Bila Salah Memilih Pasangan


Oleh Kartika Ummu Arina*

Kebahagiaan bukanlah terletak pada seseorang atau kondisi. Namun, pada sikap dan kemauan kita untuk tetap bahagia dan bersyukur.

Apakah Anda pernah merasa menyesal menikahi orang yang sekarang menjadi pasangan Anda? Atau bahkan menyesal mengapa memutuskan untuk menikah?

Seorang kenalan yang sudah menikah dengan terus terang mengatakan bahwa yang menyenangkan dalam pernikahan itu cuma sedikit, nggak enaknya yang banyak. Dan celakanya, yang sedikit itulah yang seringkali diekspos.

Meski ini cuma sebagian dari curhat-nya, kenalan yang ketika itu belum genap setahun menikah, tetapi pernyataan ini ternyata mewakili banyak pernyataan-pernyataan lain yang masih tersembunyi di dasar hati. Walau memang tidak semua pasangan yang sudah menikah merasakan hal ini, tetapi sebuah jajak pendapat yang sangat sederhana di sebuah keluarga besar, mengabarkan bahwa hanya satu anak dari seluruh anak yang telah menikah, menyatakan tidak pernah berpikir untuk bercerai dari pasangannya.

Jika Anda pun pernah berpikir hal serupa, maka jangan merasa bahwa Anda adalah orang terkonyol. Sebab, untuk bersyukur atas sesuatu kadang kita memang perlu merasakan kepahitan terlebih dahulu.

Banyak faktor yang menyebabkan seseorang merasa menyesal menikah dengan pasangannya. Di antaranya adalah “dia tak seperti yang saya harapkan.” Dia tak cukup saleh karena mengingatkannya untuk shalat malam ketika pertandingan live sepakbola di televisi, membutuhkan berkali-kali teguran dengan kombinasi nada. Dia ternyata tak pernah ber-muraja’ah bersama karena alasan sibuk. Dia sangat tidak peka (bahasa halus untuk kata malas) pada kerepotan pekerjaan rumah, dia tidak cantik saat berada di rumah, dia suka mengatur, baunya tak sedap…. Dia…dia…dia dan semua berfokus pada kata “dia”.

Jangan Marah

Baiklah, jika memang itu keluhan yang kita lontarkan atau bahkan lebih banyak lagi keluhan. Namun, ada satu hal yang sangat buruk jika dicampurkan dengan keluhan. Hal itu adalah kemarahan. Kemarahan akan membuat penyesalan menjadi dendam, ketidakpedulian atau hal yang lebih fatal seperti yang terjadi di Montana, AS awal September 2013.

Jordan Lee Graham yang baru saja menikah dengan Cody Johnson selama satu pekan, tega membunuh suaminya. Ia melakukannya dengan cara mendorong punggung Johnson hingga jatuh terjerembab ke dalam jurang dengan posisi wajah yang pertama menyentuh tanah. Peristiwa ini terjadi di area Loop Trail, Glacier National Park, Montana, AS. Graham mengaku melakukan semua itu karena menyesal menikah dengan Johson.

Insiden ini berawal ketika Graham bertengkar dengan Johnson. Dia berusaha meninggalkan suaminya, tetapi lengannya dipegangi oleh Johnson. Graham pun membalikkan badannya dan berusaha melepaskan cengkeraman tangan Johnson. Karena kemarahannya, perempuan cantik ini pun mendorong punggung Johnson hingga jatuh ke jurang dan tewas.

Hilfaaz Collections

Hilfaaz Collections


Kemarahannya pula yang mendorong Graham berbohong pada pihak kepolisian dan bersikap tanpa penyesalan atas pembunuhan yang dilakukannya pada sang suami. Meskipun, kerabat keluarga Johnson, Tracey Maness, justru menuturkan bahwa Johnson sangat sayang kepada Graham dan sangat senang dengan pernikahannya.

Jadi, sebesar apapun kekecewaan Anda pada pasangan, sekuat tenaga, kendalikanlah kemarahan. Pasalnya, itu hanya akan membuat kita melupakan fakta yang positif tentang rumah tangga kita bina. Juga lupa menengok pada seberapa besar yang telah diupayakan oleh diri sendiri. Lalu, bagaimana agar kita tetap bersyukur dan tak merasa salah telah memilihnya?

Walaupun pernikahan tidak seperti dalam dongeng Cinderella “live happily ever after,”akan tetapi kebahagiaan itu akan tetap ada setiap hari, meski mungkin tidak setiap hari dipenuhi kebahagiaan.

Mensyukuri Hal Kecil

Cobalah untuk menjernihkan hati dan tengok sejenak, kebahagiaan apa yang dia hadirkan hari ini. Walaupun hanya sekadar mengucapkan terima kasih untuk secangkir teh hangat yang kita sediakan atau sekadar bekal makanan sederhana yang telah disiapkannya di tengah kesibukannya mengasuh si kecil. Dia yang tak pernah pelit saat kita ingin membeli camilan di akhir bulan. Atau, sekadar kebahagiaan bahwa ia mau tetap bersama dan tidak pernah berlaku kasar.

Ingatlah juga kebahagiaan yang dia berikan, walaupun hanya berupa perhatian-perhatian kecil yang selintas tak berarti. Seorang istri pernah mengeluh bahwa suaminya selalu berada di rumah ketika libur, tetapi menyebalkan karena tidak pernah membantu pekerjaan rumah. Namun, ternyata teman dekatnya justru bercerita bahwa suaminya tak pernah ada di rumah meski hari libur dengan dalih tadabur, tafakur, rihlah, de-el-el. Jadi, mana yang harus disyukuri dan dipilih sebagai kebahagiaan? Yang harus disyukuri adalah kemauan kita untuk merasa bahagia dalam situasi seperti apapun yang kita hadapi.

Kebahagiaan memang bukanlah bicara tentang situasi apa yang kita hadapi, tetapi tentang pikiran dan sikap kita sendiri. Bisa jadi seseorang dalam kondisi yang sangat menyengsarakan, namun dia mampu tetap berbahagia dengan keadaannya. Seperti Nabi Ayyub Alaihissalam yang mendapat cobaan luar biasa berupa sakit dan kesendiriannya, tetapi tetap memilih bersyukur dan bersikap positif.

Berdoalah

Karena yang saat ini kita hadapi adalah ketentuan dari Allah SWT, maka berdoalah kepada-Nya, memohon kemudahan dari apa yang membebani. Sebagaimana Allah berfirman, “Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (Al-Anbiyaa [21] : 88)

Berdoalah dan hitunglah karunia yang dilimpahkan-Nya dengan adanya pasangan. Bahkan bila pasangan itu benar-benar menguji keimanan dan kesabaran, maka bersyukurlah atas karunia-Nya yang membuat kita harus selalu mendekat pada-Nya untuk mendapatkan petunjuk atas masalah yang menimpa.

Kemudian, berfokuslah pada kelebihannya ketika kekecewaan sedang memuncak. Tanamkanlah pada hati kita bahwa bila kemudian memang benar ada hal-hal yang buruk bukan berarti pasangan kita orang yang buruk dan itu bukan berarti musibah untuk hidup kita. Bahkan, seharusnya itu mengajari kita untuk mencintai apa yang baik saat ini.

Jangan pernah menunggu hal besar terjadi untuk membuat kita lebih mensyukuri kehadirannya. Sebaliknya, kita harus berjuang untuk meraih hal-hal kecil yang menggembirakan dengan adanya dia di sisi. Itulah pentingnya mengabaikan hal-hal kecil yang mengganggu bila kita menginginkan kebahagiaan yang besar dalam rumah tangga yaitu rumah tangga yang sakinah wamaddah warahmah di dunia dan dapat bereuni di surga kelak. *Penulis buku ‘Jadilah Suami Istri Bijak’ SUARA HIDAYATULLAH NOPEMBER 2013

//


SavedURI :Show URLShow URLSavedURI :

//


Leave a comment