Fiqih Khitan dan Tinjauan Medis (Laki dan Perempuan)


Fiqih Khitan dan Tinjauan Medis (Laki dan Perempuan)

A. Pengertian
Secara bahasa, kata khitan itu berasal dari kata khatnun ( خَتْنٌ ), yang berarti: Memotong kulfah (kulit penutup depan) dari penis dan nawah dari perempuan.

B. Masyru’iyah
Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif.”(QS An-Nahl: 123)
Ayat ini memerintahkan umat nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa
Sallam untuk mengikuti tata cara ritual Nabi Ibrahim alaihissalam,  dan
salah satunya adalah berkhitan, sebagaimana disebutkan di dalam hadits
Bukhari.
Nabi Ibrahim berkhitan ketika berusia 80 tahun menggunakan kapak.” (HR. Bukhari)
Dari Abu Hurairah adhiyallahu ‘Anhu, ia berkata bahwa Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Lima dari fitrah: memotong bulu
kemaluan, khitan, memotong kumis, mencabut bulu ketiak dan memotong
kuku.” (HR. Jama’ah)
Sesungguhnya Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mngkhitan
Hasan dan Husein  pada hari ke tujuh dari kelahirannya (HR. Al Hakim dan
Baihaqi)
Buanglah darimu rambut kekufuran dan berkhitanlah! (HR Ahmad an Abu Daud)
Khitan merupakan sunnah (yang harus diikuti) bagi laki-laki dan perbuatan mulia bagi wanita.” (HR. Ahmad dan Baihaqi)
Rasulullah bersabda kepada para tukang khitan perempuan di
Madinah: “Pendekkanlah sedikit dan jangan berlebih-lebihan sebab hal
tersebut lebih menceriakan wajah dan disukai suami.” (HR. Abu Daud,
Bazzar, Thabrani, Hakim dan Baihaqi)
C. Hukum Mengkhitan
Khitan atau sirkumsisi (Inggris: circumcision) telah dilakukan
sejak zaman prasejarah, diamati dari gambargambar di gua yang berasal
dari Zaman Batu dan makam Mesir purba.
Khitan merupakan bagian dari syariat Islam. Khitan dalam agam Islam termasuk bagian dari  fitrah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
الْفِطْرَةُ خَمْسٌ – أَوْ خَمْسٌ مِنَ الْفِطْرَةِ –
الْخِتَانُ وَالاِسْتِحْدَادُ وَتَقْلِيمُ الأَظْفَارِ وَنَتْفُ الإِبْطِ
وَقَصُّ الشَّارِب
Fitrah itu ada lima perkara : khitan, mencukur bulu kemaluan, menggunting kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur kumis “  (H.R Muslim 257).
Yang dimaksud dengan fitrah adalah sunnah yang merupakan ajaran agama para Nabi ‘alaihimus salam[1]. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan, “ Fitrah ada dua jenis. Pertama adalah fitrah yang berkaitan dengan hati, yaitu ma’rifatullah (mengenal Allah) dan mencintai-Nya serta mengutamakan-Nya lebih dari yang selain-Nya. Kedua yaitu fitrah amaliyyah,
yaitu fitrah yang disebutkan dalam hadits di atas. Fitrah jenis yang
pertama menyucikan ruh dan membersihkan hati sedangkan fitrah yang kedua
menyucikan badan. Keduanya saling mendukung dan menguatkan satu sama
lain. Yang utama dan pokok dari fitrah badan adalah khitan”[2]


Hukum Khitan dalam Islam

Para ulama Islam berselisih pendapat tentang hukum khitan menjadi tiga pendapat :
Pendapat pertama       : Khitan hukumnya wajib bagi laki-laki dan wanita.
Pendapat kedua          : Khitan hukumnya sunnah bagi laki-laki dan wanita.
Pendapat ketiga          : Khitan hukumnya wajib bagi laki-laki dan sunnah bagi wanita.
Yang lebih tepat, hukum khitan bagi laki-laki adalah wajib. Imam Ibnu Qudamah rahimahullah
berkata, “Khitan hukumnya wajib bagi lai-laki , dan merupakan kemuliaan
bagi wanita namun hukumnya tidak wajib. Ini merupakan pendapat
mayoritas para ulama”. Inilah pendapat yang dipilih oleh Imam Asy
Syu’bi, Rabi’ah, Al Auza’i, Yahya bin Sa’id Al Anshari, Imam Malik, Imam
Syafi’i, Imam Ahmad, dan ulama-ulama lainnya rahimahumullah. Di antara alasan-alasan yang menunjukkan wajibnya hukum khitan adalah sebagai berikut :
Pertama. Khitan merupakan bagian dari fitrah, yakni sunnah yang diajarkan oleh para Nabi ‘alaihimus salam.
Kedua. Khitan merupakan ajaran agama Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِخْتَتَنَ إِبْرَاهِيْمُ خَلِيْلُ الرَّحْمَنِ بَعْدَ ماَ أَتَتْ عَلَيْهِ ثَمَانُوْنَ سَنَةً
Nabi Ibrahim Khalilur Rahman berkhitan setelah umur delapan puluh tahu “ (H.R Bukhari 6298 dan Muslim 370).
Khitan merupakan ajaran Nabi Ibrahim ‘alahis salam, padahal Allah Ta’ala memerintahkan untuk mengikuti ajaran agama Ibrahim dalam firman-Nya :
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفاً وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama
Ibrahim seorang yang hanif” dan dia tidak termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Allah.
“ (An Nahl :123)
Ketiga. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada seseorang yang masuk Islam untuk berkhitan. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada seseorang yang masuk Islam :
أَلْقِ عَنْكَ شَعْرَ الْكُفْرِ وَاخْتَتِنْ
Buanglah darimu rambut kekufuran dan berkhitanlah.”  (H.R Abu Dawud 356, dihasankan oleh Syaikh Al Albani  dalam Al Irwa’ 79)
Hukum asal suatu perintah menunjukkan wajib, sehingga perintah untuk berkhitan dalam hadits di atas adalah wajib.
Keempat. Khitan merupakan bagian dari syariat kaum muslimin
yang merupakan pembeda dari kaum Yahudi dan Nasrani. Maka hukumnya wajib
untuk melaksanakannya sebagaimana syariat Islam yang lainnya.
Kelima. Khitan adalah memotong sebagian anggota tubuh.
Memotong bagian tubuh dalam Islam merupakan perbuatan haram. Keharaman
tidak dibolehkan kecuali untuk sesuatu yang hukumnya wajb. Atas dasar
ini maka khitan hukumnya wajib.
Keenam. Diperbolehkan membuka aurat pada saat khitan, padahal
membuka aurat sesuatu yang dilarang. Ini menujukkan bahwa khitan
hukumnya wajib, karena tidak diperbolehkan melakukan sesuatu yang
dilarang kecuali untuk sesuatu yang sangat kuat hukumnya.
Ketujuh. Khitan menjaga tubuh dari najis yang merupakan syarat
sah shalat. Apabila tidak dikhitan, maka sisa air kencing akan tertahan
pada kulup yang menutupi kepala penis. Khitan adalah memotong kulup
yang menutupi kepala penis sehingga tidak ada lagi sisa air kencing yang
tertahan. Dengan demikian, khitan menjadikan tubuh bebas dari najis. [3]
Dengan alasan-alasan di atas, maka kesimpulan tentang hukum khitan
yang tepat adalah adalah wajib bagi laki-laki. Demikianlah pembahasan
hukum khitan menurut Islam. Adapun hukum khitan bagi wanita akan dibahas
tersendiri.
Mengenai hukum khitan bagi wanita InsyaAllah akan dibahas pada artikel selanjutnya.
Sumber bacaan : Syarh, Shahih Muslim Imam An Nawawi, Tuhfatul Mauduud bi Ahkaamil Mauluud, dan Shahih Fiqh Sunnah
D. Usia Anak Dikhitan
Usia Khitan dalam Pandangan Syariat
Telah kita bahas bahwa hukum khitan adalah wajib
bagi laki-laki. Lalu kapan khitan harus dilakukan? Dalam masalah ini
tidak terdapat dalil shahih yang menjelaskan waktu anak laki-laki mulai
dikhitan.  Memang terdapat hadits yang menjelaskan tentang waktu khitan.
Di antaranya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
عَقَّ رسول الله صلى الله عليه وسلم عن الحسن والحسين ، وختنهما لسبعة أيام .
Rasulullah melaksanakan aqiqah untuk Al Hasan dan Al Husein serta mengkhitan mereka berdua pada hari ketujuh kelahiran“ (H.R Baihaqi 8/324)
Namun derajat hadits ini adalah hadits yang dhaif/lemah. Hadits ini didhaifkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albani rahimahullah dalam kitab beliau Irwaul Ghalil sehingga tidak bisa menjadi landasan dalam berdalil.
Demikian juga ada yang menyebutkan sebuah hadits yang berbunyi :
سبعة من السنة في الصبي يوم السابع : يسمى ويختن
Ada tujuh hal yang termasuk sunnah dilakukan kepada bayi saat umur tujuh hari : diberi nama, dikhitan. .. “ (H.R Ath Thabrani dalam Al Ausath I/334)
Namun status hadits ini juga dipermasalahkan. Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah berkomentar dalam Fathul Bari : “ Hadits ini dhaif
(lemah) ”. Sehingga hadits ini juga tidak bisa menjadi dalil. Dengan
demikian tidak terdapat penjelasaan dari syariat tentang waktu usia
khusus untuk khitan. Meskipun demikian, namun para ulama tetap banyak
membahas masalah ini.
Imam Al Mawardi rahimahullah mengatakan, “ Waktu khitan ada dua : waktu wajib dan waktu mustahab (waktu yang dianjurkan). Waktu wajib adalah ketika sudah balig (dewasa), adapun waktu yang dianjurkan adalah sebelum balig.”
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan : “ Waktu khitan
adalah saat balig karena pada saat itu waktu wajib baginya untuk
melaksanakan ibadah yang tidak diwajibkan baginya sebelum balig”
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa secara syariat tidak
ada ketentuan waktu khusus pada usia tertentu untuk khitan misal saat
umur 5 tahu, 7 tahun, atau 10 tahun. Ada dua waktu pelaksanaan khitan :
Pertama           : waktu wajib, yaitu saat balig.
Kedua               : waktu mustahab (dianjurkan), yaitu sebelum balig.
Yang dimaksud balig adalah seorang muslim telah mencapai batas
tertentu untuk dikenai beban syariat. Tanda-tanda balig apabila
terpenuhi salah satu dari tanda berikut : mengeluarkan mani, tumbuhnya
bulu kemaluan, atau telah mencapai usia 15 tahun. Khusus untuk
perempuan, ada tanda balig lainnya yaitu keluanya darah haid.
Semakin dini anak dikhitan akan semakin baik, karena akan segera
menggugurkan kewajiban. Juga sebagai bentuk bersegera dalam melakukan
kebaikan yang merupakan perwujudan perintah Allah Ta’ala :
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu” (Ali Imran : 133). Wallahu a’lam.
Tinjaun Medis Tentang Usia Khitan
Pada prinsipinya, dalam tinjaun medis khitan bisa dilakukan kapan
saja. Namun perbedaan usia khitan mempengaruhi proses khitan dan
penyembuhannya.
Pertama: Usia Kurang dari 5 tahun
Khitan pada anak usia kurang dari lima tahun kebanyakan dilakukan
karena indikasi medis. Misalnya pada anak dengan kelainan anatomi pada
penis seperti fimosis, parafimosis, atau hipospadia. Pada usia ini, anak
belum memiliki keberanian dan belum bisa diajak kerjasama sehingga
tidak mungkin dilakukan pemberian bius lokal. Pilihan yang dipakai
adalah bius total. Anak harus dirawat di rumah sakit sebelum dan pasca
khitan. Penanganan khitan dengan operasi hanya boleh dilakukan oleh
dokter spesialis bedah. Tentu saja biaya yang diperlukan relatif lebih
mahal. Perawatan pasca khitan pada anak usia ini juga perlu lebih
hati-hati.
Kedua : Usia 5-15 tahun
Pada usia ini, anak-anak sudah memiliki keberanian. Anak-anak juga
sudah bisa diberi pengertian dan diajak kerjasama. Tidak jarang justru
anak-anak pada usia ini meminta sendiri untuk dikhitan. Khitan pada usia
ini umumnya dilakukan dengan bius lokal. Prosesnya tentu saja lebih
sederhana, lebih cepat, dan biaya yang dikeluarkan relatif lebih murah.
Proses penyembuhannya pun tidak terlalu lama asalkan anak bisa merawat
luka dengan baik.
Ketiga:Usia di atas 15 tahun
Pada usia ini boleh dikatakan anak sudah mulai dewasa. Pada usia ini
hormon testosteron (hormon kelamin laki-laki)  sudah dalam kondisi
maksimal sehingga dalam segi ukuran penis sudah membesar, disertai bulu
kemaluan yang lebat. Prosedur khitan pada dewasa sama dengan khitan pada
anak-anak. Pada orang dewasa, biasanya sudah tidak terjadi perlengketan
antara kulup dan kepala penis sehingga tidak jarang terjadi luka pada
kepala penis. Hal ini berbeda pada penis anak yang banyak terjadi
perlengketan. Karena tidak terjadi perlengketan, biasanya setelah khitan
bisa langsung digunkan untuk beraktifitas seperti biasa. Kelebihan lain
khitan pada usia dewasa adalah persiapan kondisi psikologis yang sudah
siap dibandingkan dengan anak-anak.
Namun khitan pada usia dewasa juga terdapat beberapa kesulitan.
Pembuluh darah penis lebih banyak pada dewasa daripada anak-anak
sehingga perdarahan yang terjadi akan lebih banyak dan proses operasi
membutuhkan waktu yang lebih lama. Selain itu juga  lebih sering terjadi
risiko perdarahan setelah khitan yang akan memepengaruhi lamanya proses
penyembuhan. Faktor lain yang menyebabkan penyembuhan lama adalah kulit
yang lebih tebal sehingga membutuhkan masa penyambungan jaringan yang
lebih lama. Meskipun setelah dikhitan pasien bisa beraktivitas, namun
untuk bisa melakukan aktivitas seksual harus menunggu sampai luka
benar-benar kering dan tidak ada keluhan seperti nyeri atau bengkak.
Waktu yang cukup aman untuk melakukan hubungan seksual biasanya adalah
setelah dua minggu.
Sumber bacaan : Tuhfadul Mauduud, Fathul Bari.
E. Manfaat Khitan
1. Bagi laki-Laki
Manfaat khitan atau sirkumsis bagi laki-laki adalahmenghilangkan
kotoran beserta tempat kotoran itu berada yang biasanya terletak
dibagian dalam dari kulit terluar penis. Serta untuk menandakan bahwa
seorang muslim telah memasuki kondisi dewasa.
2. Bagi wanita
Cukup banyak masyarakat meyakini bahwa sirkumsisi pada wanita bisa
menurunkan hasrat dan menjauhkannya dari perzinaan. Namun, pada kasus
nyatanya, tidak ada hal tersebut yang terbukti benar, karena pada
dasarnya hal tersebut diatas hanya merupakan karangan semata.
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, hampir semua dokter menyatakan
bahwa wanita tidak boleh melakukan sirkumsisi apapun alasannya.
Namun, praktek sirkumsisi pada wanita telah ada pada Islam seperti
yang diterangkan pada hadith Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam
seperti yang telah dijelaskan di hadith berikut ini. Maka Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda kepada ahli khitan wanita Ummu
‘Athiyyah, yang artinya:
“Janganlah kau potong habis, karena (tidak dipotong habis) itu
lebih menguntungkan bagi perempuan dan lebih disenangi suami.” (HR: Abu
Dawud).
Yang membedakan antara khitan pria dan wanita, secara umum yaitu dari
segi pembelajarn di bidang kedokteran terdapat materi tentang tekhnik
khitan pria. Namun, tidak demikian untuk khitan wanita.
Sementara di sisi lain, bila juru khitannya adalah seorang ahli bedah
atau profesional medis, diharapkan tidak akan ada kesulitan untuk
melakukan kedua khitan, baik pada pria maupun pada wanita.
E. Khitan dan Khitanan
Mengkhitan anak berbeda pengertiannya dengan mengadakan acara khitanan.
Mengkhitan anak hukumnya sunnah, sedangkan merayakan hajatan khitanan
anak, hukumnya terpulangkepada kondisi dan keadaan. Sehingga bisa saja
sunnah hukumnya, atau mubah, atau malah bisa jadi makruh bahkan haram.
Semua kembali kepada detail kondisinya.
1. Sunnah Khitan
Umumnya para ulama mengatakan bahwa khitan adalah sunnah yang perlu
dilakukan kepada anak. Sebagian lagi mengatakan hukumnya mubah. Bahkan
ada yang mengatakan hukumnya wajib.
2. Perayaan Khitanan Sebagai Sebuah Hajatan
Ada kalanya bisa berhukum sunnah, bila memang ada manfaatnya yang
bisa secara langsung dirasakan. Misalnya,khitanan massal untuk anak-anak
dari keluarga kurang mampu yang kita gelar secara gratis.
Kebiasaan ini sangat baik, apalagi dengan diiringi pemberian hadiah
dan bantuan kepada mereka yang kurang mampu. Selain sebagai syiar Islam,
kita pun dapat meraih pahala yang banyak.
Atau dalam rangka mengumpulkan keluarga besar agar terjalin ziarah
dan silaturrahim di antara mereka, lalu dibarengkan dengan acara
mengkhitan anak. Tentu hal-hal baik seperti ini tidak bisa dilarang,
karena tujuannya mulia. Bahkan sangat bermanfaat bila momen seperti itu
bisa ditambahkan dengan sedikit pengajian dari seorang ustadz. Boleh
jadi ada banyak pesan-pesan kebaikan yang bisa dimanfaatkan di sana.
Namun kalau menggelar khitanan hanya sekedar untuk berhura-hura,
menghamburkan harta, menyombongkan kekayaan kepada orang miskin, atau
sekedar menaikkan gengsi dan status sosial, maka hukumnya makruh bahkan
haram, karena telah melakukan tabzir.
Kalau sekedar untuk mengkhitan anak harus menggelar pertunjukan
wayang tujuh hari tujuh malam dengan biaya dua milyar, panggung dangdut,
arena maksiat serta pestapesta yang tidak jelas juntrungannya, rasanya
sudah sampai kepada haram hukumnya.
Lebih baik uangnya digunakan untuk membangun sekolah gratis,
perpusatakaan, lahan pertanian yang menyerap tenaga kerja, laboratorium
ilmiyah milik umat atau hal-hal lain yang lebih positif.
3. Tidak Ada Doa Khusus
Kita tidak menemukan contoh doa khusus dari Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam terkait dengan urusan mengkhitan anak.  Juga upacara
hajatan dan sejenisnya.
Perkara ini dalam pandangan kami, berada di luar ibadah ritual
peribadatan. Masuk ke dalam masalah muamalah yang hukumnya berbeda
dengan ritual ibadah. Prinsipnya, meski tidak ada contoh dari nabi
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, asalkan tidak ada batas-batas larangan
yang secara eksplisit disebutkan oleh nash, maka hukumnya dasarnya
boleh-boleh saja. Sampai muncul nanti hal-hal yang diharamkan, seperti
masalah pemborosan, maksiat, syirik dan seterusnya.
  • Khitan Bagi Laki-Laki.
Khitan pada anak laki-laki dilakukan dengan cara memotong kulup
(qalfah/preputium) atau kulit yang menutupi ujung zakar. Minimal
menghilangkan apa yang menutupi ujung zakar, dan disunnahkan untuk
mengambil seluruh kulit di ujung zakar tersebut. Setelah mengetahui tata
cara khitan, barangkali masih menyimpan permasalahan yang berkaitan
dengan waktu pelaksanaannya. Haruskah menunggu sampai si anak mencapai
baligh, ataukah justru harus dilakukan pada waktu-waktu yang telah
ditentukan?
Sepupu Rasulullah n, ‘Abdullah bin ‘Abbas c pernah ditanya, “Sebesar siapa engkau ketika Nabi n wafat?” Beliau pun menjawab :
“Ketika itu aku telah dikhitan.” Beliau juga berkata, “Mereka
tidak mengkhitan seseorang kecuali setelah mencapai baligh.” (Sahih, HR.
al-Bukhari no. 6299)
Al-Imam al-Mawardi t menjelaskan, untuk melaksanakan khitan ada dua
waktu, waktu yang wajib dan waktu yang mustahab (sunnah). Waktu yang
wajib adalah ketika seorang anak mencapai baligh, sedangkan waktu
mustahab sebelum baligh. Boleh pula melakukannya pada hari ketujuh
setelah kelahiran. Juga disunnahkan untuk tidak mengakhirkan pelaksanaan
khitan dari waktu mustahab kecuali karena ada uzur. (Fathul Bari,
10/355)
Dijelaskan pula masalah waktu pelaksanaan khitan ini oleh Ibnul
Mundzir t. Beliau mengatakan, “Tidak ada larangan yang ditetapkan oleh
syariat yang berkenaan dengan waktu pelaksanaan khitan ini. Juga tidak
ada batasan waktu yang menjadi rujukan dalam pelaksanaan khitan
tersebut, begitu pula sunnah yang harus diikuti. Seluruh waktu
diperbolehkan. Tidak boleh melarang sesuatu kecuali dengan hujjah. Kami
juga tidak mengetahui adanya hujjah bagi orang yang melarang khitan anak
kecil pada hari ketujuh.” (Dinukil dari al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab,
1/352)
Yang juga tak lepas dari kaitan pelaksanaan khitan ini adalah masalah
walimah khitan. Sebagaimana yang lazim di tengah masyarakat, setelah
anak dikhitan, diundanglah para tetangga untuk menghadiri acara makan
bersama. Mungkin sebagian orang akan bertanya-tanya, bolehkah yang
demikian ini diselenggarakan?
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani t menyebutkan di akhir-akhir “bab
Walimah” pada Kitab an-Nikah dalam syarah beliau terhadap kitab Shahih
al-Bukhari tentang disyariatkannya mengundang orang-orang untuk
menghadiri walimah dalam khitan. Beliau juga menyebutkan bahwa riwayat
dari ‘Utsman bin Abil ‘Ash z yang menyatakan:
Kami tidak pernah mendatangi walimah khitan semasa Rasulullah n dan tidak pernah diadakan undangan padanya.”
Mungkin masih tersisa pertanyaan di benak ayah dan ibu, manakala
mengingat buah hatinya menanggung rasa sakit, bolehkah memberikan
hiburan kepadanya. Dikisahkan oleh Ummu ‘Alqamah:
“Anak-anak perempuan saudara laki-laki ‘Aisyah dikhitan, maka
ditanyakan kepada ‘Aisyah, ‘Bolehkah kami memanggil seseorang yang dapat
menghibur mereka?’ ‘Aisyah mengatakan, ‘Ya, boleh.’ Maka aku mengutus
seseorang untuk memanggil ‘Uda, lalu dia pun mendatangi anak-anak
perempuan itu. Kemudian lewatlah ‘Aisyah di rumah itu dan melihatnya
sedang bernyanyi sambil menggerak-gerakkan kepalanya, sementara dia
mempunyai rambut yang lebat. ‘Aisyah pun berkata, ‘Cih, setan! Keluarkan
dia, keluarkan dia!’.” (Dihasankan oleh asy-Syaikh al-Albani dalam
Shahih al-Adabul Mufrad no. 945 dan dalam ash-Shahihah no. 722)
Atsar dari Ummul Mukminin ‘Aisyah x ini menunjukkan disyariatkannya
memberikan hiburan kepada anak yang dikhitan agar dia melupakan sakit
yang dirasakannya. Bahkan ini termasuk kesempurnaan perhatian ayah dan
ibu kepada sang anak. Akan tetapi, tentu saja hiburan tersebut tidak
boleh berlebih-lebihan sebagaimana dilakukan oleh sebagian orang,
seperti menggelar nyanyian, menabuh alat-alat musik, dan selainnya yang
tidak ditetapkan oleh syariat. (Ahkamul Maulud, 113—114)
Semua ini tentu tak kan luput dari perhatian ayah dan ibu yang ingin
membesarkan buah hatinya di atas ketaatan kepada Allah l dan Rasul-Nya
n. Mereka berdua tak akan membiarkan sekejap pun dari perjalanan hidup
mutiara hati mereka, kecuali dalam bimbingan agamanya.
  1. Khitan bagi wanita.
khitan bagi perempuan adalah memotong sedikit kulit (selaput) yang
menutupi ujung klitoris (preputium clitoris) atau membuang sedikit dari
bagian klitoris (kelentit) atau gumpalan jaringan kecil yang terdapat
pada ujung lubang vulva bagian atas kemaluan perempuan. Khitan bagi
laki-laki dinamakan juga I’zar dan bagi perempuan disebut khafd.[2]
Bagi wanita fungsi khitan adalah (di antaranya) untuk menstabilkan
rangsangan syahwatnya. Jika dikhitan terlalu dalam bisa membuat dia
tidak memiliki hasrat sama sekali, sebaliknya, jika kulit yang menonjol
ke atas vaginannya (Klitoris) tidak dipotong bisa berbahaya, karena
kalau tergesek atau tersentuh sesuatu dia cepat terangsang. Maka
Rasululloh Shallallahu alaihi wa Salam bersabda kepada tukang khitan
wanita (Ummu A’Thiyyah), yang artinya: “Janganlah kau potong habis,
karena (tidak dipotong habis) itu lebih menguntungkan bagi perempuan dan
lebih disenangi suami.” (HR: Abu Dawud)
Mengenai khitan bagi wanita ini memang kurang dikenal oleh sebagian
besar masyarakat kita, namun semoga saja melalui informasi ini, kita
mulai mengamalkannya dan bagi muslimah dengan profesi medis mulai
mempelajari atau mendalami hal ini sehingga membantu umat Islam dalam
melaksanakan khitan bagi kaum wanita, sehingga jangan sampai yang
mengkhitan muslimah yang baligh adalah para lelaki.
Sebuah kekhawatiran apabila tidak di khitan bagi wanita adalah akan
menyebabkan menjadi salah satu pendorong dia menjadi lesbian. Maka dari
itu Islam memerintahkan agar menstabilkan syahwatnya dengan cara khitan
Pro Kontra Khitan Bagi  Wanita
Pembahasan khitan bagi wanita memang menjadi polemik.
Ada yang pro, namun tidak sedikit pula yang kontra. Bagaiamana
sebenarnya kedudukan khitan wanita dalam pandangan Islam dan  juga
tinjauan medis? InsyaAllah Anda akan temukan jawabannya dalam bab ini.
Khitan Bagi Wanita Termasuk Syariat Islam
Terdapat silang pendapat di kalangan para ulama tentang hukum khitan bagi wanita. Sebagian mengatakan khitan bagi wanita hukumnya wajib, sebagian lagi mengatakan hukumnya sunnah.
Dalil Yang Menunjukkan Wajib
Ulama yang mewajibkan khitan bagi wanita, mereka beralasan dengan dalil-dalil berikut :
1. Hukum wanita sama dengan laki-laki kecuali ada dalil yang membedakannya, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إنما النساء شقائق الرجال
Wanita itu saudara kandung laki-laki“ (H.R Abu Dawud 236, hasan)
2. Adanya beberapa dalil yang menunjukkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan khitan bagi wanita, di antaranya sabda beliau,
إذ التقى الختا نا ن فقد وجب الغسل
Apabila bertemu dua khitan, maka wajib mandi “ (H.R Tirmidzi 108, shahih)
Imam Ahmad rahimahullah mengatakan, “Hadits ini menunjukkan bahwa wanita juga dikhitan”
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shalllallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إذ جلس بين شهبها الأربع و مسّ الختان الختان فقد وجب الغسل.
Apabila seseorang laki-laki berada di empat cabang wanita
(bersetubuh dengan wanita)  dan khitan menyentuh khitan, maka wajib
mandi
“ (H.R Bukhari I/291, Muslim 349)
Dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada ‘Ummu ‘Athiyah radhiyallahu ‘anha,
إذا خفضت فأشمي ولا تنهكي فإنّه أسرى للوجه وأحضى للزوج
Apabila Engkau mengkhitan wanita, sisakanlah sedikit dan jangan
potong (bagian kulit klitoris) semuanya, karena itu lebih bisa membuat
ceria wajah dan lebih disenangi oleh suami
“ (H.R Al Khatib dalam Tarikh 5/327, dinilai shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah)
3. Khitan bagi wanita sangat masyhur dilakukan oleh para sahabat dan para salaf sebagaimana tersebut di atas.
Dalil yang Menunjukkan Sunnah
Adapun ulama yang berpendapat khitan wanita hukumnya sunnah, mereka beralasan sebagai berikut :
1.Tidak ada dalil yang tegas yang menunjukkan wajibnya khitan bagi wanita.
2.Khitan bagi laki-laki tujuannya untuk membersihkan sisa air kencing
yang najis pada kulup kepala penis, sedangkan suci dari najis merupakan
syarat sahnya shalat. Sedangkan khitan bagi wanita tujuannya untuk
mengecilkan syahwatnya, yang ini hanyalah untuk mencari sebuah
kesempurnaan dan bukan sebuah kewajiban. (Lihat Syarhul Mumti’ I/134)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah ditanya,
“Apakah wanita itu dikhitan ?” Beliau menjawab, “Ya, wanita itu dikhitan
dan khitannya adalah dengan memotong daging yang paling atas yang mirip
dengan jengger ayam jantan. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam
bersabda, “Biarkanlah sedikit dan jangan potong semuanya, karena itu
lebih bisa membuat ceria wajah dan lebih disenangi suami”. Hal ini
karena tujuan khitan laki-laki ialah untuk menghilangkan najis yang
terdapat dalam penutup kulit kepala penis. Sedangkan tujuan khitan
wanita adalah untuk menstabilkan syahwatnya, karena apabila wanita tidak
dikhitan maka syahwatnya akan sangat besar.” (Majmu’ Fatawa 21/114)
Kesimpulannya, terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama
tentang khitan bagi wanita. Namun yang jelas khitan merupakan bagian
syariat bagi wanita, terlepas hukumnya wajib ataupun sunnah. Barangsiapa
yang melaksanAkannya tentunya lebih utama. Dan ini termasuk bagian
menghidupkan sunnah nabi yang hampir hilang, sehingga orang yang
melakukannya termasuk orang yang disebutkan oleh Rasulullah shallalhu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau,
مَنْ سَنَّ فِي
الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ
بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ
Barangsiapa yang membuat sunnah yang baik dalam Islam, maka dia
akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya tanpa
dikurangi dari pahala mereka sedikitpun
”(H.R Muslim 1017)
Bagian yang Diikhitan pada Wanita
Para ulama menjelaskan bahwa bagian yang dipotong pada khitan wanita
adalah kulit yang mengelilingi bagian yang berbentuk seperti jengger
ayam yang terletak dia atas tempat keluarnya kencing. Yang benar menurut
sunnah adalah tidak memotong seluruhnya, namun hanya sebagian kecil
saja. Hal ini berdasarkan hadits Ummu ‘Athiyah radhiyallahu ‘anha bahwa dahulu para wanita di Madinah dikhitan. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لاَ تُنْهِكِي فَإِنَّ ذَلِكَ أَحْظَى لِلْمَرْأَةِ وَأَحَبُّ إِلَى الْبَعْل
“ Jangan berlebihan dalam mengkhitan, karena akan lebih nikmat
(ketika berhubungan seksual) dan lebih disukai suami “ (H.R Abu Dawud)
Imam Al Mawardi rahimahulluah berkata,
وأما خفض المرأة فهو قطع جلدة في الفرج فوق مدخل الذكر ومخرج البول على أصل كالنواة ويؤخذ منه الجلدة المستعلية دون أصلها
“Adapun khitan bagi wanita adalah memotong kulit pada kemaluan yang
berada di atas lubang kemaluan tempat masuknya penis dan tempat
keluarnya kencing, di atas pangkal yang berbentuk seperti biji. Pada
bagian tersebut, kulit yang menutupinya diangkat, bukan pada bagian
pangkal yang berbentuk biji”
Menurut penjelasan Imam Al Mawardi rahimahullah yang dimaksud
dengan bagian pangkal yang berbentuk biji adalah klitoris. Sedangkan yng
diangkat adalah kulit penutup klitoris, sedangkan klitorisnya tetap
dibiarkan. Sehingga khitan bagi wanita adalah dengan memotong sebagian
kulit yang menutupi klitoris saja tanpa pengangkatan klitoris.
Khitan Wanita dalam Tinjauan Medis
Dalam isitilah medis khitan disebut female circumcision, yaitu istilah umum yang mencakup eksisi suatu bagian genitalia eksterna wanita . Dikenal juga dalam istilah medis pharaonic circumcision dan Sunna circumcision. Pharaonic circumcision
adalah sejenis sirkumsisi wanita yang terdiri dari dua prosedur :
bentuk yang radikal dan bentuk yang dimodifikasi. Pada bentuk radikal,
klitoris, labia minora, dan labia majora diangkat dan jaringan yang
tersisa dirapatkan dengan jepitan atau jahitan. Pada bentuk yang
dimodifikasi, preputium dan glans clitoris serta labia minora di
dekatnya dibuang. Sunna circumcision adalah suatu bentuk sirkumsisi wanita. Pada bentuk ini, preputium klitoris dibuang.
Dalam istilah medis, khitan wanita juga diistilahkan Female Genital Cutting (FGC) atau Female Genital Mutilation
(FGM). Menurut WHO, definisi FGM meliputi seluruh prosedur yang
menghilangkan secara total atau sebagian dari organ genialia eksterna
atau melukai pada organ kelamin wanita karena alasan non-medis.
WHO mengklaisfikasikan FGM menjadi empat tipe yaitu :
  1. Klitoridektomi. Yaitu pengangkatan sebagian atau seluruh klitoris,
    termasuk juga pengangakatan hanya pada preputium klitoris  (lipatan
    kulit di sekitarnya klitoris).
  2. Eksisi: pengangkatan sebagian atau seluruh klitoris dan labia
    minora, dengan atau tanpa eksisi dari labia majora (labia adalah “bibir”
    yang mengelilingi vagina).
  3. Infibulasi : penyempitan lubang vagina dengan membentuk pembungkus.
    Pembungkus dibentuk dengan memotong dan reposisi labia mayor atau labia
    minor, baik dengan atau tanpa pengangkatan klitoris.
  4. Tipe lainnya: semua prosedur berbahaya lainnya ke alat kelamin
    perempuan untuk tujuan non-medis, misalnya menusuk, melubangi,
    menggores,  dan memotong daerah genital.
Bukankah WHO melarang FGM?
Dalam situs resminya, WHO menjelaskan beberapa informasi tentang FGM :
–          FGM meliputi seluruh proses yang mengubah atau menyebabkan
perlukaan pada genitalia eksterna wanita karena alasan non-medis.
–          Prosedur  FGM tidak bermanfaat bagi wanita.
–          Prosedur FGM dapat menyebabkan perdarahan dan gangguan
kencing, dan dalam jangka lama bisa menyebabkan kista, infeksi,
kemandulan, serta komplikasi dalam persalinan yang dapat meningkatkan
risiko kematian bayi baru lahir
–          Sekitar 140 juta anak perempuan dan perempuan di seluruh dunia saat ini hidup dengan akibat buruk dari FGM.
–          FGM ini kebanyakan dilakukan pada anak dan  gadis-gadis muda, antara bayi dan usia 15 tahun.
–          Di Afrika diperkirakan 92 juta perempuan 10 tahun ke atas telah mengalami FGM.
–          FGM adalah pelanggaran hak asasi terhadap perempuan.
–          Praktik ini kebanyakan dilakukan oleh ahli khitan
tradisional, yang juga berperan penting dalam komunitas, seperti
menolong persalinan. Namun, lebih dari 18% dari semua FGM dilakukan oleh
penyedia layanan kesehatan, dan tren ini terus meningkat.
Dapat kita simpulkan dari penjelasan WHO yang dilarang adalah
tindakan FGM (Female Genita Mutilation),  yaitu seluruh prosedur yang
menghilangkan secara total atau sebagian dari organ genialia eksterna
atau melukai pada organ kelamin wanita karena alasan non-medis. Namun
perlu diperhatikan baik-baik bahwa definisi khitan wanita dalam Islam
tidak sama dengan FGM yang dilarang oleh WHO.
Permenkes tentang Khitan Wanita
Terdapat Peraturan Menteri Kesehatan tentang khitan bagi wanita yaitu
Peraturan Menteri Kesehatan Repubublik Indonesia nomor
1636/Menkes/Per/XI/2010 tentang Sunat Perempuan. Dijelaskan bahwa khitan
perempuan adalah tindakan menggores kulit yang menutupi bagian depan
klitoris, tanpa melukai klitoris. Khitan perempuan hanya dapat dilakukan
oleh tenaga kesehatan tertentu, yaitu dokter, bidan, dan perawat yang
telah memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja. Yang melakukan
khitan pada perempuan diutamakan adalah tenaga kesehatan perempuan.
Adanya  Permenkes ini bisa digunakan sebagai standar operasional
prosedur (SOP) bagi tenaga kesehatan apabila ada permintaan dari pasien
atau orangtua bayi untuk melakukan khitan pada bayinya. Dalam
melaksanakan khitan perempuan, tenaga kesehatan harus mengikuti prosedur
tindakan antara lain  cuci tangan pakai sabun, menggunakan sarung
tangan, melakukan goresan pada kulit yang menutupi bagian depan klitoris
(frenulum klitoris) dengan menggunakan ujung jarum steril sekali pakai
dari sisi mukosa ke arah kulit, tanpa melukai klitoris. Dengan demikian,
tidak akan timbul luka atau perdarahan pada organ reproduksi perempuan
jika prosedur tersebut dilaksanakan sesuai petunjuk yang tercantum dalam
Permenkes 1636/2010. Jadi khitan perempuan yang diatur dalam Permenkes
tersebut bukan mutilasi genital perempuan (female genetal multilation =
FGM)  yang dilarang oleh WHO.
Fatwa MUI tentang Khitan Wanita
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa tentang
masalah khitan wanita yang terdapat dalam Keputusan Fatwa Majelis Ulama
Indonesi Nomor 9A Tahun 2008 Tentang Hukum Pelarangan Khitan Terhadap
Perempuan. Dalam fatwa tersebut, MUI menegaskan bahwa khitan bagi wanita
termasuk fitrah (aturan) dan syiar Islam. Khitan terhadap perempuan
adalah makrumah (bentuk pemuliaan), pelaksanaannya sebagai salah
satu bentuk ibadah yang dianjurkan. MUI juga menjelaskan bahwa
pelarangan khitan terhadap perempuan adalah bertentangan dengan
ketentuan syariat Islam karena khitan, baik laki-laki maupun perempuan,
termasuk fitrah (aturan) dan syiar Islam.
Dalam fatwanya tersebut, MUI juga menjelaskan batas atau cara khitan
perempuan. Pelaksanaan khitan terhadap perempuan harus memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
1. Khitan perempuan dilakukan cukup dengan hanya menghilangkan selaput (jaldah/colum/preputium) yang menutupi klitoris.
2. Khitan perempuan tidak boleh dilakukan secara berlebihan, seperti
memotong atau melukai klitoris (insisi dan eksisi) yang mengakibatkan dharar (keburukan).
Hikmah Khitan bagi Wanita
Telah jelas bagi kita bahwa khitan merupakan bagian dari perintah
syariat Islam yang mulia. Semua hal yang diperintahkan dalam syariat
pasti memberikan manfaat bagi hamba, baik kita ketahui maupun tidak.
Tidak mungkin ada perintah syariat yang tidak memberikan manfaat bagi
hamba atau bahkan merugikan hamba. Termasuk dalam hal ini khitan bagi
wanita yang merupakan bagian dari syariat Islam.
Dari sisi medis, memang belum banyak data penelitian tentang khitan
wanita. Karena tindakan ini masih jarang dilakuan oleh tenaga medis.
Namun yang jelas khitan bagi wanita yang seusai dengan prosedur tidak
membahyakan bagi wanita. Meskipun demikian, bukan berarti khitan bagi
wanita tidak bermanfaat. Sangat dimungkinkan khitan juga memiliki
manfaat bagi para wanita seperti manfaat khitan bagi laki-laki. Meskipun
belum ada bukti medis tentang manfaat khitan bagi wanita namun cukuplah
perintah adanya syariat khitan sebagai bukti bahwa khitan bermanfaat
bagi wanita.
Di antara manfaat khitan bagi wanita adalah yang disebutkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu untuk menstabilkan syahwat dan memuaskan pasangan.
Kesimpulan
Setelah paparan di atas, dapat kita ambil kesimpulan beberapa hal penting sebagai berikut :
  1. Khitan wanita adalah termasuk bagian dari syariat Islam
  2. Hukum khitan bagi wanita adalah diperintahkan. Sebgian ulama
    mewajibkannya, sebagian hanya menganggapnya sunnah. Meskipun tidak
    melakukannya, seorang muslim wajib meyakini bahwa khitan adalah bagian
    syariat Islam. Seorang muslim tidak boleh melakukan pelarangan terhadap
    praktik khitan wanita.
  3. Khitan pada wanita menurut syariat Islam berbeda dengan Female Genital Mutilation yang dilarang oleh WHO.
  4. Khitan bagi wanita mengandung beberapa manfaat dan hikmah seperti
    menstabilkan syahwat dan lebih memuaskan pasangan, di samping juga
    kemungkinan manfaat-manfaat lain ditinjau dari sisi medis.
  5. Khitan bagi wanita sama sekali tidak berbahaya ditinjau dari sisi medis.
  6. Terdapat Permenkes dan Fatwa MUI yang mendukung dan melegalkan praktik khitan wanita di Indonesia dengan syarat-syarat tertentu.
  7. Khitan wanita harus dilakukan oleh tenaga medis ahli dan
    berpengalaman dengan menggunakan alat-alat medis yang steril, dan
    dianjurkan dilakukan oleh petugas kesehatan wanita.
Menunda Khitan Ketika Anak Sakit
Apabila terdapat kebutuhan yang berarti si anak tersebut tidak dapat
dikhitan pada waktu yang disyari’atkan, maka dibolehkan untuk
menundanya, karena Allah Ta’ala berfirman, yang artinya:
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri (atau satu sama lain).
Sesungguhnya Allah Maha Penyayang terhadapmu.” (QS An Nisaa’: 29)
“Allah tidak membebani seseorang diluar batas kemampuannya.” (QS Al Baqarah: 286)
Demikian pula Nabi Shallallaahu’alaihi wa Sallam bersabda: “Jika aku
memerintahkan kalian dengan suatu hal, maka kerjakanlah semampu kalian.”
(HR. Al Bukhari no. 6858 dan Muslim no. 1337). Dan terdapat pula kaidah
syar’i yang menyatakan bahwa “Adanya kebutuhan menghalalkan sesuatu
yang pada asalnya diharamkan.”
Sirkumsisi atau khitan biasanya tidak menimbulkan bahaya pada anak,
namun jika dokter yang melarang untuk mengkhitan anak Anda mengetahui
bahwa tindakan tersebut dapat menyebabkan bahaya yang nyata, maka tidak
mengapa menunggu sampai anak dapat menjalani tindakan khitan tersebut.
“Salah satu hal yang membatalkan kewajiban khitan adalah jika anak
dalam keadaan lemah dan tidak mampu menjalaninya, sedemikian rupa
sehingga dapat membahayakan nyawanya. Jika kondisi lemahnya terus
berlangsung, maka dia dibolehkan untuk tidak berkhitan, karena pada
umumnya, khitan bersifat wajib namun karena ia tidak mampu melakukannya,
maka ia dimaafkan (diberi udzur). Hal ini sama seperti dalam seluruh
kasus kewajiban syari’ah lainnya.”
“Dalam Syarah Al Hidaayah dikatakan: “…ia harus dicegah dari
melakukannya (khitan), dan terdapat banyak contoh lainnya yang serupa,
semisal mandi dengan air dingin pada kondisi cuaca yang sangat dingin
ketika orang tersebut sedang sakit, atau seorang yang sakit berpuasa
ketika puasa tersebut dapat membahayakan nyawanya, atau menjalankan
hukuman hadd pada orang yang sedang sakit atau hamil, dsb. Seluruh
kondisi tersebut merupakan alasan mengapa suatu tindakan tidak dapat
dilakukan, dan menyebabkannya tidak lagi dihukumi wajib.”
Wallahu a’lam bishshawab.
Dikutip dari buku “Al-Khitaan” oleh Abu Bakr ‘Abd al-Razzaaq, hal. 144
Mitos seputar Khitan
Dalam masyarakat kita tersebar beberapa kesalahan dan mitos tentang
khitan. Ada yang tampaknya berhubungan secara medis, ada pula yang tidak
berhubungan sama sekali, bahkan mengarah kepada takhayul dan
bertentangan dengan agama. Hal ini disebabkan karena pengetahuan medis
yang kurang, kesalahpahaman, dan ada juga yang berhubungan dengan
keyakinan yang keliru. Ada beberapa kesalahan dan mitos yang banyak
tersebar,  untuk itu kami berupaya meluruskannya.
Pertama. Khitan hanya Sekadar Adat, bukan Ajaran Islam
Di masyarakat Indonesia, khitan memang sudah dikenal sejak lama. Yang
perlu dipahami, tatkala seorang muslim melakukan khitan, landasan
utamanya hedaknya bukan hanya mengikuti adat saja. Namun hendaknya
meyakini bahwa khitan merupakan ajaran Islam dan perintah agama.
Sebagian kaum muslimin masih belum menyadari hal ini. Mereka melakukan
khitan karena mengikuti adat semata, atau hanya ingin mendapat manfaat
secara medis saja. Hal ini kurang tepat. Seorang muslim tatkala
melakukan khitan harus disertai niat  bahwa ini merupakan perintah agama
dan bagian dari kewajiban yang bernilai ibadah. Dengan demikian
seseorang akan mendapat pahala dengan melaksanakan ibadah khitan.
Kedua. “Hari Baik” untuk Khitan.
Sebagian orang memilih waktu-waktu tertentu untuk khitan. Hal ini
sering kami temukan selama praktik. Ada yang mengkhususkan waktu khitan
berdasarkan hari lahir (Jawa: weton), hari baik yang sudah
diperhitungkan, atau hari-hari tertentu lainnya. Perbuatan ini disertai
keyakinan bahwa waktu tersebut adalah waktu yang baik untuk melakukan
khitan dan tidak boleh melakukan khitan di luar waktu-waktu yang telah
ditentukan tadi. Kalau melakukan khitan di luar waktu tadi akan mendapat
petaka/celaka. Hal ini tidak benar dan bertentangan dengan ajaran
Islam.
Semua waktu adalah waktu yang baik untuk berkhitan. Pemilihan waktu
khitan tidak ada hubungannya dengan nasib baik dan buruknya seseorang.
Pada hakikatnya nasib baik dan buruknya seseorang merupakan ketetapan
dari Allah Ta’ala, tidak ada hubungannya dengan waktu-waktu
tertentu. Meyakini bahwa hari-hari tertentu merupakan hari sial atau
hari keberuntungan sehingga menyebabkan seseorang melakukan atau tidak
melakukan suatu perbuatan termasuk keyakinan yang dilarang dalam Islam,
bahkan bisa termasuk dosa syirik.
Ketiga. Tidak Boleh Menangis ketika Khitan
Sebagian orang tua melarang anaknya untuk menangis ketika proses
khitan berlangsung. Sebenarnya hal ini sah-sah saja. Namun yang keliru
adalah ketika hal ini dikaitkan dengan keyakinan tertentu. Seperti yang
tersebar di sebagian masyarakat kalau ketika dikhitan menangis nanti
anak tersebut akan mendapat jodoh janda. Mitos dengan keyakinan seperti
ini keliru. Seorang muslim hendaknya tidak percaya dengan mitos semacam
ini.
Keempat. Tidak Boleh Khitan Bersama Saudara Kandung dalam Waktu Bersamaan.
Terdapat mitos juga yang tersebar di masyarakat bahwa bila saudara
kandung bersamaan waktu khitannya maka salah satu di antara mereka ada 
yang bermasalah dengan hasil khitannya. Keyakinan seperti ini juga
keyakinan yang keliru dan bertentangan dengan agama Islam. Kesembuhan
khitan tidak dipengaruhi oleh kondisi khitan bersamaan antara saudara
kandung. Kesembuhan khitan dipengaruhi oleh kondisi kesehatan, perawatan
luka, serta faktor nutrisi anak yang dikhitan. Jadi jika ada saudara
kandung yang khitan dalam waktu bersamaan, hal ini tidak masalah dan
tidak akan mempengaruhi penyembuhan luka pada salah satu anak.
Kelima. Mengubur Bagian Kulit  yang Dipotong.
Sebagian orang tua yang anaknya dikhitan meminta agar bagian kulit
penis yang dipotong untuk dibawa pulang. Hal ini juga sering kami dapati
tatkala praktik. Ketika ditanya, “Untuk apa Pak?”. “Untuk dikubur Dok”
jawabnya. Sebagian yang melakukan perbuatan ini disertai  keyakinan
tertentu bahwa dengan mengubur bagian kulit yang dipotong tadi untuk
“membuang sial”. Padahal kulit yang dipotong tadi adalah sisa kulit yang
biasa, tidak ada hubungannya dengan nasib sial seseorang. Perbuatan dan
keyakinan seperti ini juga termasuk keyakinan yang dilarang dalam
Islam.
Keenam. Setelah Khitan Pertumbuhan Anak Lebih Cepat
Ada juga anggapan yang tersebar di masyarakat bahwa kalau anak
setelah dikhitan kemudian badannya akan tumbuh menjadi lebih cepat besar
. Hal ini tidaklah tepat. Pertumbuhan seorang anak tidak berhubungan
langsung dengan khitan. Faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
adalah hormon, gizi, dan keturunan. Hanya faktor kebetulan saja kalau
misalnya anak setelah dikhitan menjadi lebih cepat besar. Karena
kebanyakan anak dikhitan bersamaan dengan usia masa pertumbuhan yang
cepat yaitu sekitar usia 10-12 tahun. Jadi bukan karena faktor khitan
yang mempengaruhi cepatnya pertumbuhan anak.
Ketujuh. Tidak boleh Makan Daging dan Telur setelah Khitan
Ada satu mitos yang beredar di masyarakat bahwa ketika selesai
dikhitan harus menghindari makanan seperti daging, ikan, dan telur.
Apabila anak yang baru saja dikhitan makan makanan tersebut akan
menyebabkan lukanya lama sembuh. Mitos yang patut dipertanyakan, karena
justru makanan tersebut mengandug protein tinggi yang berperan penting
dalam proses penyembuhan luka. Manfaat protein adalah untuk membentuk
jaringan, pengganti sel yang rusak, dan berperan sebagai pembangun
tubuh.
Kemungkinan awal beredarnya mitos ini dikarenakan ada anak yang
selesai dikhitan memiliki alergi terhadap makanan yang mengandung
protein sehingga mengakibatkan anak merasa gatal di daerah luka dan
sembuhnya lama. Pada prinsipnya, jika anak tidak ada alergi terhadap
makanan tertentu, tidak ada makanan yang harus dipantang setelah khitan.
Kedelapan. Fenomena Dikhitan Jin
Sering tersiar kabar di masyarakat, beberapa anak mengalami hal aneh,
yaitu tiba-tiba penisnya mengalami perubahan seperti habis dikhitan.
Hal ini diyakini oleh masyarakat bahwa anak tersebut telah dikhitan oleh
jin atau makhluk halus. Benarkah demikian? Bagaimanakah tinjauan medis
mengenai hal ini?
Fenomena seperti ini bisa dijelaskan secara medis. Anak yang
mengalami kejadian seperti dikhitan jin dalam istilah medis disebut
parafimosis. Parafimosis adalah  kelainan bentuk penis yang terjadi
karena preputium yang tertarik ke belakang dan melipat serta menjerat
batang penis sehingga tidak bisa lagi ditarik ke depan yang menyebabkan
kepala penis terlihat seolah-olah seperti telah dikhitan. Kondisi yang
menyebabkan terjadinya parafimosis antara lain faktor setelah ereksi,
menarik penis terlalu kuat pada saat mau kencing, atau karena penis
sering dibuat main-main pada anak sehingga menyebabkan kulup yang
tertarik tidak bisa kembali lagi.
Anak yang mengalami kondisi ini harus segera dikhitan untuk mencegah
agar kulup tidak menjerat penis. Jika tidak dikhitan, dikhawatirkan akan
menjerat penis dan mencegah aliaran darah sehingga menyebabkan edema
(bengkak) dan kematian jaringan penis. Sebaiknya segera hubungi dokter
apabila ada anak yang menagalami kejadian seperti ini.
Inilah beberapa mitos yang sering tersebar di masyarakat. Mungkin
masih ada mitos-mitos yang lain yang tidak kami sebutkan. Mitos-mitos
tersebut terus berkembang karena ketidaktahuan mereka. Semoga penjelasan
di atas dapat meluruskan mitos yang keliru yang selama ini tersebar di
masyarakat umum.
Diolah dari berbagai sumber…
GRIYA HILFAAZ
Busana Muslim Berkualitas
💈webinfo : www.griyahilfaaz.com
💈IG : griyahilfaaz
💈Shopee : griyahilfaaz
💈Facebook: griyahilfaaz
💈Tokopedia: griyahilfaaz
💈Bukalapak: griyahilfaaz
Toko Busana Keluarga Muslim



SHOPCARTSHOPCARTSHOPCART
SHOPCARTSHOPCARTSHOPCART

Leave a comment