Tukarlah Mengajarmu Dengan Anak Cucu Yang Soleh


Tukarlah Mengajarmu Dengan Anak Cucu Yang Soleh
Kado indah buat para asatidz dan para guru2 para murabbi, semoga allah beri keikhlasan

Dalam sebuah penggalan ayat, Rasulullah SAW diperintah oleh Allah SWT agar tidak meminta bayaran atas dakwah Islam yang disampaikan. Sebagai gantinya Rasulullah SAW diperintah untuk meminta kasih sayang dari ummatnya terhadap keluarga dan keturunannya;

قُل لَّاۤ أَسۡـَٔلُكُمۡ عَلَیۡهِ أَجۡرًا إِلَّا ٱلۡمَوَدَّةَ فِی ٱلۡقُرۡبَىٰۗ
[Surat Asy-Syura: 23]

“Katakanlah (Muhammad), “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu imbalan pun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan”.

Ayat ini secara tidak langsung juga memberikan gambaran bahwa, sebenarnya dakwah islam dan mengajar, sangat patut untuk dikomersilkan, dan seharusnya penerima manfaat dakwah dan mengajar, faham betul akan hal ini, sehingga tidak menstigma begatif para dai dan guru yang mengkomersilkan dakwah dan ilmunya, sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadis;

إن أحق ما أخذتم عليه أجرا كتاب الله. رواه إبن حبان

“Sesungguhnya hal yang paling berhaq kalian ambil ongkos, adalah (mengajar) kitab Allah”.

Namun meski demikian, sebagaimana juga Allah perintahkan kepada nabi Muhammad, tentu yang baik bagi para dai dan guru tidak mengkomersilkan dakwah dan ilmunya, ini yang harus dipegang oleh dai dan guru, jangan sampai terbalik, dai dan guru memegang prinsip dakwah komersil, sedangkan ummat dan murid, memegang prinsip ikhlas, kacau urusannya.

Jika dai dan guru ikhlas, sebagai gantinya, ummat yang mendapatkan dakwah, atau murid yang mendapatkan ilmu, diminta untuk membalas agar menyayangi keluarga dan keturunan orang yang berdakwah dan mengajar. Bentuk sayang dan cinta ini, bisa berupa perhatian, pemberian, dan menjaga mereka, sebagaimana dianjurkan untuk dilakukan oleh murid terhadap keluarga gurunya. Terlebih tidak lupa untuk mendoakan mereka agar menjadi anak-anak yang soleh yang bisa meneruskan perjuangan orang tuanya.

Hal ini semua, akan dengan mudah didapatkan oleh keturunan seorang guru, ketika mengajar dengan ikhlash, tidak meminta bayaran. Tidak meminta bukan berarti harus menolak ketika diberi, tapi tidak mematok harga di muka. Alm. KH. Abd Alim bin KH. Abd Jalil (pengasuh ke – 11 PP. Sidogiri) pernah menyampaikan; “mengajarlah yang istiqomah, niati untuk mentirakati anak, isnya allah akan dijadikan anak soleh bahkan alim”.

Apa yang disampaikan Alm. Kyai Lim ini senada dengan apa yang dialami oleh seorang ulama’ bermadzhab hanafi, yaitu Syaikh Burhanuddin Abd Aziz bin Umar. Beliau memiliki dua orang putra yaitu Husamuddin dan Tajuddin. Keduanya diberi waktu mengaji oleh ayahnya di pagi hari agak siang, setelah semua santri Syaikh Abd Aziz selesai mengaji kepada beliau. Satu saat, kedua putranya mengeluh karena waktu yang diberikan sangat sebentar dan tidak kondusif untuk belajar, kedua putranya sudah terlalu lelah saat itu karena menunggu, dan merasakan bosan. Syaikh Abd Aziz tidak menggubris, dan tetap lebih mementingkan santri-santrinya, beliau berkata; “mereka telah datang kemari dari jauh, kasihan mereka kalau aku lebih mendahulukan kalian berdua”.

Berkah ketelatenan Syaikh Abd Aziz dalam mengajar para santri, meski porsi belajar kedua putranya lebih sedikit dan di waktu yang kurang tepat, justru kedua putranya jauh lebih alim dibanding santri-santrinya bahkan dibanding santri-santri lain di masa itu.

Maka benar apa yang sering disampaikan oleh para kyai dan habaib, pesantren-pesantren besar dan tua, bisa berlanjut sampai saat ini, bukan karena manajemen yang baik, melainkan keikhlasan para pendiri dan pengasuhnya dalam mengajar para santri.

Leave a comment