Mengapa Berada di Jalan Da’wah?


Sesungguhnya jalan da’wah ini adalah kebutuhan kami sendiri. Rasa kebutuhan yang melebihi sekedar merasakan bahwa jalan ini merupakan kewajiban yang harus kami lakukan,karena kami melangkah di jalan ini merupakan bagian dari rasa syukur kami atas hidayah Allah SWT.
Jalan da’wah mengajarkan bahwa kami memang membutuhkan da’wah. Lalu kebersamaan dengan saudara-saudara di jalan ini semakin menegaskan bahwa kami hidup bersama di jalan ini agar berhasil dalam hidup dunia dan akhirat. Kami semakin mendalami pesan Rasulullah SAW,
“Barangsiapa mengajak kepada petunjuk Allah,maka ia akan mendapat pahala yang sama seperti jumlah pahala orang yang mengikutinya tanpa dikurangi sedikitpun pahala mereka.” (HR. Muslim)

Tak ada makhluk Allah yang mendapat dukungan do’a seluruh makhluknya kecuali mereka yang mengupayakan perbaikan dan berda’wah. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,
“Sesungguhnya Allah,para malaikat,semut yang ada di dalam lubangnya,bahkan ikan yang ada di lautan akan berdo’a untuk orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” (HR.Tirmidzi)

Alasan lainnya adalah karena da’wah akan menjadi penghalang turunnya azab Allah SWT. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an,
“Dan (ingatlah) ketika suatu umat diantara mereka berkata: “Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?” Mereka menjawab: “Agar kamu mempunyai alasan (pelepas tanggungjawab) kepada Tuhanmu,dan supaya mereka bertakwa.” (QS. Al-A’raf:164)
Allah SWT menjelaskan tiga kelompok manusia dalam masalah ini. Mereka adalah kelompok penyeru da’wah yang shalih,kelompok shalihin tapi tidak menyerukan da’wah dan orang-orang yang mengingkari da’wah. Kelompok orang-orang shalih yang telah berda’wah dan berupaya mewujudkan perbaikan,mengangkat alasan kepada Rabb mereka. Maka pada ayat selanjutnya Allah SWT berfirman:
“Maka tatkala mereka mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras,disebabkan mereka selalu berbuat fasik.” (QS. Al-A’raf:165)
Inilah yang disabdakan Raslullah SAW tatkala Zainab radhiallahu ‘anha bertanya kepadanya, “Apakah kita akan dihancurkan oleh Allah,sedangkan diantara kita ada orang-orang shalih?” Rasulullah SAW menjawab, “Ya,jika keburukan itu sudah dominan.” (Muttafaq’alaih). Ada pula hadits rasulullah SAW yang lainnya,Abu Bakar radhiallahu ‘anhu mengatakan, ”Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah SAW bersabda,”Sesungguhnya manusia jika mereka melihat kemungkaran dan mereka tidak merubahnya dikhawatirkan mereka akan diratakan oleh Allah SWT dengan azab-Nya.” (HR.Ahmad dan Abu Daud)
Teman-teman Pilihan
Ar rafiq qabla thariiq memilih teman harus didahulukan sebelum memulai perjalanan. Itulah sebabnya para ulama juga turut menjelaskan bahwa keberadaan seorang teman menjadi salah satu diantara adab orang yang ingin menempuh perjalanan. Seperi dikatakan Imam Al Ghazali:”Hendaknya orang yang ingin berpergian memilih teman. Jangan ia keluar seorang diri. Pilih teman dahulu,barulah tempuh perjalanan.Hendaknya teman yang menemaninya dalam perjalanan  itu adalah orang yang bisa membantunya dalm menjalankan prinsip agama,mengingatkannya tatkala lupa,membantu dan mendorongnya ketika ia tersadar. Sesungguhnya orang itu tergantung agama temannya. Dan seseorang tidak dikenal kecuali dengan melihat siapa temannya..” (Ihya’ Ulumiddin, 2/202)
Apa yang dikatakan Imam Al Ghazali rahimahullah itu sebenarnya,mengambil intisari hadits Rasulullah SAW: “Andai manusia mengetahui apa yang akan dialami seseorang jika ia seorang diri,niscaya tak ada orang yang menempuh perjalanan malam seorang diri.”(Fath Al Bary,6/138)
Perjalanan dalam da’wah ini juga bisa dikiaskan dengan perjalanan dalm urusan lain yang memerlukan syarat-syaratnya sendiri. Dan salah satu syarat perjalanan itu adalah Ar rafiiq ash shaalih (teman yang baik).
 Kami dan Amal Jama’i
Amal Jama’i artinya merupakan suatu pekerjaan secara berjama’ah,tidak sendiri-sendiri,saling membantu untuk mencapai tujuan tertentu. Pekerjaan yang dimaksud adalah berda’wah untuk mewujudkan cita-cita Islam. Pemahaman ini berdasarkan banyak hal prinsipil sekali:
Pertama,dalam kitab Al Hall al Islamy,Faridhah wa Dharurah,DR.Yusuf Al Qaradhawi mengatakan, “Amal jama’I itu harus dilakukan. Karena ia termasuk di dalam perintah yang diwajibkan agama dan tuntutan realitas sekaligus. Sedangkan amal jama’I termasuk salah satu bentuk amal kebaikan dan ketaqwaan yang palig khusus,paling prinsipil dan paling penting.” Al Qur’anul Karim menyebutkan,
“Dan hendaklah (ada) diantara kalian umat yang menyerukan pada kebaikan, memerintahkan pada kebaikan dan melarang dari yangmungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang menang.” (QS. Ali Imran:104)
Dalam tafsir AlManar disebutkan,”yang benar adalah,terminology umat lebih spesifik daripada terminology jama’ah. Ummat mewakili keterpaduan berbagai kelompok yang memiliki anggoat,dimana anggotanya mempunyai ikatan yang menghimpun mereka dan kesatuan yang menyatukan mereka seperti anggota tubuh seseorang.”
Kedua,kaidah syar’iyah yang berbunyi,maa laayatimmu al waajib illa bihi fa huwa waajib. Bahwa sesuatu kewajiban yang tidak sempurna kewajiban tersebut kecuali dengan sesuatu itu,maka sesuatu itu hukumnya wajib.
Ketiga,realitas yang kami lihat sendiri bahwa manusia cenderung akan menjadilemah ketika bekerja seorang diri. Sebaliknya akan menjadi kuat dan berdaya ketika ia bersama-sama dengan yang lain.
Keempat, realitas pihak-pihak yang melakukan tekanan dan pertentangan dengan Islam,sipapun namanya dan apapun kelompoknya,semuanya melakukan aksi secara berkelompok,berpartai,berorganisasi. Tidak masuk akal jikakami harus menghadapi kekuatan structural yang menekan Islam itu dengan kekuatan orang per orang.itu artinya kami harus mempunyai struktur da’wah Islam yang kuat dan solid untuk menghadapi tekanan tadi. Itulah yang dikatakan Abu Bakar Shiddiq ra kepada Khalid bin Walid ra, “ Haarib hum bi mitsli maa yuhaaribuunaka bihi. As saifu bi as saif. Waa r rumh bir rumh…” Perangi mereka seperti apa yang mereka lakukan ketika memerangimu. Pedang dilawan dengan pedang. Tombak dilawan dengan tombak.”
Sampai disini,kamipun mendapatkan firman Allah SWT yang sangat sesuai untuk menjadi pijakan beramal jama’i.
“Adapun orang-orang kafir,sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai kaum muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu,niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (QS.Al Anfal:73)

Itulah sebabnya,tandzhim atau organisasi da’wah itu sangat diperlukan. Bekerja untuk islam mutlak memerlukan sebuah organisasi,perlu adanya pimpinan yang bertanggungjawab,membutuhkan adanya pasukan anggota yang taat,harus memiliki peraturan mendasar yang mengikat dan menata hubungan anatara pimipinan dan anggota,harus ada yang membatasi tanggung jawab dan kewajiban,menjelaskan tujuan dan sarana serta semua yang diperlukan oleh suatu aktifitas da’wah.

Perjalanan ini Mutlak Memerlukan Pemimpin

Di antara syarat perjalanan adalah keharusan adanya pemimpin. Pemimpin kami adalah orang yang dianggap memiliki kelebihan dalam permasalahan yang sangat dibutuhkan dalam menempuh perjalanan. Dan dalam da’wah,para pemimpin adalah mereka yang memiliki keistimewaan dalam akhlak,ukhuwwah,idariyah (manajemen),dan wawasan ilmunya. Sehingga Imam Al Ghazali juga mengatakan, ”Hendaknya suatu perjalanan dipimpin oleh orang yang paling baik akhlaknya,paling lembut dengan teman-temannya,paling mudah terketuk hatinya dan paling mungkin dimintakan persetujuannya untuk urusan penting. Seorang pemimpin dibutuhkan karena pandangannya yang beragam untuk menentukan arah perjalanan dan kemaslahatan perjalanan. Tidak ada keteraturan tanpa kesatuan pengaturan. Tidak ada kerusakan kecuali karena banyaknya pengaturan. Alam ini menjadi teratur karena Pengatur alam semesta ini adalah satu.” (Ihya Ulumiddin 2/202)
“Jika di alam ini ada banyak tuhan, selain Allah, niscaya akan rusaklah.” (QS. Al Anbiya:22)
Jalan ini, Miniatur Perjalanan Sesungguhnya
Jiwa toleran adalah salah satu pelajaran berharga yang kami petik dari jalan da’wah. Perhimpunan dan perkumpulan kami setiap pecan dalam waktu bertahun-tahun menyebabkan kami mengalami berbagai situasi dimana kami berlatih bersikap. Perhatikanlah sabda Rasulullah SAW: ”Jika ada seseorang yang mencacimu dan menghinamu dengan sesuatu yang ia ketahui ada pada dirimu.,maka janganlah engkau kembali melakukan hal yang sama lantaran ada sesuatu yang engkau ketahui ada pada dirinya. Karena dengan demikian engkau akan mendapatkan pahala. Dan ia mendapatkan dosanya. Dan janganlah engkau mencaci seseorangpun.” (Al Ahaadits Shahihah,Al Albani no. 770)

Maka dijalan inilah, kami berulang menempa diri untuk bisa mengarahkan perselisihan tidak berakibat pada perpecahan. Kami belajar untuk bisa menerapkan wasiat Rasulullah SAW dalam sebuah hadits shahih :” Dibuka pintu-pintu surga setiap hari Senin dan kamis. Ketika itu diampuni semua hamba yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu. Kecuali seseorang yang antara dirinya dengan saudaranya ada perselisihan. Dikatakan kepada orang tersebut: “Tunda dulu kedua orang ini sampai mereka berdamai.” (HR. Muslim)
Atau sabda Rasulullah SAW, “Tidak halal bagi seorang muslim meninggalkan saudaranya diatas tiga malam. Ketika bertemu,mereka saling menghindar. Dan yang paling baik dari kedua orang itu adalah yang memulai dengan salam.” (Shahih Al Jami’ Ash Shagir,7536).

Tiga Karakter Penempuh Perjalanan
Ibnul Qayyim Al Jauziah rahimahullah menyebutkan bahwa di jalan ini, setidaknya ada tiga kelompok manusia ,sebagaimana juga disebutkan dalam Al Qur’an. Mereka adalah kelompok zaalimun li nafsihi,kelompok muqtashid,dan kelompok saabiqun bil khairaat.

Kelompok zaalimun li nafsihi,adalah orang-orang yang lalai dalam mempersiapkan bekal perjalanan. Mereka enggan untuk mengumpulkan apa-apa yang bisa membuatnya sampai ke tujuan.
Kelompok muqtashid,adalah mereka mengambil bekal secukupnya saja untuk bisa sampai ke tujuan perjalanan. Mereka tidak memperhitungkan bekal apa yang harus dimiliki dan mereka bawa jika ternyata mereka harus menghadapi situasi tertentu,yang mrnyulitkan perjalanannya. Jika mereka sampai ke ujung perjalanan ini,mereka sebenarnya tetap merugi karena luput dari perniagaan yang bisa menguntungkan mereka karena barang dagangan mereka secukupnya saja.
Kelompok saabiqun bil khairaat yakni orang-orang yang obsesinya adalah untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Mereka membawa perbekalan dan barang dagangan lebih dari cukup karena mereka tahu hal itu akan memberi keuntungan besar baginya. Selain itu mereka juga tahu bahwa ditengah perjalanan ini,sangat mungkin mereka mengalami situasi  yang membutuhkan perbekalan tambahan. Di sisi lain mereka juga memandang kerugian yang sangat besar jika ia menyimpan sesuatu dari apa yang dimilikinya dan tidak dijual. ( Thariqul Hijratain, 236)

Kami dan saudara-saudara kami di jalan da’wah berusaha memiliki karakter kelompok kedua dan ketiga. Kami harus memiliki dan mengambil perbekalan yang mencukupi hingga perjalanan ini usai. Dan sebaik-baik perbekalan itu adalah: taqwa. Barangsiapa diantara kita yang minim ketaqwaannya,maka ia akan semakin melemahdan tidak mampu mengikuti perjalanan ini. Fatazawwaduu.. fa inna khaira zaadi ttaqwaa…

 

 

Dari Buku : Beginilah Jalan Dakwah Mengajarkan Kami

Bab 1 Dari Sini Kami Memulai

One thought on “Mengapa Berada di Jalan Da’wah?

  1. Pingback: Ketika Kami Membangun Kebersamaan | Secarik Motivasi Diri

Leave a comment