Kalah Pemilu karena Menjelekkan Lawan


Di Pemilu Presiden Filipina 2022, di antara 5 calonnya, ada dua kubu yang saling bertarung sengit dengan melakukan kampanye yang kurang sehat. Dan di Pilpres ini, ada peristiwa menarik yg bisa dijadikan pelajaran untuk kita semua.

Ada Kubu Bongbong Marcos, anak mantan diktator Ferdinand Marcos. Karena anak diktator, Bongbong punya masalah image di sini. Untuk itu, dia akhirnya berkampanye di medsos dengan cara bikin narasi memutar balikkan sejarah kediktatoran bapaknya. Tujuannya untuk membersihkan imagenya. Banyak tulisan kampanye di medsos yang menarasikan keberhasilan era Marcos. Rakyat dibuat seakan lupa dengan zaman rezim Ferdinand Marcos yang kejam dan penuh korupsi.

Kedua, ada kubu Leni Lobredo. Mantan wapres yang backgroundnya aktivis HAM. Leni ini calon pemimpin yang pintar dan peduli. Untuk melawan kubu Bongbong, dia mengkampanyekan bahwa kubu Bongbong adalah kubu jahat dan kubu Lina adalah kubu baik. Udah gitu, di berbagai media, kubu Lina juga suka mengumbar aib-aib keluarga Marcos secara vulgar.

Dan hasilnya, kubu Bongbong Marcos yang akhirnya menang Pemilu Presiden dengan 31 juta suara. Ini mengejutkan dunia. Bagaimana bisa rakyat Filipina lupa dengan masa kelam rezim Ferdinand Marcos, bapaknya Bongbong? Kok bisa anak diktator dipilih jadi presiden? Apa gak khawatir dipimpin diktator lagi?

Ternyata jawaban para pendukung Bongbong, bahwa mereka aslinya suka Lina Lobredo dan tidak lupa kekejaman Ferdinand Marcos, bapaknya Bongbong. Tapi mereka kehilangan simpati ke Lina justru karena si Lina selalu melakukan black campaign berupa mengumbar aib orang secara vulgar. Jadinya eneg orang Filipina sama Lina yang dinilai tukang nyebar aib orang.

Ini menarik untuk jadi pelajaran, bahwa bagaimana efek ghibah itu justru mencelakai diri. Dan secara alam bawah sadar, ternyata orang lebih senang dipimpin diktator daripada dipimpin tukang ghibah yang memang bikin eneg.

Kanjeng Nabi Muhammad SAW juga menegaskan

الغيبة أشد من الزنى

“Ghibah itu lebih buruk daripada zina”

Karena seburuk-buruknya zina, para pelaku tentunya pasti malu bila diketahui orang. Dia merasa punya aib dan dosa. Makanya dibelain nutup-nutupi fakta dan memutar balikkan sejarah.

Sedangkan pelaku ghibah itu biasanya melakukannya dengan rasa bangga dan tidak merasa berdosa. Malah diglorifikasi bahan ghibahnya demi tujuan terbunuhnya karakter yang dighibahi. Dia gak ngaku udah bikin dosa.

Ini anehnya pelaku ghibah, bikin dosa kok malah bangga dan dipamerkan. Dampak bahayanya pun gak cukup satu RT. Bahkan bisa satu negara. Rakyat Filipina pun kini terancam masuk jurang kediktatoran lagi gara2 tukang ghibah.

Mugi manfaat.

AyoNyarkub #ArbainFiUshuliddin #ImamGhozali

Leave a comment