Allah Dekat Menurut Ahlus Sunnah Bukan Wahabi


ALLAH DEKAT….

Kalo kita ditanya DIMANA ALLAH ??

Jawab saja : ALLAH DEKAT….

Di dalam tafsir Ibnu Katsir :

ورواه ابن مردويه ، وأبو الشيخ الأصبهاني ، من حديث محمد بن أبي حميد ، عن جرير ، به . وقال عبد الرزاق : أخبرنا جعفر بن سليمان ، عن عوف ، عن الحسن ، قال : سأل أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم [ النبي صلى الله عليه وسلم ] : أين ربنا ؟ فأنزل الله عز وجل : ( وإذا سألك عبادي عني فإني قريب أجيب دعوة الداع إذا دعان ) الآية .

Diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih serta Abusy Syekh Al-Asbahani, melalui hadis Muhammad ibnu Abu Humaid, dari Jarir dengan lafaz yang sama. Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ja’far ibnu Sulaiman, dari Auf, dari Al-Hasan yang menceritakan bahwa para sahabat bertanya kepada Rasulullah Shallahu ‘alaihi wasallam., “Di manakah Tuhan kita?” Maka Allah Subhanahu wata’ala menurunkan firman-Nya: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku. (Al-Baqarah: 186), hingga akhir ayat.(Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’an, jilid 2, Hal. 186-187)

Imam Ibnu Jarir Ath-Thobari (w 310 H) dalam Tafsirnya Di mana Aku???

قال أبو جعفر: يعني تعالى ذكره: بذلك وإذا سَألك يا محمد عبادي عَني: أين أنا؟ فإني قريبٌ منهم أسمع دُعاءهم، وأجيب دعوة الداعي منهم

Abu Ja’far berkata: Yakni Allah Ta’ala berfirman dengan Demikian: Wahai Muhammad, bila hamba-KU bertanya kepadamu tentang aku, Dimana AKU ?? maka jawablah bahwa Aku (Allah) adalah Dekat.(At thabari, Jami’ul bayan, Jilid 3, Hal. 380)

Ini adalah jawaban Al Quran yang Qathy hukumnya serta harus didahulukan daripada dalil-dalil yang lain.

Mengenai Hadis Jariyah, ada beberapa riwayat, sedang yang di sebutkan oleh Imam Muslim di dalam kitabnya (di dalam BAB SHOLAT, BUKAN BAB AQIDAH) ada yang ulama mengatakan hadis tsb matannya mudhorib (kacau) dan ada yang ulama yang mengatakan hadis tsb sahih namun ditakwil, sedang pada hadis dibawah ini tidak terdapat pertanyaan dimana Allah ???

Hadis-hadis yang matannya berbeda :

حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ رَجُلٍ مِنْ الْأَنْصَارِ أَنَّهُ جَاءَ بِأَمَةٍ سَوْدَاءَ وَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ عَلَيَّ رَقَبَةً مُؤْمِنَةً فَإِنْ كُنْتَ تَرَى هَذِهِ مُؤْمِنَةً أَعْتَقْتُهَا فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَشْهَدِينَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَتْ نَعَمْ قَالَ أَتَشْهَدِينَ أَنِّي رَسُولُ اللَّهِ قَالَتْ نَعَمْ قَالَ أَتُؤْمِنِينَ بِالْبَعْثِ بَعْدَ الْمَوْتِ قَالَتْ نَعَمْ قَالَ أَعْتِقْهَا

“Telah menceritakan kepada kami [Abdurrazzaq] telah menceritakan kepada kami [Ma’mar] dari [Az Zuhri] dari [‘Ubaidullah bin Abdullah] dari [seseorang dari Anshar], dia datang dengan membawa seorang budak perempuan yang hitam dan berkata; Wahai Rasulullah, saya memiliki seorang budak mukmin, jika menurut anda ini adalah orang yang beriman maka saya akan membebaskannya. Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam bertanya kepada budak tersebut, apakah kau bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah?. Dia menjawab, ‘Ya.’ (Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam) bertanya, apakah kau bersaksi bahwa saya adalah Rasulullah?. Dia menjawab ‘Ya.’ Beliau bertanya, apakah kau percaya dengan kebangkitan setelah mati?. Dia menjawab, ‘ya.’ (Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam) bersabda: “Bebaskanlah dia.” (HR. Ahmad).

حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرٍو عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنِ الشَّرِيدِ أَنَّ أُمَّهُ أَوْصَتْ أَنْ يُعْتِقُوا عَنْهَا رَقَبَةً مُؤْمِنَةً فَسَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ عِنْدِي جَارِيَةٌ سَوْدَاءُ نُوبِيَّةٌ فَأُعْتِقُهَا عَنْهَا فَقَالَ ائْتِ بِهَا فَدَعَوْتُهَا فَجَاءَتْ فَقَالَ لَهَا مَنْ رَبُّكِ قَالَتْ اللَّهُ قَالَ مَنْ أَنَا قَالَتْ أَنْتَ رَسُولُ اللَّهِ قَالَ أَعْتِقْهَا فَإِنَّهَا مُؤْمِنَةٌ

“Telah menceritakan kepada kami [Abdush Shamad] Telah menceritakan kepada kami [Hammad bin Salamah] Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Amru] dari [Abu Salamah] dari [Asy Syarid] bahwa ibunya telah berwasiat agar mereka memerdekakan untuknya seorang budak wanita mukminah. Maka ia pun menanyakan hal itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan ia berkata, “Saya memiliki seorang budak wanita hitam Nubiyyah, apakah dia yang saya bebaskan?” beliau bersabda: “Datangkanlah ia kemari.” Budak wanita itu pun datang dan beliau langsung bertanya: “Siapakah Rabb-mu?” ia menjawab, “Allah.” Beliau bertanya lagi: “Siapakah saya?” ia menjawab: “Anda adalah Rasulullah.” Beliau bersabda: “Merdekakanlah wanita itu, karena ia adalah seorang wanita mukminah.” (HR. Ahmad).

Imam Qadhi ‘Iyadh berkata :

لا خلاف بين المسلمين قاطبة فقيههم ومحدثهم ومتكلمهم ونظارهم ومقلدهم أن الظواهر الواردة بذكر الله تعالى في السماء كقوله تعالى أأمنتم من في السماء أن يخسف بكم الأرض ونحوه ليست على ظاهرها بل متأولة عند جميعهم

“Tidak ada perbedaan antara kaum muslimin seluruhnya, baik yang paham ilmu fiqih, hadits, kalam, nazhar, maupun yang taqlid, bahwa ZHAHIR NASH yang menyebutkan bahwa Allah di langit seperti ayat: “Apakah kamu merasa aman dari Yang di langit…” dan sejenisnya, TIDK BOLEH DIFAHAMI SECARA ZHAHIR (tekstual), melainkan mesti DITAKWILKAN…” (Syarah Nawawi 5/24-25).

Berikut kutipan penjelasan Imam Syafi’i dalam Manaqib Imam Syafi’i, al-Baihaqi: 1/396) :

واختلف عليه في إسناده ومتنه،

Dan telah terjadi khilaf pada sanad dan matannya.

وهو إن صح فكان النبي – صلى الله عليه وسلم – خاطبها على قَدرِ معرفتها

dan seandainya dianggap sahih hadis tersebut, maka adalah Nabi Saw bertanya kepada hamba tersebut (budak Jariyah) disesuaikan dengan kadar pemahamannya.

فإنها وأمثالها قبل الإسلام كانوا يعتقدون فيالأوثان أنها آلهة في الأرض، فأراد أن يعرف إيمانها، فقال لها: أين اللَّه؟

Karena dia (budak Jariyah) dan kawan-kawannya sebelum masuk Islam, mereka percaya kepada berhala yakni sesembahan mereka yang ada di bumi, maka Nabi ingin mengetahui keimanannya, maka Nabi bertanya : “Di mana Allah?”

حتى إذا أشارت إلى الأصنام عرف أنها غير مؤمنة، فلما قالت: في السماء، عرفأنها برئت من الأوثان، وأنها مؤمنة بالله الذي في السماء إله وفي الأرض إله

Sehingga apabila ia menunjuk kepada berhala, Nabi mengetahui bahwa ia bukan Islam (bukan orang yg beriman), maka manakala ia menunjuk di langit, Nabi mengetahui bahwa ia terlepas dari berhala dan bahwa ia adalah orang yang percaya kepada Allah yaitu Tuhan di langit dan Tuhan di bumi.

Imam An-Nawawi dii kitabnya Syarh shahih muslim jilid 5 hal. 24-25 :

قوله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيْنَ اللَّهُ قَالَتْ فِي السَّمَاءِ قَالَ مَنْ أَنَا قَالَتْ أَنْتَ رَسُولُ اللَّهِ قَالَ أَعْتِقْهَا فَإِنَّهَا مُؤْمِنَةٌ

Tentang pertanyaan Nabi shallallahu alaihi wasallam kepada seorang jariyah (budak wanita): “di mana Allah?”, kemudian jariyah tersebut menjawab: “di langit”, kemudian beliau bertanya: “Siapakah aku?” Jariyah tersebut menjawab: “Engkau adalah Rasulullah”. Lalu beliau bersabda: “Merdekakanlah ia karena sesungguhnya dia orang yg mukmin (beriman)”.

الْحَدِيثُ مِنْ أحَادِيثِ الصِّفَاتِ وَفِيهَا مَذْهَبَانِ تَقَدَّمَ ذِكْرُهُمَا مَرَّاتٍ فِي كِتَابِ الْإِيمَانِ

Hadits ini termasuk hadits-hadits tentang sifat Allah. Ada dua madzhab mengenai hadits-hadits sifat. Perbincangan tentang dua madzhab tersebut telah disebutkan beberapa kali di kitab Al-Iman

الْإِيمَانُ بِهِ مِنْ غَيْرِ خَوْضٍ فِي مَعْنَاهُ مَعَ اعْتِقَادِ أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَتَنْزِيهِهِ عَنْ سِمَاتِ الْمَخْلُوقَاتِ

Pendapat pertama menyatakan bahwa (wajib) beriman kepada ayat-ayat sifat tanpa berdalam-dalam mengenai maknanya. Bersamaan dengan itu, berkeyakinan bahwa Allah Maha Tinggi tidak ada yang serupa dengan-Nya sesuatupun, serta menyucikan Allah dari sifat-sifat kekhususan makhluk.

تَأْوِيلُهُ بِمَا يَلِيقُ بِهِ فَمَنْ قَالَ بِهَذَا قَالَ كَانَ الْمُرَادُ امْتِحَانَهَا هَلْ هِيَ مُوَحِّدَةٌ تُقِرُّ بِأَنَّ الْخَالِقَ الْمُدَبِّرَ الْفَعَّالَ هُوَ اللَّهُ وَحْدَهُ وَهُوَ الَّذِي إِذَا دَعَاهُ الدَّاعِي اسْتَقْبَلَ السَّمَاءَ كَمَا إِذَا صَلَّى الْمُصَلِّي اسْتَقْبَلَ الْكَعْبَةَ وَلَيْسَ ذَلِكَ لِأَنَّهُ مُنْحَصِرٌ فِي السَّمَاءِ كَمَا أَنَّهُ لَيْسَ مُنْحَصِرًا فِي جِهَةِ الْكَعْبَةِ بَلْ ذَلِكَ لِأَنَّ السَّمَاءَ قِبْلَةُ الدَّاعِينَ كَمَا أَنَّ الْكَعْبَةَ قِبْلَةُ الْمُصَلِّينَ

Pendapat kedua mentakwilnya (memalingkan makna-nya) kepada makna lain yang sesuai untuk Allah. Golongan yang memilih pendapat ini berkata bahwa maksud dari ujian Nabi kepada budak wanita tersebut adalah (untuk mengetahui) apakah dia seorang yang bertauhid yang mengikrarkan bahwa sesungguhnya Al-Khaliq (Pencipta), Al-Mudabbar (Yang mengatur), Al-Fa’al (Yang berbuat) adalah Allah yang Maha Esa.

Dialah Allah yang apabila seorang hamba berdoa menghadap ke langit sebagaimana apabila orang shalat menghadap ke ka’bah. Bukan maksudnya bahwa Allah dibatasi oleh langit sebagaimana Allah tidak dibatasi di arah ka’bah.

Akan tetapi yang demikian itu karena sesungguhnya langit adalah kiblatnya orang-orang yang berdoa sebagaimana bahwa ka’bah adalah kiblatnya orang-orang yang shalat.

أَوْ هِيَ مِنْ عَبَدَةِ الْأَوْثَانِ الْعَابِدِينَ لِلْأَوْثَانِ الَّتِي بَيْنَ أَيْدِيهِمْ فَلَمَّا قَالَتْ فِي السَّمَاءِ عَلِمَ أَنَّهَا مُوَحِّدَةٌ وَلَيْسَتْ عَابِدَةً لِلْأَوْثَانِ

Ujian ini untuk mengetahui atau apakah budak wanita tersebut termasuk penyembah berhala. Yakni menyembah berhala yang ada di tengah-tengah mereka. Ketika budak wanita tersebut menjawab di langit, Tahulah Rasulullah bahwa sesungguhnya budak wanita ini seorang yang bertauhid dan bukanlah seorang penyembah berhala.

HARUS TAU TRADISI ORANG ARAB BIAR TIDAK TERMAKAN SYUBHAT MUJASSIMAH/MUSYABBIHAH DALAM BERAQIDAH…..

Imam Asy-Syâthibî berkata di dalam kitab Al-Muwâfaqât-nya :

مسألة لا بد من معرفتها لمن أراد علم القرآن ..
ومن ذلك معرفة عادات العرب في أقوالها وأفعالها ومجاري أحوالها حالة التنزيل .. وإلا وقع في الإشكالات والشبه المتعذر الخروج منها إلا بهذه المعرفة .
ومنها :- قوله تعالى :- ( أأمنتم من في السماء )وأشباهها ، إنما جرت على معتادهم في اتخاذ الآلهة في الأرض وإن كانوا مقرين بإلهية الواحد الأحد ، فجاءت هذه الآيات بتعيين الفوق وتخصيصه تنبيها على نفي ما ادعوه في الأرض ، فلا يكون فيها دليل على إثبات الجهة البتة

“PERMASALAHAN : Merupakan suatu keharusan untuk mengetahui masalah ini bagi orang yang hendak belajar ilmu al-Quran. Di antaranya adalah, mengetahui tradisi kaum Arab di dalam ucapan dan perbuatan mereka serta mengetahui pemberlakuan keadaanya ketika suatu ayat diturunkan, jika tidak demikian, ia akan jatuh pada kerumitan dan syubhat yang sulit untuk keluar darinya kecuali dengan mengetahui ilmu ini.

Di antara contohnya adalah firman Allah Ta’âlâ :

أأمنتم من في السماء

“Apakah kalian beriman dengan yg ada di langit…???“ (Q.S. Al-Mulk – 16)

Dan ayat-ayat semisalnya. Ayat tersebut berlaku pada tradisi mereka yang menjadikan tuhan-tuhan di bumi, meskipun mereka mengakui ketuhanan yang Maha Esa, maka DATANGNYA AYAT-AYAT INI dengan MENENTUKAN DAN MENGKHUSUSKAN ARAH ATAS adalah SEBAGAI PERINGATAN ATAS PENAFIAN PADA PENGAKUAN (TUHAN-TUHAN) MEREKA DI BUMI, MAKA AYAT-AYAT TERSEBUT BUKANLAH DALIL UNTUK MENETAPKAN ARAH (BAGI ALLAH) SAMA SEKALI.“ (Al-Muwâfaqât, Asy-Syâthibî : 4/154)


Jadi bukan ALLAH DI ATAS LANGIT, seperti kata WAHABI SALAFI TAIMIY…… !!!!

Wallahu a’lam….

Leave a comment