Teladan Rasulullah Menyikapi Fitnah dan Ujian Dalam Dakwah dan Jihad


Teladan Rasulullah Menyikapi Fitnah dan Ujian Dalam Dakwah dan Jihad

(Ibrah dari Kisah Haditsul Ifk)

 

Bismillahirohmanirrohim…
Perjalanan Dakwah dan Jihad adalah
perjalanan hidup orang-orang mulia dan terpuji sepanjang sejarah. Itulah
perjalanan para Nabi, Rasul Allah dan orang-orang Shalih. Satu
perjalanan yang tidak menawarkan arama harum dari minyak kasturi,
kilauan intan- mutiara dan emas berlian yang bercahaya, sebaliknya
dipenuhi onak dan duri, batu dan kerikil, tanah pejal mendaki dan
berkelok.
Hampir tidak ada yang ingin mengikuti dan menempuhnya kecuali
hamba-hamba-Nya yang diberi Rahmat dan Barakah. Teror dan berbagai
ancaman ditimpakan kepada para Rasul Allah Swt, para Sahabat-sahabat dan
Orang-orang Shalih dari para Ulama’ dan Para Mujahid sesudah para
Sahabat, tidak ada yang terlepas dari kezaliman, siksaan, pembantaian
dan pembunuhan. Perhatikanlah firman Allah Swt berikut:
1) Nabi Nuh As telah di ancam rajam.
“Mereka berkata: “Sungguh jika kamu
tidak (mau) berhenti Hai Nuh, niscaya benar-benar kamu akan Termasuk
orang-orang yang dirajam.”
(QS As Syua’ara, 26:116)
2) Nabi Luth As diancam untuk diusir.
“Mereka menjawab: “Hai Luth, Sesungguhnya jika kamu tidak berhenti, benar-benar kamu Termasuk orang-orang yang diusir.” (QS. As Syua’ara, 26:167)
3) Nabi Ibrahim As diancam untuk dibakar.
“Mereka berkata: “Bakarlah Dia dan
bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak.” Kami
berfirman: “Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi
Ibrahim.”
(QS. Al Anbiya’, 21:68-69)
4) Nabi Musa As diancam penjara dan bunuh.
Fir’aun berkata: “Sungguh jika kamu
menyembah Tuhan selain Aku, benar-benar aku akan menjadikan kamu salah
seorang yang dipenjarakan.”
(QS. As Syua’ara, 26:29)
“Dan berkata Fir’aun (kepada
pembesar-pembesarnya): “Biarkanlah aku membunuh Musa dan hendaklah ia
memohon kepada Tuhannya, karena Sesungguhnya aku khawatir Dia akan
menukar agamamu atau menimbulkan kerusakan di muka bumi.” Dan Musa
berkata: “Sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhanku dan Tuhanmu dari
Setiap orang yang menyombongkan diri yang tidak beriman kepada hari
berhisab.”
(QS. Al Mukmin, 40:26-27)
5) Para Nabi diancam untuk diusir dan dirajam.
“Orang-orang kafir berkata kepada
Rasul-rasul mereka: “Kami sungguh-sungguh akan mengusir kamu dari negeri
Kami atau kamu kembali kepada agama kami”. Maka Tuhan mewahyukan kepada
mereka: “Kami pasti akan membinasakan orang- orang yang zalim itu, dan
Kami pasti akan menempatkan kamu di negeri-negeri itu sesudah mereka.
yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap)
kehadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku.”
(QS. Ibrahim, 14:13-14)
Mereka menjawab: “Sesungguhnya Kami
bernasib malang karena kamu, Sesungguhnya jika kamu tidak berhenti
(menyeru kami), niscaya Kami akan merajam kamu dan kamu pasti akan
mendapat siksa yang pedih dari kami.”
(QS Yasin, 36:18)
6) Adapun Nabi Muhammad Saw dihina dan dikatakan sebagai seorang penyair gila.
“Dan mereka berkata: “Apakah Sesungguhnya Kami harus meninggalkan sembahan-sembahan Kami karena seorang penyair gila?.” (QS. As Shaffat 37:36)
Dan beliau diancam untuk; ditangkap, dipenjara, diusir dan dibunuh,
“Dan (ingatlah), ketika orang-orang
kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan
memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. mereka memikirkan tipu
daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. dan Allah Sebaik-baik
pembalas tipu daya.”
(QS. Al Anfal, 8:30)
Para ulama salaf juga pernah mengalaminya.
Imam Ahmad bin Hanbal yang mengalami
cobaan sangat berat bahkan disebut terdahsyat, yakni peristiwa
al-mihnah. Dia dipaksa oleh tiga khalifah (al-Makmun, al-Mu’tashim, dan
al-Watsiq) untuk mengakui bahwa Al-Qur’an adalah makhluk Allah,
sebagaimana keyakinan Muktazilah. Namun, Imam Ahmad menolak meskipun dia
diancam dan disiksa dengan berbagai cara. Dia dibawa ke istana dalam
keadaan terbelenggu, dipenjara, dicambuk, bahkan diusir dari negerinya.
Contoh lain adalah Imam Abu Hanifah yang
dipenjara dan disiksa oleh gubernur dan khalifah lantaran menolak jadi
hakim sehingga ia wafat di dalam penjara. Imam Malik didera dan dicambuk
punggungnya dan salah satu tangannya ditarik hingga persendian bahunya
lepas. Imam Syafi’i difitnah, ditangkap dan diborgol, lalu harus
menempuh perjalanan dari Yaman ke timur Suriah. Imam ath-Thabari
diintimidasi dan dikepung dalam rumahnya, padahal usianya sudah 85 tahun
sehingga ia wafat di dalam rumah
Teladan Rasulullah Mengahdapi Berita bohong (Haditsul Ifki)
Dan pernah juga Rasulullah Saw difitnah
dalam keluarganya, isterinya yang sangat dicintainya Ash Shiddiqah binti
Ash Shiddiq, Aisyah Ra yang terkenal dengan HADITUL IFIK (Berita
Bohong). Dan hal ini merupakan suatu bentuk yang akan terus berulang
pada setiap generasi, dimana sasaran utama dari tuduhan itu sebenarnya
diarahkan kepada pemimpin dengan tujuan hendak menghancurkan kepercayaan
para pendukung beliau terhadap kepemimpinan tersebut.
Kita flashback tentang kisah tersebut
Dalam perjalanan pulang kaum Muslimin
dari perang Bani Mustahliq inilah tersiar berita bohong bertujuan
merusak keluarga Nabi saw. Berikut ini kami kemukakan ringkasan dari
riwayat yang tertera di dalam Ash-Shahihain dant tafsir Ibnu Katsir

Aisyah
ra meriwayatkan bahwa dalam perjalanan ini ia ikut keluar bersama
Rasulullah saw. Aisyah ra berkata: “Setelah selesai dari peperangan ini
Rasulullah saw bergegas pulang dan memerintahkan orang-orang agar segera
berangkat di malam hari. Di saat semua orang sedang berkemas-kemas
hendak berangkat, aku keluar untuk membuang hajat, aku terus kembali
hendak bergabung dengan rombongan. Pada saat itu kuraba-raba kalung
leherku, ternyata sudah tak ada lagi. Aku lalu kembali lagi ke tempat
aku membuang hajatku tadi untuk mencari-cari kalung hingga dapat
kutemukan kembali.
Di saat aku
sedang mencari-cari kalung, datanglah orang-orang yang bertugas melayani
unta tungganganku. Mereka sudah siap segala-galanya. Mereka menduga aku
berada di dalam haudaj (rumah kecil terpasang di atas punggung unta)
sebagaimana dalam perjalanan, oleh sebab itu haudaj lalu mereka angkat
kemudian diikatkan pada punggung unta. Mereka sama sekali tidak menduga
bahwa aku tidak berada di dalam haudaj. Karena itu mereka segera
memegang tali kekang unta lalu mulai berangkat …!
Ketika aku
kembali ke tempat perkemahan, tidak aku jumpai seorang pun yang masih
tinggal. Semuanya telah berangkat. Dengan berselimut jilbab aku
berbaring di tempat itu. Aku berfikir, pada saat mereka mencari-cari aku
tentu mereka akan kembali lagi ke tempatku. Demi Allah, di saat aku
sedang berbaring, tiba-tiba Shafwan bin Mu‘atthal lewat. Agaknya ia
bertugas di belakang pasukan. Dari kejauhan ia melihat bayang-bayangku.
Ia mendekat lalu berdiri di depanku, ia sudah mengenal dan melihatku
sebelum kaum wanita dikenakan wajib berhijab. Ketika melihatku ia
berucap: “Inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un! Istri Rasulullah?“ Aku
pun terbangun oleh ucapan itu. Aku tetap menutup diriku dengan jilbabku
.. Demi Allah, kami tidak mengucapkan satu kalimat pun dan aku tidak
mendengar ucapan darinya kecuali ucapan Inna lillahi wa inna ilaihi
raji‘un itu. Kemudian dia merendahkan untanya lalu aku menaikinya. Ia
berangkat menuntun unta kendaraan yang aku naiki sampai kami datang di
Nahri Adh-Dhahirah tempat pasukan turun istirahat. Di sinilah mulai
tersiar fitnah tentang diriku. Fitnah ini berumber dari mulut Abdullah
bin Ubay bin Salul.
Aisyah ra
melanjutkan : Setibanya di Madinah kesehatanku terganggu selama sebulan.
Saat itu rupanya orang-orang sudah banyak berdesas-desus berita bohong
itu, sementara aku belum mendengar sesuatu mengenainya. Hanya saja aku
tidak melihat kelembutan dari Rasulullah saw, yang biasa kurasakan
ketika aku sakit. Beliau hanya masuk lalu mengucapkan salam dan
bertanya: “Bagaimana keadaanmu?“ Setelah agak sehat aku keluar pada
suatu malam bersama Ummu Mastha untuk membuang hajat. Waktu itu kami
belum membuat kakus. Di saat kami pulang, tiba-tiba kaki Ummu Mastha
terantuk sehingga kesakitan danter lontar ucapan dari mulutnya: “Celaka
si Masthah!“ Ia kutegur: “Alangkah buruknya ucapanmu itu mengenai
seorang dari kaum Muhajirin yang turut serta dalam perang Badr?“ Ummu
Mastha bertanya :“Apakah anda tidak mendengar apa yang dikatakannya?“
Aisyah ra melanjutkan: Ia kemudian menceritakan kepadaku tentang berita
bohong yang tersiar sehingga sakitku bertambah parah … Malam itu aku
menangis hingga pagi hari, air mataku terus menetes dan aku tidak dapat
tidur.
Kemudian
Rasulullah saw mulai meminta pandangan para sahabatnya mengenai masalah
ini. Di antara mereka ada yang berkata: “Wahai Rasulullah mereka (para
istri Nabi) adalah keluargamu. Kami tidak mengetahui kecuali kebaikan.“
Dan ada pula yang mengatakan: “Engkau tak perlu bersedih, masih banyak
wanita (lainnya). Tanyakan hal itu kepada pelayan perempuan (maksudnya
Barirah). Ia pasti memberi keterangan yang benar kepada anda!“
Rasulullah
saw lalu memanggil pelayan perempuan bernama Barirah, dan bertanya:
“Apakah kamu melihat sesuatu yang mencurigakan dari Aisyah?“ Ia
mengabarkan kepada Nabi saw, bahwa ia tidak mengetahui Aisyah kecuali
sebagai orang yang baik-baik. Kemudian Nabi saw berdiri di atas mimbar
dan bersabda:
“Wahai kaum
Muslimin! Siapa yang akan membelaku dari seorang lelaki yang telah
menyakiti keluargaku? Demi Allah, aku tidak mengetahui dari keluargaku
kecuali yang baik. Sesungguhnya mereka telah menyebutkan seorang lelaki
yang aku tidak mengenal lelaki itu kecuali sebagai orang yang baik.“
Sa‘ad bin
Muadz lalu berdiri seraya berkata: “Aku yang akan membelamu dari orang
itu wahai Rasulullah saw! Jika dia dari suku Aus, kami siap penggal
lehernya. Jika dia dari saudara kami suku Khazraj maka perintahkanlah
kami, kami pasti akan melakukannya.“ Maka timbullah keributan di masjid
sampai Rasulullah saw meredakan mereka.
Aisyah ra
melanjutkan: “Kemudian Rasulullah saw datang ke rumahku. Saat itu
ayah-ibuku berada di rumah. Ayah-ibuku menyangka bahwa tangisku telah
menghancurluluhkan hatiku. Sejak tersiar berita bohong itu Nabi saw
tidak pernah duduk di sisiku. Selama sebulan beliau tidak mendapatkan
wahyu tentang diriku. Aisyah ra berkata: “Ketika duduk Nabi saw membaca
puji syukur ke Hadirat Allah swt lalu bersabda: “Hai Aisyah, aku telah
mendengar mengenai apa yang dibicarakan orang tentang dirimu. Jika
engkau tidak bersalah maka Allah swt, pasti akan membebaskan dirimu.
Jika engkau telah melakukan dosa maka mintalah ampunan kepada Allah swt
dan taubatlah kepada-Nya.“ Seusai Rasulullah saw mengucapkan ucapan itu,
tanpa kurasakan air mataku tambah bercucuran. Kemudian aku katakan
kepada ayahku: “Berilah jawaban kepada Rasulullah saw mengenai diriku“
Ayahku menjawab: “Demi Allah, aku tidak tahu bagaimana harus menjawab.“
Aku katakan pula kepada ibuku: “Berilah jawaban mengenai diriku.“ Dia
pun menjawab: “Demi Allah aku tidak tahu bagaimana harus menjawab:“ Lalu
aku berkata: “Demi Allah, sesungguhnya kalian telah mendengar hal itu
sehingga kalian telah membenarkannya. Jika aku katakan kepada kalian
bahwa aku tidak bersalah Allah Maha Mengetahui bahwa aku tidak bersalah
kalian pasti tidak akan membenarkannya. Jika aku mengakuinya Allah Maha
Mengetahui bahwa aku tidak bersalah, pasti kalian akan membenarkan aku.
Demi Allah aku tidak menemukan perumpamaan untuk diriku dan kalian
kecuali sebagaimana yang dikatkaan oleh bapak Nabi Yusuf as :

“Sebaiknya aku bersabar. Kepada Allah swt sajalah aku mohon pertolongan atas apa yang kalian lukiskan,“ QS Yusuf : 18
Aisyah ra berkata : Kemudian aku pindah dan berbaring di tempat tidurku.
Selanjutnya
Aisyah berkata: Demi Allah, Rasulullah saw belum bergerak dari tempat
duduknya, juga belum ada seorang pun dari penghuni rumah yang keluar
sehingga Allah menurunkan wahyu kepada Nabi-Nya. Beliau tampak lemah
lunglai seperti biasanya tiap hendak menerima wahyu Ilahi, keringatnya
bercucuran karena beratnya wahyu yang diturunkan kepadanya. Aisyah
berkata: Kemudian keringat mulai berkurang dari badan Rasulullah saw
lalu beliau tampak tersenyum. Ucapan yan pertama kali terdengar ialah:
“Bergembiralah wahai Aisyah, sesungguhnya Allah telah membebaskan kamu.“
Kemudian ibuku berkata: “Berdirilah (berterimahkasihlah) kepadanya.“
Aku jawab :
“Tidak! Demi
Allah, aku tidak akan berdiri (berterima kasih) kepadanya (Nabi saw)
dan aku tidak akan memuji kecuali Allah. Karena Dialah yang telah
menurunkan pembebasanku.“
Aisyah ra berkata: Kemudian Allah menurunkan firman-Nya :

“Sesungguhnya orang-orang yang membawa
berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira
bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu, bahkan ia adalah baik bagi
kamu. Tiap-tiap seorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang
dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang
terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar….
Sampai dengan ayat 21 … „ QS an-Nur : 11-21
Aisyah
melanjutkan: Sebelum peristiwa ini ayahku membiayai Mastha karena
kekerabatan dan kemiskinannya. Tetapi setelah peristiwa ini ayahku
berkata: Demi Allah, saya tidak akan membiayainya lagi karena ucapan
yang diucapkan kepada Aisyah. Kemudian Allah menurunkan firman-Nya :
“Dan
janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara
kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum
kerabat(nya). Orang –orang miskin dan orang-orang yang berhijrah di
jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah
kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.“ QS An-Nur : 22
Lalu Abu Bakar berkata : Demi Allah, sungguh aku ingin mendapatkan ampun Allah. Kemudian ia kembali membiayai Masthah.
Kemudian
Nabi saw keluar dan menyampaikan khutbah kepada orang-orang dan
membacakan ayat-ayat al-Quran yang telah diturunkan mengenai masalah
ini. Selanjutnya Nabi saw memerintahkan supaya dilakukan hukum hadd
(dera) kepada Masthah bin Utsatsah, Hasan bin Tsabit dan Hamnah binti
Jahsy karena mereka termasuk orang-orang yang ikut menyebarluaskan
desas-desus berita fitnah tersebut.
Itulah tradisi yang selalu berulang
disepanjang sejarah, bila kekuatan fisik tidak mampu membunuh karakter
pimpinan, maka di hadapan musuh tidak ada lagi jalan yang bisa
ditempuhnya selain perang psikologis terhadap kepemimpinan tersebut,
dengan cara menghancurkannya lewat perang seperti ini. Karena itu, di
sini ditampilkan kisah keteladanan ini (HADITUL IFIK) supaya
para Da’i dan Mujahid serta para pendukungnya tidak mudah lemah dalam
menghadapi segala ujian dan fitnah yang menimpanya, karena musuh selalu
menggunakan isu seperti ini, sebagai perang isu yang disebarluaskan oleh
musuh dikalangan barisan Islam untuk menghancurkan pimpinan.
Yang terpenting diingat dalam peristiwa
ini adalah bahwa berita bohong itu sebagaimana yang telah jelas
bersumber dari kaum munafik di bawah bendera pimpinan mereka, Abdullah
bin ubay bin Salul. Ketika berita bohong itu masih beredar di kalangan
orang-orang munafik, memang tidak ada bahaya apa pun yang bisa mereka
timbulkan. Akan tetapi, ketika berita itu sudah masuk ke dalam
lingkungan kaum Muslimin, dengan segera berita itu menyebar bagai api
membakar jerami. Barulah saat itu tampak betapa besar bahaya keberadaan
kaum munafik di tengah umat Islam.
Nash Al Qur’an sendiri, ketika
menceritakan peristiwa ini, ternyata lebih banyak mengarahkan tegurannya
terhadap kaum Muslimin daripada kepada kaum munafik. Agaknya Al-Qur’an
hendak memberi pendidikan terhadap kaum Mukminin yang benar-benar
beriman, tapi masih dapat dipengaruhi oleh berita bohong ini dan masih
mau menerima pembicaraan orang yang menyangka-nyangka tanpa bukti.
Adapun pelajaran-pelajaran terpenting yang dapat dikemukakan dalam kaitannya dengan berita bohong ini, ialah sebagai berikut.

Pertama, Sebagai seorang aktivis dakwah seharusnya memahami bahwa tabiat dakwah. Para ulama menyebutkan tabiat dakwah sebagai berikut:

  • Thulut Thariq (jalannya panjang, Tidak ditaburi bunga, susah, panjang. (9:42)
  • Karsratu Aqabat (dari dulu selalu sama hambatannya banyak, musuh akan sentiasa menghalang dan mengganggu, sangat banyak ujian )
  • Qillatur Rijal (pendukungnya sedikit)
  • banyaknya beban tanggungjawab yg perlu dipikul
  • Da’i yakin kesudahan baik hak orang beriman.(11:49)

Fitnah, cobaan, gangguan adalah hal yang lumrah dan seharusnya
menjadikan keyakinan bahwa ini sebagai sarana tarbiyah dari Allah.

Kedua, menghindari semaksimal mungkin tuduhan, fitnah dengan
menutup celah agar tidak ada prasangka adalah kewajiban pokok yang wajib
ditunaikan kaum muslimin.

Mereka -terutama para pemimpin- juga
harus menyadari bahwa prasangka seperti itu menjadi pusat perhatian
lawan maupun kawan. Karena itu, sedapat mungkin agar dapat menghindari
tempat-tempat dan hal apa pun yang bisa menimbulkan prasangka buruk.

Ketiga, isu, fitnah biasanya akan menimpa orang yang punya pengaruh terhadap jama’ah dakwah.
Fitnah akan mempunyai pengaruh yang luar biasa ketika yang di tuduh
adalah pemimpin jama’ah atau orang disekitar pemimpin tersebut. Maka
tidak usah heran, ketika yang dituduh adalah ibundah Aisyah ra.

Keempat, penyebar isu/fitnah/gangguan biasanya juga punya pengaruh yang besar

Abdullah bin Ubay dulunya adalah calon pemimpin di Madinah.  Dia
adalah seorang yang terkemuka diantara penduduk Madinah, dia mempunyai
pengaruh yang cukup besar di antara semua penduduk Madinah selain
daripada kaum Yahudi. Ketika Nabi Muhammad masuk kota Madinah, Abdullah
bin Ubay dilupakan orang, dia tersisih ke pinggir. Hal ini sangat
mengecewakannya. Dia memandang Rasulullah SAW sebagai seorang yang
merebut dan memotong langkah dia menuju pemimpin Madinah.

Kelima, Ketika ada berita maka wajib umat islam meneliti berita tersebut dan jangan menerima isu begitu saja, sebagaimana difirmankan Allah Ta’ala dalam al Qur’anul Karim,
Hai orang-orang yang beriman, jika
datang kepadamu orang fasiq membawa suatu berita, maka periksalah dengan
teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum
tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan menyesal atas perbuatanmu
itu.” (QS. Al-Hujurot[49]:6)
Mengapa mereka (yang menuduh itu)
tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Oleh karena
mereka tidak mendatangkan saksi-saksi maka mereka itulah di sisi Allah
adalah pendusta.”
(QS. An Nur, 24:13)
Berita apa pun yang tidak diperkuat
dengan bukti, harus ditolak oleh setiap Muslim. Hendaklah pula dia
menyadari bahwa menceritakan isu kepada orang lain dan menularkan berita
yang tidak diperkuat dengan bukti akan mengubah statusnya menjadi
pendusta. Ini adalah ketetapan Al Qur’an terhadap manusia-manusia
semacam itu mereka adalah pendusta di sisi Allah, sekalipun orang itu
sebenarnya bukanlah yang mengada-ngada berita tersebut dan sekalipun
dia sekedar menukilkan dengan sejujurnya apa yang sebenarnya dia dengar
dari seseorang, namun dia di sisi Allah tetap tergolong para pendusta.

Keenam, untuk menimbang secara
cermat dalam menilai benar-tidaknya suatu isu, bandingkanlah pribadi
orang yang diisukan itu dengan diri anda sendiri.
Dengan demikian, pastilah Anda akan tetap
memercayai teman Anda itu seperti halnya memercayai diri Anda sendiri.
Cara menimbang seperti itu diakui dan dipuji oleh Al Qur’anul Karim,
yaitu berkenaan dengan suatu perbincangan antara Abu Ayyub Al Anshari
dengan istrinya, Ummu Ayub Ra. Wanita itu berkata,
”Tidaklah kamu mendengar apa yang dikatakan orang mengenai Aisyah?”
“Ya, tapi itu bohong,” jawab si suami, “Apakah kamu melakukannya juga, hai ummu Ayyub?”
“Tidak, demi Allah,”kata si istri, “Mengapa aku harus meniru orang-orang itu?”
“Abu Ayyub menegaskan, “Demi Allah, Aisyah itu lebih baik darimu.” (Ibnu Hisyam, (As Sirah An Nabawiyah, II/303).
Semoga saudaraku, yang masih juga
menyebarluaskan isu mengenai temannya atau pemimpinnya, kiranya mau
menghitung-hitung barang sedikit, benarkah temannya atau pemimpinnya itu
lebih jelek perhatiannya terhadap agama ketimbang dirinya dan benarkah
keduanya lebih rapuh kepatuhannya kepada agama dan lebih rendah budinya
ketimbang dirinya? Andaikan menimbang diri seperti itu dia lakukan
pastilah prasangka buruk itu akan musnah dari pikirannya dan robohlah
kabar bohong itu sampai ke akar-akarnya.
Ketujuh, jangan sekali-kali membiarkan hawa nafsu ikut campur dan berperan dalam menyelesaikan soal tersebarnya kabar bohong.
Jika seorang ‘madu’ sedemikian
hebatnya mampu menahan hawa nafsunya untuk tidak ikut-ikut menyebarkan
isu, itu menunjukkan betapa tinggi derajat keluhuran budi yang telah
dicapai oleh kaum muslimin. Apalagi mungkin dia tidak sejalan, searah
dalam metode berjuang. Seharusnya dia berlapang dada, bukannya malah
menyebarkan berita yang belum pasti kebenarannya tersebut.
Kedelapan, sikap terakhir yang dapat kita simpulkan dari peristiwa haditsul-ifki ialah menghukum orang-orang mukmin yang terpedaya yang terlibat dalam menyebarkan fitnah.
Dengan demikian, berarti tidak cukup dengan pernyataan bahwa si
tertuduh tidak bersalah dan tidak cukup dengan sekadar sang pemimpin
menolak segala perkataan buruk yang dilontarkan kepada pihak yang
terkena fitnah, lalu habis perkara. Harus ada hukuman tegas yang
dilaksanakan di tengah masyarakat muslim terhadap siapa pun yang
menyebarkan isu, setelah dilakukan pemeriksaan secermat-cermatnya.
Akan tetapi, kenyataan yang terjadi
sekarang, gerakan Islam malah membiarkan begitu saja si penyebar isu dan
berita bohong. Karenanya, masyarakat tak habis-habisnya digoncang oleh
berbagai macam fitnah.
Sebagai contoh, cukuplah kita sampaikan
bahwa hukum Islam terhadap tiga tokoh penyebar berita bohong tersebut,
Misthah bin Utsatsah, Hassan bin Tsabit, dan Hammah binti Jahsy, ialah
dijatuhkannya hukuman had al-qadzaf kepada mereka, yakni didera
delapan puluh kali, sekalipun ada sebagian riwayat yang menyatakan
bahwa jenis hukuman ini baru diterapkan sesudah itu. Jadi, tidak
dilaksanakan terhadap ketiga orang itu. Hal ini karena mereka melakukan
tuduhan sebelum turunnya ayat mengenai hukuman-hukuman had.
Dan mungkin masih banyak pelajaran yang
bisa kita dapatkan dari kisah haditsul ifk, seperti cintanya rasulullah
pada istri-istrinya, tsiqahnya para sahabat terhadap keluarga beliau,
pertolongan allah yang pasti datang kepada hambanya yang dicintai
walaupun memerlukan waktu yang cukup lama dsb.
Semoga dari pelajaran diatas cukuplah
bagi kaum Muslimin dan Muslimah yang baru bergabung dalam perjuangan ini
menjadikannya sebagai teladan hidup yang paling berharga.Semoga
keberkatan untuk kita.
Wallahu’alam…

copas dari https://mujitrisno.wordpress.com/tag/haditsul-ifk/

IKADI KEC NGUTER KAB SUKOHARJO

☘Sekretariat : Jl Raya Solo Wng Km 22 Sukoharjo

☘Butuh Khatib Dai Wilayah Nguter Sukoharjo 📞 081-2261-7316

Gabung channel telegram.me/ikadi_nguter

💈webinfo : http://www.ceramahsingkat.com

💈IG : @ikadi_nguter

💈Telegram : @ikadi_nguter

💈Fb.: Tausiyah Singkat

Ikatan Dai Indonesia (IKADI) Kec. Nguter Kab. Sukoharjo
Menebar Islam Rahmatan Lil ‘Alamin

Toko Busana Keluarga Muslim
GRIYA HILFAAZ 
Toko Busana Keluarga Muslim

Leave a comment