BERJODOH LEWAT DATA


BERJODOH LEWAT DATA

Mungkin temen-temen pernah mendengar metode ta’aruf, metode untuk mengenal pasangan dengan tujuan pernikahan, tanpa harus pacaran. Banyak yang ragu dengan metode ini karena terlalu terbatas informasi tentang pasangan yang akan dinikahi dan melibatkan mediator yang mungkin bukan orang yang sangat dikenal oleh kedua belah pihak.

Di sisi lain, pacaran (baca: mengenal pasangan lebih dalam) sering dianggap sangat diperlukan agar bisa mengenal dan memudahkan pengambilan keputusan.

Benarkah? Sebuah percobaan yang dipimpin oleh ahli ekonomi Harvard, Sendhil Mullaniathan dan para ahli komputer dari University of Chicago membuktikan bahwa opini tersebut tidak selalu benar.

Mullaniathan ngumpulin data terdakwa yang menjalani sidang di pengadilan New York dari tahun 2008 hingga 2013. Dari seluruh terdakwa, hakim membebaskan lebih dari 400 ribu orang. Ia kemudian membuat AI untuk membuat keputusan yang sama seperti seorang hakim.

Dapatkah AI (yang gak pernah ketemu sama terdakwa) melakukan pekerjaan yang lebih baik daripada hakim (yang bertemu dengan terdakwa langsung, berbicara, dan memberikan perhatian kepadanya)? Jawabannya adalah YA. Membuat keputusan tanpa melihat orang secara langsung, justru 25% lebih akurat daripada hakim.

25% itu banyak sekali lho. Karena terbukti 25% dari terdakwa (100 ribu orang lebih) yang diputus bebas oleh hakim, melakukan kejahatan lagi (kambuhan, residivis) di kemudian hari.

dan 25% yang dibebaskan oleh AI, terbukti tidak terjadi hal tersebut.

Sekarang kita tahu kalau selama ini kita salah mengira bahwa dengan bertemu orang secara langsung, kita bisa lebih memahami orang tersebut. Padahal, dari percobaan yang dilakukan Mullaniathan, membuktikan bahwa kita justru bisa lebih objektif dan akurat dalam menentukan keputusan TANPA bertemu orang tersebut.

Dalam konteks pernikahan, hal ini sangat menarik karena bisa membantu meminimalkan kesalahan dalam pengambilan keputusan tentang pasangan hidup. Kita seringkali terlalu terpaku pada pertemuan langsung dan melupakan fakta bahwa terkadang pertemuan tersebut bisa mempengaruhi kita secara emosional dan membuat kita tidak objektif dalam menilai seseorang.

Dengan mengetahui bahwa kita bisa lebih akurat dan objektif dalam menentukan keputusan tanpa bertemu langsung, kita bisa mempertimbangkan untuk lebih jeli dalam mengamati karakter dan kualitas seseorang sebelum memutuskan untuk menjalin hubungan pernikahan.

Namun, di atas kertas, ta’aruf dianggap lebih andal dalam hal pengambilan keputusan, seringkali terdapat kekurangan informasi tentang pasangan yang akan dikenal dan dinikahi. Ini faktor kritisnya.

Dan bukan berarti kita tidak boleh bertemu sama sekali dengan calon kita lho ya. Ada sebuah sunnah dalam ta’aruf yang disebut sebagai “nazhor”. Nazhor yang secara bahasa berarti “melihat”, adalah pertemuan antara calon pria dengan wanita secara langsung, untuk melihat seperti apa rupa sesungguhnya (bukan di foto atau media sosial).

Pertemuan ini bisa bersifat disengaja dengan mengundang masing-masing pihak dan perantara, ataupun secara ‘rahasia’, seperti memperhatikan si calon di tempat kerja dengan berpura-pura sebagai klien/tamu.

Salah satu aspek kritis mengenai kurangnya informasi tentang pasangan dapat diatasi dengan cara mendetailkan informasi, dan memasukkan informasi lain dari pihak ketiga yang bersifat netral. Misalnya bertanya kepada kolega bisnisnya tentang bagaimana tabiat calon suami/istrinya ketika berurusan dengan uang, ke tempat ibadah (masjid) di rumah atau tempat kerja calon kita untuk mengetahui ibadahnya, atau kepada tetangga kanan-kiri tentang bagaimana sikap calon kita kepada ibu-bapaknya, atau saudara-saudaranya.

Mendetailkan informasi ini penting. Eksperimen yang dilakukan Mullaniathan akurat, karena catatan kriminal dan terdakwa cenderung detail. Sementara dalam ta’aruf, seringkali tidak sedetail itu.

Misalnya, ada kasus biodata calon suami ditulis aktivitas bisnisnya adalah “beternak ayam”. Bayangan kita, orang ini memiliki peternakan ayam paling tidak 1 petak sawah panjang dengan jumlah ayam ratusan.

Faktanya, ternyata si calon suami memelihara DUA EKOR AYAM di rumahnya. Beternak sih ya beternak. tapi…

Dalam hal keamanan, ta’aruf juga memberikan rasa aman dalam menjalin hubungan pernikahan karena melibatkan mediator yang dapat membantu memastikan kecocokan pasangan. Sedangkan dalam hubungan konvensional, seringkali kita nggak tau latar belakang pasangan dan bisa menimbulkan berbagai risiko seperti penipuan atau bahkan kekerasan.

Ta’aruf juga bukan berarti tidak melibatkan unsur godaan atau nafsu sama sekali. Selain menentukan kecocokan karakter dan moral, ta’aruf juga memperbolehkan untuk mempertimbangkan kecantikan/kegantengan calon, latar belakang ekonomi, pendidikan, dan keturunan dalam pengambilan keputusan.

Namun, penting untuk diingat bahwa dalam Islam, ta’aruf tetap mengutamakan kesucian dan moralitas dalam menjalin hubungan pernikahan, sehingga segala keputusan yang diambil harus tetap didasarkan pada tuntunan agama.

Sedangkan pacaran dalam hubungan konvensional cenderung menimbulkan godaan dan nafsu yang bisa memicu terjadinya perbuatan zina. Karena itulah, dalam Islam, pacaran sangat tidak dianjurkan dan bahkan dianggap sebagai perbuatan yang haram.

Jadi, ta’aruf dan hubungan konvensional punya kelebihan dan kekurangan masing-masing lah ya. Tapi, sebagai umat Islam, kita harus memilih metode yang sesuai dengan tuntunan agama dan bisa membawa keberkahan dalam menjalin hubungan pernikahan. Ta’aruf bisa jadi pilihan yang bagus untuk memastikan kesucian dan keamanan dalam menjalin hubungan pernikahan, tapi kita juga harus perhatikan faktor-faktor lain kayak informasi dan waktu yang cukup buat lebih kenal pasangan kita secara mendalam.

Leave a comment