HUKUM TRANSAKSI PAYLATER DI SHOPEE


Paylater adalah metode pembayaran di marketplace Shopee yang mengusung konsep beli sekarang, bayar nanti. Maksudnya, konsumen yang berminat membeli barang yang yang ditawarkan pelapak di Shopee bisa membeli barang tersebut melalui pinjaman yang dapat dicicil pembayarannya dengan bunga tertentu melalui fitur layanan yang disediakan oleh Shopee. Mudahnya, pembeli membeli barang dari pelapak dengan pembayaran berupa pinjaman dari Shopee dan kemudian pembeli membayar hutangnya plus bunga yang telah ditentukan.

Sangat jelas, bahwa berhutang kepada pihak Shopee dan kemudian membayarnya dengan sejumlah bunga adalah bagian dari praktik transaksi riba.

Dalam sebuah hadits dhaif yang dikuatkan ijma’ shahabat disebutkan:

كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبًا

“Setiap hutang yang menarik manfaat (bagi penghutang), maka ia adalah riba”. (HR. Haris bin Utsamah).

Dan hukum haram melakukan transaksi Shopee PayLater yang telah diputuskan beberapa ahli ilmu adalah pendapat yang lebih wara’ dan menghindari praktik tersebut adalah tindakan terpuji dan lebih selamat.

Akan tetapi, tetap saja masih ada celah dan peluang untuk menghalalkan system transaksi Shopee PayLater tersebut. Dan berikut ini adalah argumentasi yang bisa dijadikan dasar kehalalan menurut saya:

PERTAMA: TIDAK ADA IJAB QABUL (SIGHAT)

Ijab qabul secara lafaz atau kitabah (tulisan) yaitu peminjam menulis kata-kata pinjaman (qabul) dan kemudian Shopee membalas dan menerima (ijab) atau dibalik tidak ada dalam praktik pinjam meminjam dalam Shopee PayLater. Yang ada, Shopee hanyalah sebuah aplikasi yang cara kerja dan transaksinya dijalankan oleh mesin sehingga dipastikan tidak wujud ijab qabul antara orang dengan orang sebagaimana dalam kitab-kitab fikih. Dan dalam pendapat mu’tamad madzhab Syafi’i, jika ijab dan qabul tidak ada, maka akad juga dianggap tidak ada. Sementara riba qardh lahir dari akad qardh dan qardh-nya sendiri tidak ada. Kesimpulannya, hukum riba dalam transaksi ini adalah tidak ada.

Dan jika informasi dan gambaran transaksi dalam Shopee PayLater benar seperti yang saya sampaikan diatas, maka celah untuk mengatakan tidak haram masih tetap ada.

KEDUA: HUKUM MENGHUTANGKAN UANG KERTAS

Jika kita menelaah literature kitab-kitab fikih Syafi’iyah, spesifiknya dalam bab qardh (hutang piutang), disana disebutkan bahwa syarat sesuatu yang boleh dibuat hutang piutang (muqradh) adalah sama dengan syarat muslam fih (dalam akad salam). Dan dalam kitab Hasyiyah asy-Syarwani dan Hasyiyah Tarsyihul Mustafidin dijelaskan, bahwa transaksi dengan uang kertas dalam konteks syariat adalah tidak sah, karena ia tidak memiliki nilai manfaat secara independen (dzatiyah). Karena akad salam adalah salah satu jenis dalam jual beli (bai’), muslam fih berupa uang kertas adalah tidak sah. Dan karena uang kertas menjadi muslam fih tidak sah, maka hutang piutang berupa uang kertas juga tidak sah. Karena tidak sah, maka hukum riba juga tidak ada disana.

Menggunakan argumentasi kedua ini untuk membolehkan praktik dalam Shopee PayLater memang terkesan tidak konsisten. Tapi, diterima atau tidak argumentasi dan pendapat tidak sahnya transaksi uang kertas ini, khilafiyah ulama’ tetap ada dan itulah salah satu celah untuk menghalalkan praktik Shopee PayLater diatas.

Dan dengan dua alasan diatas, sebagian ulama’ menghalalkan bunga bank. Maksudnya, jika dua argumentasi yang saya paparkan diatas ditolak, tetapi penolak masih menerima khilafiyah kehalalan bunga bank, maka penolak saya anggap tidak konsisten. Bahkan seharusnya, lebih “halal” transaksi Shopee PayLater daripada transaksi bunga bank.

Tetapi sekali lagi, bagi yang berharap selamat dan wara’ dari syubhat, saya merekomendasikan untuk mengikuti pendapat yang mengharamkan demi menghindari praktik yang meninggalkan kesan abu-abu ini.

Prinsip dan pesan Almarhum Kyai saya, Saikhuna KH. Abdul Wahid Zuhdi yang juga masih perumus Bahtsul Masail Mutamar PBNU, untuk kita pribadi, hendaklah memilih pendapat ulama’ yang paling berat. Dan untuk masyarakat awam, kita carikan pendapat yang ringan dan mudah.

Wallahu A’lam.

ust hidayat nur

Leave a comment