Percobaan random vs testimonial ala penerawangan


Percobaan random vs testimonial ala penerawangan

Mila Anasanti

(mengapa testimonial itu bias dan tidak pernah bisa diterima dalam dunia medis)

_____

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dari masa ke masa, para saintis selalu berusaha mencari metode untuk mendekati kebenaran yang bisa disepakati bersama. Salah satunya dengan menguji testimoni yang kemudian dijadikan dugaan (hipotesis) dan diuji dengan melakukan eksperimen.

Hasil akhir eksperimen inilah yang akan menentukan apakah hipotesis yang kita ajukan bisa diterima atau ditolak dengan metode penelitian yang disepakati oleh para ilmuwan dengan menggunakan kaidah-kaidah ilmiah yang ada. Dengan hal ini kebenaran bisa dilakukan pendekatan untuk menghilangkan unsur relatif, subyektif, bias dan semacamnya.

Untuk mengukur itu semua, kita mulai dengan sebuah kisah yang merekonstruksi sains, yaitu kisah yang didasarkan pada kisah nyata dalam menjadikan dasar berpijak desain eksperimen yang kemudian disepakati para ilmuwan.

KISAH WANITA PENYICIP TEH YANG MEREVOLUSI SAINS DI ABAD 20.

Kisah wanita mencicipi teh adalah percobaan random terkenal yang dirancang oleh Ronald Fisher dan dilaporkan dalam bukunya ‘The Design Experiment (1935)’. Kisah ini berdasarkan kisah nyata Fisher yang terjadi di Cambridge, Inggris, pada tahun 1920-an yang kemudian dijadikan dasar pijakan dalam desain eksperimen.

Pada suatu pesta yang menghidangkan teh susu yang dihadiri para ilmuwan, datanglah Muriel Bristol. Seorang wanita yang mengklaim mampu memastikan hanya dengan mencicipinya, manakah teh atau susu yang ditambahkan pertama kali di campuran secangkir teh susu.

Bagi sebagian besar orang, klaim ini nampak mustahil, karena jika kita rasakan campuran teh susu tidak nampak bedanya mana cara penyajian yang dilakukan apakah susu dulu atau teh dulu. Jika memang benar memiliki kemampuan demikian, berarti termasuk memiliki kepekaan indra ke-6 alias mistis.

Fisher adalah seorang ilmuwan yang tidak mempercayai begitu saja klaim sepihak Muriel Bristol meskipun dia mengenal baik Muriel Bristol. INGAT, TESTIMONI TIDAK PERNAH BISA DIJADIKAN DASAR PIJAKAN.

Bahkan ketika teh susu miliknya yang ditebak dengan benar oleh Muriel Bristol, dia menganggab itu hanya kebetulan semata. Peluangnya adalah fifty-fifty. Karena hanya 1 cangkir yang ditebak.

Bagaimana jika dia menyodorkan 10 cangkir dan kemudian semuanya berhasil ditebak ? Tentu klaim Muriel akan lebih meyakinkan untuk dipercaya, apalagi jika diajukan 100 atau bahkan 1000 cangkir dan semuanya benar ditebak?

Bagaimana kalau 500 benar ditebak tapi 500 juga gagal? Jangan melihat keberhasilan di angka 500 nya saja, tapi lihat juga 500 sisanya yang gagal.

Tentu semakin banyaknya sample dan keberhasilan yang diamati, maka semakin kuat pula kita mendekati kebenaran untuk mempercayai apakah klaim Muriel benar atau tidak. INGAT, JUMLAH SAMPLE SANGAT PENTING DALAM PENELITIAN. KLAIM SATU DUA ORANG TIDAK BISA DIJADIKAN BUKTI.

Untuk menguji kebenarannya, Fisher memberinya delapan gelas, empat dari masing-masing cangkir dituangkan teh lalu susu, empat yang lainnya dituangkan susu dulu baru teh, lalu ke 8 cangkir tersebut diatur ke meja secara acak. Kata kuncinya adalah ACAK/RANDOM.

Dengan begini kita bisa mempertanyakan apa peluang bagi Muriel Bristol untuk mendapatkan sejumlah tertentu dari cangkir yang dia identifikasi benar, tetapi hanya kebetulan.

Perlukah memberitahu Muriel bahwa ada 4 cangkir yang dituangkan susu dulu ? Jika kita beritahu hanya ada 4 cangkir dan cangkir itu disusun tanpa random tentu peluang Muriel untuk menebak akan lebih besar sehingga pembuktian kemampuan six sense Muriel akan menjadi lebih lemah.

Deskripsi Fisher kurang dari 10 halaman panjangnya dan terkenal karena kesederhanaan dan kelengkapannya mengenai terminologi, perhitungan dan desain percobaan.

Fisher membuktikan apakah suatu klaim layak untuk dipercaya setelah melewati serangkaian uji ataukah hanya sebatas klaim. Terutama untuk klaim-klaim yang menyangkut keselamatan nyawa.

Metode yang diujikan Fisher ini kemudian dikenal dengan Fisher test, yang kemudian dipakai secara umum oleh ilmuwan-ilmuwan yang melakukan uji klinik untuk mengukur tingkat kebenaran.

Dengan demikian percobaan atau eksperimen adalah sarana untuk memvalidasi gagasan Fisher dari ‘hipotesis nol’, yaitu kebenaran versi skeptik, dalam kasus ini Muriel Bristol hanya asal klaim, dia sama seperti orang biasa, tidak memiliki kemampuan istimewa.

Dan menguji ‘alternatif hipotesis’ bahwa bisa jadi Muriel Bristol memang memiliki ‘kelebihan’ jika terbukti dengan serangkaian percobaan.

Jika hipotesis alternatif terbukti maka bisa kita tentukan tingkat kebenarannya, berapa persen kebenaran itu diterima atau ditolak.

Berdasarkan dari kisah inilah, pijakan ilmiah dalam dunia kedokteran disusun. Bahwa segala klaim tidak bisa langsung dipercaya begitu saja tanpa adanya eksperimen untuk menguji coba kebenarannya.

Mana bisa jantung bocor dipercaya sembuh hanya karana merasa enakan di tempat? Yakin bukan placebo (sugesti semata)?

Jadi bukan sekedar asal mungkin, asal testimoni, hal yang paling fatal yang tidak akan pernah terjadi dalam pembahasan ilmiah.

Dan sayangnya testimoni keberhasilan PAZ tidak pernah ada data yang akurat.

Siapa yang sembuh dari AIDS karena PAZ?

Berapa jumlah yang berhasil?

Berapa jumlah yang gagal?

TIDAK JELAS.

Untung menghilangkan efek placebo, penelitian terpercaya selalu dilakukan dengan metode random, yaitu mencari partisipan secara random lalu membagi dalam dua kelompok. Satu kelompok diberi obat yang sebenarnya, satu kelompok lagi diberi obat dengan tampilan fisik sama tapi tidak ada isinya. Kedua group tidak diberitahu dapat obat yang asli atau yang zonk, untuk menghilangkan bias sugesti karena diberikan obat.

Penelitian seperti inilah yang disebut dengan Randomized Control Trial (RCT), satu tingkat di atas case series yang sekedar mengamati kondisi pasien berdasarkan rekam medis. Dan tentu jauh di atas testimonial yang bahkan tidak peduli rekam medis dan hubungan kausalitasnya.

Systematic review dan meta-analysis di susun dari gabungan penelitian RCT yang dilakukan oleh banyak peneliti di seluruh dunia sehingga memberikan validitas yang sangat tinggi.

Kita memang tidak bisa mendapatkan kebenaran secara mutlak, tapi kita bisa mendapatkan kebenaran yang terukur.

Apa yang selama ini dilakukan para ilmuwan bukan mendapatkan kesimpulan percobaan yang 100% benar, tapi mendapatkan kesimpulan yang mendekati benar dengan probabilitas terukur sedapat mungkin dicari mendekati seratus persen dengan perhitungan akurat.

Inilah gunanya ilmu statistik dan probabilitas. Bisa digeneralisasi untuk keseluruhan populasi.

Misal melempar mata uang, anda akan tahu peluang untuk mendapatkan gambar atau angka adalah 50%. Angka ini bisa digeneralisasi dalam percobaan lain kapan saja. Coba anda melempar 100x, lalu anda akan dapati sekitar 48x mendapatkan angka, 52x gambar. Jika 1000x, bisa anda dapati gambar 499 dan angka 501, kalau anda ulang 1000 lagi, angka tidak akan jauh jauh antara angka vs gambar adalah 500:500.

Maka guna test statistik dalam hampir seluruh jurnal-jurnal medis setelah penelitian dengan sample yang besar adalah agar keberhasilan terapi bisa digeneralisasi untuk populasi secara keseluruhan.

Untuk menguji hipotesis (dugaan) tidak sekedar penerawangan/ramalan.

Dan alur berpikir semacam ini sebenarnya asal kerangkanya justru dari ilmuwan islam (setelah ini baru akan saya kisahkan).

*bersambung

Leave a comment