PENUHILAH DUNIA DENGAN KASIH SAYANG; SYAIKH USAMAH AZHARI SAMPAIKAN DUA KISAH YANG MENGGUGAH


PENUHILAH DUNIA DENGAN KASIH SAYANG; SYAIKH USAMAH AZHARI SAMPAIKAN DUA KISAH YANG MENGGUGAH

Setelah memberikan ijazah hadis Arba’in al-Nawawiyyah, yang di sela-sela pembacaan hadis diselingi nasyid dan pujian kepada Nabi oleh Mostafa Atef, Syaikh أسامة السيد الأزهري Usama Elsayed Alazhary menutup majelis Tastafi di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh dengan menyampaikan dua kisah yang sangat menggugah.

Pertama, ada satu kisah tentang salah seorang aulia, Imam Sariyyuddin As-Saqathi, beliau merupakan khal (paman dari jalur Ibu) dari imam Junaid, pemimpin ulama Sufi. Al-Azhar, Madrasah Keilmuan di Asia Tenggara hingga kawasan Maghrib menganut manhaj yang terbangun atas 3 pondasi, yaitu mengikuti Asya’irah dalam bidang akidah, mazhab empat dalam bidang fikih, dan menempuh metode tasawuf dan suluk berdasarkan jalan Imam Junaid al-Baghdadi. Imam Junaid merupakan pemimpinnya para Shalihin yang disepakati. Imam Junaid dibina dan didik oleh pamannya Sariyyuddin As-Saqathi.

Imam Sariyyuddin As-Saqathi pada suatu hari duduk di depan murid-muridnya dan mengungkapkan satu kalimat yang aneh yang membuat murid-muridnya terkejut. Ia berkata kepada murid-muridnya, “Sejak 30 tahun yang lalu saya beristighfar kepada Allah atas satu kali ucapan Alhamdulillah.” Murid-muridnya terkejut dan berkata kepada gurunya; “Wahai Imam, Engkau bertahan sampai 30 tahun hanya karena mengucapkan Alhamdulillah? Bukankah kalimat ini merupakan ketaatan dan Zikir yang besar. Bagaimana Engkau beristighfar untuk kalimat tersebut? Apalagi sampai bertahan dengan keadaan seperti itu sampai 30 tahun? Ini pasti ada sesuatu yang tersembunyi.”

Maka kemudian Imam Sariyyuddin As-Saqathi menjelaskan bahwa 30 tahun yang lalu beliau berdagang di Baghdad. Suatu pagi, kami berkumpul bersama teman-teman, sambil sarapan sebelum menuju ke toko masing-masing. Tiba-tiba datang seseorang yang dalam keadaan kecemasan memberitakan bahwa sedang terjadi kebakaran besar. Orang ini berpesan agar Imam Sariyyuddin dan teman-temannya segera untuk menyelamatkan toko masing-masing.

Semuanya berlarian, termasuk Sariyyuddin As-Saqathi. Tiba-tiba dalam keadaan yang penuh ketakutan itu, datang seseorang yang muncul dari arah kebakaran menyampaikan kepada Sariyyuddin bahwa tokonya selamat dari kebakaran. Sariyyuddin berhenti sambil mengucapkan “Alhamdulillah”. Kemudian tiba-tiba beliau teringat bahwa beliau senang tokonya selamat, sementara orang-orang yang lain berada dalam kecemasan. Maka semenjak saat itu sampai sudah 30 tahun berlalu, beliau masih beristighfar atas ucapan Alhamdulillah tersebut.

Syaikh Usamah berkata;

Apa maksud dari kisah ini?

إملؤوا قلوبكم رحمة بالناس
“Penuhilah hati Kalian dengan kasih sayang pada sesama manusia.”

إملؤوا قلوبكم شعورا بالناس
“Penuhilah hati Kalian dengan memiliki rasa empati kepada sesama manusia.”

إملؤوا قلوبكم إكراما بالناس
“Penuhilah hati Kalian dengan sikap memuliakan sesama manusia.”

“Harapannya, ketika di antara kita nantinya kembali ke rumah masing-masing, maka hendaklah menjadi sosok yang paling memuliakan isteri dan anak-anaknya. Jika ada yang nantinya akan berlalu lintas di jalan raya, hendaklah ia menjadi orang yang paling memuliakan siapa saja orang yang dijumpainya di jalan raya.”

Kisah yang kedua tentang Abu Ishaq al-Syirazi. Seorang Ulama besar dalam mazhab Syafi’i. Beliau suatu hari pergi di suatu jalan bersama murid-muridnya. Beliau berada di depan dan di belakang beliau diikuti oleh murid dalam jumlah yang ramai. Kemudian beliau melewati lorong yang sempit, tiba-tiba di di depannya ada anjing yang mau lewat, lalu anjing itu ketakutan karena melihat jumlah manusia yang sangat ramai. Abu Ishaq al-Syirazi kemudian mengisyaratkan kepada muridnya untuk putar balik mencari jalan lain. Beliau berkata kepada muridnya, bahwa anjing juga punya hak untuk melewati jalan ini. 😭

وهكذا أخلاق ورثة النبوة، وهكذا يجب أن تكون، إملؤوا الدنيا بالرحمة،

“Beginilah Akhlak para pewaris Nabi. Seperti inilah yang semestinya kita lakukan. Penuhilah dunia dengan kasih sayang.”

Muhammad Iqbal Jalil

.

Leave a comment