Bulan Rajab Antara Syubhat dan Sunnah




Menjelang memasuki bulan Rajab, maka akan banyak bertebaran di jejaring sosial ataupun media lainnya, orang saling mengucapkan doa menjelang Rajab. Tidak heran karena bulan Rajab salah satu dari empat bulan mulia atau dalam Al-Qur’an disebut sebagai Asyhurul Hurum, yaitu, Muharram, Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab..

”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS At-Taubah: 36)

Bahkan bulan Rajab juga merupakan bulan yang dimuliakan oleh orang-orang Arab sejak sebelum datangnya Islam. Mereka meletakkan senjata dan menghindari perang. Bahkan ketika seorang bertemu dengan pembunuh bapaknya sekalipun, dia tidak mau membalasnya, jika itu terjadi di bulan Rajab. Kata Rajab berasal dari kata at-tarjib, yang berarti “penghormatan” (at-ta’zhim). Barangkali rahasia penamaan ini karena orang-orang Arab mengkhususkannya dengan berbagai penghormatan.

SYUBHAT SEKITAR AMALAN DI BULAN RAJAB

Beberapa kaum muslim biasa melakukan penghormatan bulan Rajab dengan meningkatkan amalan-amalan yang menurut mereka memang sunnah dilakukan di bulan Rajab. Di-antara contoh-contoh amalan-amalan yang sering dipercaya umat Islam untuk dilakukan pada bulan Rajab adalah:

1. Mengadakan shalat khusus pada malam pertama bulan Rojab.

2. Mengadakan shalat khusus pada malam Jum’at minggu pertama bulan.

3. Shalat khusus pada malam Nisfu Rajab (pertengahan atau tanggal 15 Rajab).

4. Shalat khusus pada malam 27 Rajab (malam Isra’ dan Mi’raj).

5. Puasa khusus pada tanggal 1 Rajab.

6. Puasa khusus hari Kamis minggu pertama bulan Rajab.

7. Puasa khusus pada hari Nisfu Rajab.

8. Puasa khusus pada tanggal 27 Rajab.

9. Puasa pada awal, pertengahan dan akhir bulan Rajab.

10. Berpuasa khusus sekurang-kurang-nya sehari pada bulan Rajab.

11. Mengeluarkan zakat khusus pada bulan Rajab.

12. Umrah khusus di bulan Rajab.

13. Memperbanyakkan Istighfar khusus pada bulan Rajab dengan istigfar rajab (‘Allahummaghfir li warhamni wa tub’alayya, (Ya Allah ampunilah hamba, sayangi hamba, dan terimalah taubat hamba) tujuh puluh kali pagi dan sore) atau istighfar lainnya.

14. Berdoa di bulan Rajab dengan doa khusus bulan Rajab.

Akan tetapi, semua pendapat tersebut tidak dapat dipegang, karena kalau kita jujur terhadap sumber-sumber asli agama ini, nyaris tidak satu pun amalan-amalan di atas yang berdasarkan kepada hadis-hadis yang shahih.

Maka dalam artikel ini saya mencoba untuk menyampaikan sedikit dari apa yang telah saya baca tentang berbagai hadits yang dijadikan sebagian besar kaum muslimin sebagai sandaran untuk beribadah dibulan rajab beserta derajatnya

a. Hadits Pertama

“Barangsiapa menghidupkan malam pertama bulan rajab, maka hatinya tidak akan mati ketika hati manusia mati, Allah akan menuangkan kebaikan dari atas kepalanya, dia akan keluar dari dosa-dosanya seperti hari dia dilahirkan oleh ibunya, dan dia akan memberi syafa’at untuk 70.000 orang yang berbuat kesalahan yang telah ditetapkan masuk neraka”

Hadits ini tidak ditemukan perawinya, termasuk dalam kitab khusus mengenai hadits-hadits tentang bulan rajab yang dikarang oleh Ibn Hajar dan ‘Ali al-Qari dan hadits ini menurut Dr Ahmad Luthfi Fathullah dihukumi Maudhu’ (palsu) karena berdasarkan qaidah yang diberikan oleh Ibnu Hajar al-Asqalani ketika beliau berkata :

“Tidak dijumpai hadits shahih yang dapat dijadikan hujjah mengenai keutamaan bulan Rajab, puasa Rajab, puasa pada hari tertentu dibulan Rajab dan beribadah pada malam tertentu dibulan Rajab. Kepastian ini telah ditetapkan sebelumnya oleh al-Imam al-Hafizh Abu Ismail al-Harawi, dia berkata:”Adapun hadits-hadits mengenai Keutamaan bulan Rajab atau Keutamaan puasa Rajab atau puasa pada hari-hari tertentu dibulan Rajab cukuplah jelas dan tebagi menjadi dua bagian yaitu Dha’if (lemah) dan Maudhu’ (Palsu)

Sebelum Ibnu Hajar, Ibnu Qayyim al-Jauziyah juga telah mengisyaratkan qaidah yang disebutkan oleh Ibnu Hajar. Beliau berkata dalam kitab al-Manar al-Munir

“Semua Hadits mengenai puasa Rajab dan Shalat pada beberapa malam dibulan Rajab adalah dusta yang nyata”

Jadi hadits ini dihukumi Maudhu’ (palsu) sebab tidak terdapat dalam beberapa hadits yang dha’if yang disebutkan oleh Ibnu Hajar. Hal ini berarti bahwa hadits ini termasuk hadits palsu meskipun Ibnu Hajar tidak menyebutkannya secara langsung, namun isyarat dan penegasan beliau bahwa selain beberapa hadits dha’if yang disebutkan adalah palsu. Kemudian beliau memberikan sebagian kecil contoh-contoh hadits palsu yang dimaksudkan. Wallahu A’lam

b. Hadits Kedua

“Barangsiapa melakukan shalat setelah maghrib pada malam bulan Rajab sebanyak 20 raka’at, pada setiap raka’at dia membaca Al-Fatihah dan surat al-Ikhlas dan salam sebanyak 20 kali (maksudnya 20 raka’at dikerjakan dua raka’at-dua raka’at), maka Allah Ta’ala akan menjaganya, penghuni rumahnya dan keluarganya darai bencana didunia dan azab diakhirat.”

Ibn al-Jauzi menyebutkan hadits seperti ini diriwayatkan oleh al-Jauzaqani dari Anas ibn Malik dengan lafaz akhirnya :

“Maka Allah Ta’ala akan menjaga dirinya, hartanya, isterinya dan anaknya, diselamatkan dari azab kubur dan dia akan melintasi shirat (jembatan) bagaikan kilat yang menyambar, tanpa dihisab dan tanpa azab.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibn al-Jauzi dalam al-Maudhu’at, jil 2, hal 123; Ibn Qayyim, dalam al-Manar al-Munif, hal 96; al-Suyuthi dalam al-La’ali al-Mashunah jil 2 hal 55-56; ‘Ali al-Qari dalam al-Asrar al-Marfu’ah hal 461; Ibn ‘Arraq dalm Tanzib al-Syari’ah, jil 2, hal 90; al-Syaukani dalam al-Fawaid al-Majmu’ah hal 47. yang masing-masing ulama ini menghukumi hadits ini adalah hadits palsu. Sebabnya seperti yang dikatakan oleh Ibn al-Jauzi kebanyakan dari perawi dalam hadits tersebut adalah Majhul (tidak dikenal). Hadits ini termasuk dalam qaidah yang disebutkan oleh Ibn Hajar diatas.

c. Hadits Ketiga

“Ingatlah bahwa sesungguhnya bulan Rajab itu adalah bulan Allah yang bisu. Maka barangsiapa yang berpuasa pada bulan ini satu hari karena iman dan mengharapkan pahala, maka dia berhak mendapatkan ridha Allah Yang Maha Besar; barangsiapa yang berpuasa pada bulan ini selama dua hari maka para penghuni langit dan bumi tidak dapat menggambarkan kemuliaan yang diperolehnya disisi Allah; barangsiapa berpuasa selama tiga hari maka dia akan selamat dari segala tiga hari, maka dia akan selamat dari segala bencana didunia, azab diakhirat, gila, penyakit kusta/lepra penyakit belang dan fitnah Dajjal; barangsiapa berpuasa selama 7 hari maka 7 pintu neraka Jahannam akan ditutup baginya; barangsiapa yang berpuasa selama 8 hari, maka 8 pintu surga akan dibukakan baginya; barangsiapa yang berpuasa selama 10 hari, maka dia tidak akan meminta apapun kepada Allah melainkan Dia pasti memberinya; barangsiapa berpuasa selama 15 hari, maka Allah Ta’ala akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan mengganti keburukan-keburukannya dengan kebaikan-kebaikan; dan barangsiapa menambah (hari berpuasa), maka Allah menambah pahalanya.”

Hadits ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam al-Syu’ab dan Fadhail al-Auqat dan al-Asfahani dalam al-Targhib. Semuanya melalui Usman ibn Mathar dari ‘Abd al-Ghafur dari ‘Abd al-‘Aziz ibn Sa’id dari bapaknya.

Hadits ini adalah hadits Maudhu’ (palsu). Dalam sanad al-Baihaqi terdapat beberapa perawi yang dha’if, amat dha’if dan seorang yang dituduh meriwayatkan hadits palsu dari perawi yang tsiqah (terpercaya). Diantaranya adalah Usman ibn Mathar, dia dha’if menurut Abu Hatim, al-Nasa’i, al-Dzahabi dan Ibn Hajar. Abu Shalih ‘Abd al-Ghafur al-Waisithi, menurut al-Bukhari mereka meninggalkannya dan haditsnya munkar. Ibn ‘Adiy berkata : Dia dha’if dan haditsnya munkar. Al-Nasa’i berpendapat dia ditinggalkan haditsnya. Ibn Hibban juga menyatakan bahwa dia meriwayatkan hadits-hadits palsu dari perawi yang tsiqah.

Al-Baihaqi yang meriwayatkan hadits ini hanya mengatakan hadits ini dha’if, akan tetapi Ibn Hajar yang diikuti oleh Ibn ‘Arraq menghukuminya dengan palsu.

d. Hadits Keempat

”Pada malam Mi’raj, aku melihat sebuah sungai yang airnya lebih manis dari madu, lebih dingin dari es dan lebih wangi dari minyak kesturi. Lalu aku bertanya : Sungai ini untuk siapa, wahai Jibril? Dia menjawab : untuk orang yang membaca shalawat kepadamu pada bulan Rajab”

Hadits ini belum ditemukan perawinya dan terdapat dalam kitab Zubdat al Wa’izhin. Meskipun belum ditemukan perawi hadits ini , namun al-Sakhawai berkata “Tidak ada suatu
haditspun mengenai shalawat kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dibulan Rajab yang Shahih. Berdasarkan kaidah inilah hadits ini dihukumi palsu.

e. Hadits Kelima

رَجَبٌ شَهْرُ اللهِ وَشَعْبَانٌ شَهْرِي وَرَمَضَانٌ شَهْرُ أُمَّتِى.

“Sesungguhnya Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku dan Ramadhan adalah bulan ummatku.”

Hadits ini adalah potongan dari hadits panjang yang diriwayatkan oleh Ibn al Jauzi dalam kitabnya al-Maudhu’’at dari Muhammad ibn Nashir al-Hafizh dari Abu al-Qasim ibn Mandah dari Abu al-Hasan ‘Ali ibn Abdullah ibn Jahdam dari ‘Ali ibn Muhammad ibn Sa’id al-Bashri dari bapaknya dari Khalaf ibn Abdullah dari Humaid al-Tahawil dari Anas.

Hadits ini adalah hukumnya adalah Maudhu’’ (Palsu) karena dalam sanadnya terdapat ‘Ali ibn Abdullah ibn Jahdam al-Suda’i yang lebih dikenal dengan nama Ibn Jahdam, dia dituduh pendusta. Sedangkan beberapa perawi lainnya dalam sanad ini tidak dikenal, bahkan beberapa ulama hadits mengatakan bahwa barangkali mereka belum dilahirkan. Hadits ini juga dihukumi palsu oleh Ibn al-Jauzi, Ibn Qayyim, Ibn Hajar, al-Suyuti dan lain-lain.

f. Hadits Keenam

“Puasa pada hari pertama bulan rajab adalah kaffarat (pelebur dosa) untuk tiga tahun; puasa pada hari ke 2 adalah kaffarat untuk dua tahun; puasa hari ketiga adalah kaffarat untuk satu tahun kemudian setiap harinya (sisanya) adalah kaffarat untuk satu bulan.”

Hadits ini seperti yang diisyaratkan oleh al-Suyuti, diriwayatkan oleh Abu Muhammad al-Khallal dalam Fadhail Rajab dari Ibnu Abbas. Al-Suyuti menghukumi hadits ini dengan dha’if, akan tetapi al-Munawi mengatakan lebuh dari itu, amat dha’if, kemudian beliau menukil pendapat Ibn Shalah dan Ibn Rajab al-Hanbali yang mengisyaratkan palsunya hadits-hadits mengenai puasa rajab. Hadits ini dapat dihukumi palsu berdasarkan qaidah yang disebutkan Ibn Qayyim dan Ibn Hajar

g. Hadits Ketujuh

“Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak berpuasa setelah bulan Ramadhan kecuali pada bulan rajab dan Sya’ban”

Hadits ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam al-Syu’ab dari Abu Hurairah dan al-Baihaqi mengatakan bahwa sanad hadits ini adalah dha’if, beliau juga menambahkan bahwa terdapat banyak riwayat yang berkaitan dengan masalah ini, namun semuanya munkar, dalam sanad-sanadnya terdapat banyak perawi yang majhul dan perawi dha’if

h. Hadits kedelapan

إِنَّ فِي الْجَنَّةِ نَهْرًا يُقَالَ لَهُ رَجَبٌ، مَاؤُهُ أَشَدُّ بَيَاضًا مِنَ اللَّبَنِ وَأَحْلى مِنَ الْعَسْلِ، مَنْ صَامَ يَوْمَا مِنْ رَجَبٍ سَقَاهُ اللهُ مِنْ ذَلِكَ النَّهْرِ.

‘Sesungguhnya disurga terdapat sebuah sungai yang dinamakan Rajab yang lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu, barangsiapa yang berpuasa selama satu hari dibulan Rajab, maka Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan memberinya minum dari sunagi tersebut.

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibn Hibban dalam al-Majrubin dan al-Baihaqi dalam Fadhail al-Auqat dan al-Syairazi dalam al-Alqab seperti yang diisyaratkan oleh al-Suyuti. Kesemuanya dari Anas. Hadits ini telah dihukumi palsu oleh beberapa ulama seperti Ibn al-Jauzi, al-Dzahabi dan Ibn Hajar dalam Lisan al-Mizan. Penyebabnya adalah didalam sanad hadits ini terdapat perawi pendusta yaitu Manshur ibn Yazid. Ibn al-Jauzi mengatakan banyak yang tidak diketahui. Akan tetapi al-Suyuti dan Ibn Hajar dalam kitab Tahyin al-‘Ajab hanya mendhaifkan hadits ini, berbeda dengan hukuman beliau dalam kitab Lisan al-Mizan. Beliau berkata ”Isnadnya secara umum adalah dha’if, akan tetapi ia belum sampai menjadikan hadits ini palsu”.

i. Hadits Kesembilan

“Setiap orang akan kelaparan pada hari kiamat kecuali para nabi dan keluarga mereka serta orng-orang yang berpuasa pada bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadhan, maka sesungguhnya mereka ini dalam keadaan kenyang, mereka tidak merasakan lapar dan haus sama sekali.”

Hadits dengan lafaz seperti ini belum dapat ditemukan dan hanya terdapat dalam kitab Zubdat al Wa’izhin. Hadits ini boleh dihukumi palsu berdasarkan qaidah yang disebutkan oleh Ibn Hajar dan Ibn Qayyim

j. Hadits Kesepuluh

مَنْ صَامَ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ شَهْرِ حَرَامٍ الْخَمِيس وَالْجُمْعَة وَالسَّبْت كَبَبَ الله لَهُ عِبَادَةً تِسْعَمائَةِ سَنَةٍ – وفي لفظ: سِتِّيْتَ سَنَةٍ.

Barangsiapa yang berpuasa 3 hari di bulan haram: Kamis, Jum’at dan Sabtu, Allah catat baginya ibadah 900 tahun – dalam riwayat lain: 70 tahun.”

Imam Bukhari rahimahullah menyebutkan hampir seluruh jalan-jalan hadits ini kemudian berkata: “Kesimpulannya hadits ini batil secara sanad dan matannya.”

k. Hadits Kesebelas

صَوْمُ أَوَلِ يَوْمٍ مِنْ رَجَبٍ كَفَّارَةُ ثَلاَثَ سِنِيْنَ وَالثَّانِي كَفَارَةُ سَنَتَيْنِ وَالثَّالِثُ كَفَّارَةُ سَنَةٍ ثُمَّ كُلَّ يَوْمٍ شَهْرًا.

“Puasa di awal bulan Rajab menghapuskan dosa-dosa 3 tahun. Hari yang kedua menghapuskan dosa 2 tahun, hari yang ketiga menghapuskan dosa 1 tahun, kemudian setiap harinya puasa pada bulan Rajab menghapuskan dosa sebulan.”

Hadits ini disebutkan oleh Al-Khallal dalam Al-Jami’, kemudian dia mendhaifkannya. (Didhaifkan pula oleh Syaikh Al-Albani dalam Dha’if Jami’ Ash-Shaghir, hadits no. 3500. -pent.)

l. Hadits Keduabelas

فَضْلُ شَهْرِ رَجَبٍ عَلَى سَائِرِ الشُّهُوْرِ كَفَضْلِ الْقُرْآنِ عَلَى سَائِرِ ا
لْكَلاَمِ
.

“Keutamaan bulan Rajab di atas bulan-bulan lain seperti keutamaan Al-Qur’aan di atas seluruh ucapan-ucapan lain.”

‘Ali Al-Qari’ rahimahullah mengatakan bahwasanya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata: “Hadits ini palsu.”

Ada juga amalan lain yang biasa dilakukan di bulan Rajab misal:

Shalat Raghaib

Berkata Muhammad ‘Abdus Salam As-Suqairi: Shalat raghaib biasanya dikerjakan oleh manusia sebanyak 12 raka’at antara Maghrib dan ‘Isya’ pada hari Kamis pertama di bulan Rajab. Pada shalat tersebut dikhususkan bacaan-bacaan dan tasbih tertentu yang berbeda dengan shalat-shalat lainnya.

Pensyarah kitab Al-Ihya’ berkata bahwasanya Abu Muhammad Al-‘Izz ibnu ‘Abdis Salam berkata: “Tidak ada di Baitul Maqdis satu shalat khusus pun di bulan Rajab, tidak pula pada nishfu Sya’baan (pertengahan bulan Sya’ban). Perkara tersebut terjadi pada tahun 448H ketika datang ke negeri mereka seseorang dari Nablus yang dipanggil dengan nama Ibnul Hay. Ia memiliki bacaan yang bagus, kemudian berdiri untuk shalat di Masjidil Aqsha pada malam nishfu Sya’baan, lalu diikuti oleh seseorang, kemudian orang kedua, ketiga, keempat hingga ia tidak mengakhiri shalatnya kecuali sudah banyak jama’ah di belakangnya.

Kemudian pada tahun berikutnya shalatlah bersama orang tersebut banyak manusia. Dan terkenallah di masjid-masjid dan rumah-rumah kaum muslimin shalat tersebut, seakan-akan sunnah sampai hari ini.

Al-Hafizh Al-Iraqi rahimahullah berkata: bahwa diriwayatkan oleh Razin dalam kitabnya tentang shalat raghaib dan itu adalah hadits palsu.

Ibnul Jauzi rahimahullah berkata: “Hadits itu maudhu’, dipalsukan atas nama Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Para ulama telah menuduh demikian kepada Ibnu Jahdham dan menisbatkannya kepada kedustaan.”

Al-Hafizh ‘Abdul Wahhab rahimahullah berkata: “Rawi-rawi hadits tersebut tidak dikenal (majhul). Aku telah memeriksanya dalam semua kitab-kitab dan aku tidak mendapati mereka.”

Al-Hafizh As-Suyuti juga membenarkan ucapan di atas dan menukil ucapan Imam Nawawi rahimahullah bahwa beliau berkata: “Shalat ini adalah bid’ah yang mungkar dan jelek. Jangan engkau tertipu dengan disebutkannya shalat tersebut dalam kitab Quutul Quluub dan kitab Al-Ihya’.

Imam Ath-Thurthusi rahimahullah menukil dari Al-Burhan Al-Halabi tentang maudhu’nya riwayat tentang shalat tersebut.

Demikian pula dikatakan dalam kitab Al-Hishnul Hashin dan juga ucapan pensyarahnya yaitu Imam Asy-Syaukani.

Bahkan Imam Abu Syamah rahimahullah memiliki kitab yang diberi nama Al-Ba’its ‘ala Ingkaril Bida’ wal Hawadits. Ia menjelaskan di dalamnya tentang batilnya riwayat-riwayat tentang shalat raghaib.

Demikian pula pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Al-Majd Al-La’wa.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Shalat malam 27 Rajab dan sejenisnya tidak disyari’atkan dengan kesepakatan para imam-imam kaum muslimin sebagaimana disebutkan oleh para ulama yang diakui keilmuannya. Tidaklah muncul kebid’ahan tersebut kecuali dari seorang yang bodoh atau mubtadi’.”

Muhammad ‘Abdus Salam As-Suqairi rahimahullah berkata: “Ketahuilah bahwa hadits tentang shalat khusus di awal Rajab, pertengahan atau di akhirnya tidak bisa diterima, tidak bisa diamalkan dan tidak perlu menengok kepadanya. (Karena seluruhnya lemah dan palsu -pent.)

Perayaan Isra’ Mi’raj

Muhammad ‘Abdus Salam As-Suqairi rahimahullah berkata: “Pembacaan kisah Isra’ Mi’raj, perayaan Isra’ Mi’raj di malam tanggal 27 Rajab adalah bid’ah. Demikian pula mengkhususkan dzikir atau ibadah tertentu padanya adalah bid’ah!”

Ia juga berkata: “Kalau saja perbuatan itu adalah kebaikan, niscaya mereka (para shahabat dan salafush shalih) lebih dahulu melakukannya daripada kita. Sedangkan tentang peristiwa Isra’ Mi’raj, tidak diriwayatkan satu dalil pun yang menjelaskan harinya. Tidak pula ada riwayat yang menjelaskan bulannya. Maka masalah waktu berangkat dan pulangnya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam ketika Isra’ Mi’raj tidak tsabit. Tanggal tersebut hanyalah kedustaan yang dibuat-buat oleh manusia.

KESIMPULAN DARI BEBERAPA SYUHBAT TERSEBUT

Dari beberapa keterangan tersebut diatas maka tak heran ulama-ulama seperti Ibnu Taimiyah dalam kitab Iqthidha Shiratil Mustaqim,berkata, “Tidak ada satu keterangan pun dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam berkaitan dengan keutamaan bulan Rajab, bahkan keumuman hadis yang berkaitan dengan hal tersebut merupakan hadis-hadis palsu.” (Iqthidha Shirathil Mustaqim, 2/624)

Juga Ibnu Hajar Al Asqalani secara khusus telah menulis masalah kedha’ifan dan kemaudhu’an hadits-hadits tentang amalan-amalan di bulan Rajab. Beliau menamakannya: Taudhihul Ajab bi maa Warada fi Fadhli Rajab.“ Di dalamnya beliau menulis, “Tidak ada satu keterangan pun yang menjelaskan keutamaan bulan Rajab, tidak juga berkaitan dengan shaumnya, atau pun berkaitan dengan shalat malam yang dikhususkan pada bulan tersebut. Yang merupakan hadis shahih yang dapat dijadikan hujjah.”

Dan banyak lagi nukilan dari para imam yang menegaskan hal ini. Seperti Al Imam Abu Ismail Al Harawi Al Hafidz dan Al Imam Abdullah bin Muhammad Al Anshari Rahimahullah.

BAGAIMANA SEBAIKNYA SIKAP KAUM MUSLIMIN DALAM MENYAMBUT BULAN RAJAB

Yang menjadi pertanyaan bagaimana sebaiknya kaum muslim dalam menyambut bulan Rajab. Maka tidak ada salahnya berdoa meminta agar dapat mendapatkan keberkahan di bulan Rajab, baik dengan lafaz sendiri ataupun juga dengan lafaz ini karena memang maknanya baik yaitu

“Allahumma Baarik Lanaa Fii Rajab Wa Sya’baan Wa Ballighnaa Ramadhan.” (Yaa Allah, Anugerahkanlah kepada kami barokah di bulan Rajab dan Sya’ban serta sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan)

Juga melakukan amalan-amalan yang sunnah secara mutlak seperti memperbanyak shalat sunnah, berdzikir, selain kewajiban seorang muslim untuk meningkatan ibadahnya di setiap waktu juga merupakan sarana untuk persiapan menjelang ramadhan.

Sedang berpuasa di bulan Rajab apakah tidak boleh?

Tidak ada dalil yang melarang seseorang berpuasa di bulan Rajab, sebagaimana juga tidak ada dalil untuk melarang berpuasa di bulan lainnya. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sangat senang berpuasa pada bulan-bulan hijriyah, tidak terkecuali di bulan Rajab.

حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة. حدثنا عبدالله بن نمير. ح وحدثنا ابن نمير. حدثنا أبي. حدثنا عثمان بن حكيم الأنصاري. قال: سألت سعيد بن جبير عن صوم رجب ؟ ونحن يومئذ في رجب. فقال: سمعت ابن عباس رضي الله عنها يقول: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصوم حتى نقول: لا يفطر. ويفطر حتى نقول: لا يصوم.

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Numair. Dan telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair : Telah menceritakan kepadaku ayahku : Telah menceritakan kepada kami ‘Utsmaan bin Hakiim Al-Anshaariy, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Sa’iid bin Jubair tentang puasa Rajab dimana kami waktu itu berada di bulan Rajab. Ia (Sa’iid) menjawab : Aku mendengar Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam senantiasa berpuasa hingga kami berkata : ‘beliau tidak pernah berbuka’. Dan beliau pun pernah berbuka hingga kami berkata : ‘beliau tidak pernah berpuasa” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1157].

Sifat puasa yang diceritakan oleh Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhu bukanlah sifat puasa yang ia lihat khusus di bulan Rajab saja, namun juga sifat puasa yang ia secara umum pada diri beliau di luar bulan Ramadlan. Maksudnya, beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam terkadang banyak berpuasa pada satu bulan, terkadang pula meninggalkannya.

Kebetulan, ‘Utsmaan bin Hakiim bertanya kepada Sa’iid bin Jubair tentang berpuasa di bulan Rajab, dan kemudian ia jawab dengan jawaban umum tentang sifat puasa beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam di luar bulan Ramadlan.

حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ أَبِي بِشْرٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ مَا صَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا كَامِلًا قَطُّ غَيْرَ رَمَضَا
نَ وَيَصُومُ حَتَّى يَقُولَ الْقَائِلُ لَا وَاللَّهِ لَا يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى يَقُولَ الْقَائِلُ لَا وَاللَّهِ لَا يَصُومُ

Telah menceritakan kepada kami Muusaa bin Ismaa’iil : Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Awaanah, dari Abu Bisyr, dari Sa’iid bin Jubair, dari Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa, ia berkata : “Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berpuasa selama sebulan penuh kecuali pada bulan Ramadlan. Dan beliau seseorang yang rajin puasa sehingga sehingga ada yang berkata : ‘Tidak, demi Allah, beliau tidak pernah berbuka”. Namun beliau pun berbuka hingga ada yang berkata : ‘Tidak, demi Allah, beliau tidak berpuasa” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1971].

حَدَّثَنِي عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ حُمَيْدٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَنَسًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُفْطِرُ مِنْ الشَّهْرِ حَتَّى نَظُنَّ أَنْ لَا يَصُومَ مِنْهُ وَيَصُومُ حَتَّى نَظُنَّ أَنْ لَا يُفْطِرَ مِنْهُ شَيْئًا وَكَانَ لَا تَشَاءُ تَرَاهُ مِنْ اللَّيْلِ مُصَلِّيًا إِلَّا رَأَيْتَهُ وَلَا نَائِمًا إِلَّا رَأَيْتَهُ

Telah menceritakan kepadaku ‘Abdul-‘Aziiz bin ‘Abdillah, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Ja’far, dari Humaid : Bahwasannya ia pernah mendengar Anas radliyallaahu ‘anhu berkata : “Adalah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam senantiasa berbuka selama satu bulan hingga kami menduganya beliau tidak pernah berpuasa selama itu. Dan apabila berpuasa, seakan-akan beliau terus menerus berpuasa hingga kami menduganya beliau tidak pernah berbuka sama sekali dalam bulan itu. Dan jika engkau hendak melihat beliau pada suatu malam dalam keadaan shalat, niscaya engkau akan melihatnya. Sebaliknya, jika engkau ingin melihat beliau dalam posisi tertidur, melainkan engkau kalian akan melihatnya juga” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1972].

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ أَبِي النَّضْرِ مَوْلَى عُمَرَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهَا قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لَا يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لَا يَصُومُ وَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ قَطُّ إِلَّا رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ فِي شَهْرٍ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Maslamah, dari Maalik, dari Abun-Nadlr Maulaa ‘Umar bin ‘Ubaidillah, dari Abu Salamah bin ‘Abdirrahmaan, dari ‘Aaisyah istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, bahwasannya ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam senantiasa berpuasa hingga kami mengatakan : ‘beliau tidak pernah berbuka’. Dan beliau senantiasa berbuka hingga kami mengatakan : ‘beliau tidak berpuasa’. Dan tidaklah aku melihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali pada bulan Ramadlan, dan tidaklah aku melihat beliau dalam satu bulan lebih banyak melakukan berpuasa daripada bulan Sya’ban” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 2434; shahih].[3]

Oleh karena itu, pelaksanaan puasa di bulan Rajab adalah pelaksanaan puasa sunnah secara mutlak. Tidak ada hadits shahih yang menjadi dasar untuk mengkhususkan puasa di bulan Rajab.

Jika ada yang sengaja berpuasa sunnah secara khusus di Rajab, maka salaf membencinya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,

”Adapun mengkhususkan bulan Rajab dan Sya’ban untuk berpuasa pada seluruh harinya atau beri’tikaf pada waktu tersebut, maka tidak ada tuntunannya dari Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dan para sahabat mengenai hal ini. Juga hal ini tidaklah dianjurkan oleh para ulama kaum muslimin. Bahkan yang terdapat dalam hadits yang shahih (riwayat Bukhari dan Muslim) dijelaskan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam biasa banyak berpuasa di bulan Sya’ban. Dan beliau dalam setahun tidaklah pernah banyak berpuasa dalam satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban, jika hal ini dibandingkan dengan bulan Ramadhan.

Asy-Syaukaaniy rahimahullah berkata :

لم يرد في رجب على الخصوص سنة صحيحية ولا حسنة ولا ضعيفة ضعفا خفيفا بل جميع ما روى فيه على الخصوص أما موضوع مكذوب أو ضعيف شديد الضعف

“Tidak ada keutamaan (puasa) Rajab secara khusus dari hadits-hadits shahih, hasan, ataupun lemah (dla’if) dengan kelemahan ya
ng ringan. Bahkan, seluruh hadits yang diriwayatkan tentang pengkhususan (puasa Rajab) adalah palsu lagi dusta atau lemah dengan kelemahan yang sangat parah” [As-Sailul-Jaraar, 1/297; Daar Ibni Hazm, Cet. 1].

Bahkan telah dicontohkan oleh para sahabat bahwa mereka melarang berpuasa pada seluruh hari bulan Rajab karena ditakutkan akan sama dengan puasa di bulan Ramadhan, sebagaimana hal ini pernah dicontohkan oleh ’Umar bin Khottob. Ketika bulan Rajab, ’Umar pernah memaksa seseorang untuk makan (tidak berpuasa), lalu beliau katakan,

لَا تُشَبِّهُوهُ بِرَمَضَانَ

”Janganlah engkau menyamakan puasa di bulan ini (bulan Rajab) dengan bulan Ramadhan.” (Riwayat ini dibawakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa, 25/290 dan beliau mengatakannya shahih. Begitu pula riwayat ini dikatakan bahwa sanadnya shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil)

Adapun perintah Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam untuk berpuasa di bulan-bulan haram yaitu bulan Rajab, Dzulqo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, maka ini adalah perintah untuk berpuasa pada empat bulan tersebut dan beliau tidak mengkhususkan untuk berpuasa pada bulan Rajab saja. (Lihat Majmu’ Al Fatawa, 25/291)

Imam Ahmad mengatakan, ”Sebaiknya seseorang tidak berpuasa (pada bulan Rajab) satu atau dua hari.” Imam Asy Syafi’i mengatakan, ”Aku tidak suka jika ada orang yang menjadikan menyempurnakan puasa satu bulan penuh sebagaimana puasa di bulan Ramadhan.” Beliau berdalil dengan hadits ’Aisyah yaitu ’Aisyah tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam berpuasa sebulan penuh pada bulan-bulan lainnya sebagaimana beliau menyempurnakan berpuasa sebulan penuh pada bulan Ramadhan. (Latho-if Ma’arif, 215)

Ringkasnya, berpuasa penuh di bulan Rajab itu terlarang jika memenuhi tiga point berikut.

1. Jika dikhususkan berpuasa penuh pada bulan tersebut, tidak seperti bulan lainnya sehingga orang-orang awam dapat menganggapnya sama seperti puasa Ramadhan.

2. Jika dianggap bahwa puasa di bulan tersebut adalah puasa yang dikhususkan oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sebagaimana sunnah rawatib (sunnah yang mengiringi amalan yang wajib).

3. Jika dianggap bahwa puasa di bulan tersebut memiliki keutamaan pahala yang lebih dari puasa di bulan-bulan lainnya. (Lihat Al Hawadits wal Bida’, hal. 130-131. Dinukil dari Al Bida’ Al Hawliyah, 235-236)

Diambil dari tulisan para asatidz seperti, Ust Sarwat Lc, Ust Muhammad Abduh Tuasikal, ST, Ust Abul Jauza, Ustadz Muhammad Umar As-Sewed dan beberapa link terkait

http://sunniy.wordpress.com/2011/06/03/pendapat-ulama-tentang-bulan-rajab/

http://ahlulwasath.blogspot.com/2008/07/hadits-dhaif-dan-maudhu-di-bulan-rajab.html

http://ahlulwasath.blogspot.com/2008/07/hadits-dhaif-dan-maudhu-di-bulan-rajab.html

http://rumaysho.wordpress.com/2009/07/02/meninjau-ulang-anjuran-banyak-puasa-di-bulan-rajab/

http://www.madinatulilmi.com/?prm=posting&kat=1&var=detail&id=341

Leave a comment