala apabila mencintai suatu kaum maka Allah akan menguji mereka” ini merupakan kabar gembira bagi orang beriman, apabila ditimpa suatu musibah maka janganlah dia menyangka bahwa Allah membencinya bahkan bisa jadi musibah ini sebagai tanda kecintaan Allah kepada seorang hamba. Allah uji hamba tersebut dengan musibah-musibah, apabila dia ridha, bersabar dan mengharap pahala kepada Allah atas musibah tersebut maka baginya keridhaan (dari Allah), dan sebaliknya apabila dia marah maka baginya kemarahan (Allah).

Dalam hadits ini terdapat anjuran, pemberian semangat sekaligus perintah agar manusia bersabar terhadap musibah-musibah yang menimpanya sehingga ditulis/ditetapkan untuknya keridhaan dari Allah ‘Azza wa Jalla. Wallaahul Muwaffiq.

Diringkas dari kitab Al-Qaulul Mufiid 2/41-44 dan Syarh Riyaadhush Shaalihiin 1/125-126 dengan beberapa perubahan.

Dikutip dari Slafy.or.id offline dari Bulletin Al Wala’ wa Bara’, Edisi ke-6 Tahun ke-319 Dzul Qo’dah 1425 H. Judul asli Sabar terhadap Taqdir Allah.

Leave a comment