“Maafkan aku, mi”


Karena pertimbangan umur si kecil Salma yang baru 2,5 bulan, Idul Fitri tahun ini dirayakan di perantauan Sudah menjadi kebiasaan dalam menyambut hari yang sangat membahagiakan itu bagi setiap keluarga menyiapkan berbagai perlengkapan. Tidak seperti biasanya saya harus menemani istri belanja. Berhubung istri sibuk menunggu si kecil akhirnya saya ajukan usul untk belanja sendiri .
“Udahlah abi yang belanja, Ummi di rumah aja, lagian abi sering tidak sabar harus berlama-lama nunggu ummi belanja.”

Satu persatu kebutuhan kucatat di secarik kertas : kue,sabun, pasta gigi, teh, susu formula dan tak ketinggalan kebutuhan wajib menjelang hari raya idul fitri yaitu toples yaahh …maklumlah namanya juga rumah tangga muda, jadi barang yang satu ini terbilang baru buat kami.

Langsung saja tanpa ba-bi-bu aku masuk ke swalayan yang terlengkap di kota ini,demi menghemat waktu kubawa semua barang belanjaan kecuali toples..hanya tinggal barang satu itu yang belum kubawa.

Sesampainya di rak barang bernama toples, aku melihat-lihat samplenya, di bawahnya ada beberapa stok barang yang disediakan,aku memilih yang masih berkardus dengan pertimbangan lebih bersih karena tidak kena debu,

Semua barang kubawa ke kasir dan kubayar. Sesampainya di rumah dengan bangganya aku berkata pada ummi
“Assalamu’alaikum, ternyata Abi bisa belanja lebih cepat to ketimbang umi, kan pake strategi.

Ummi hanya tersenyum saja karena perhatiannya tertuju pada pada si kecil Salma yang baru rewel Setelah itu ummi mengecek barang belanjaan satu persatu sampai suatu ketika ummi berkata
Bi, Kok toplesnya kayak begini ??”

Aku hampiri si ummi dan melihat toples yang baru kubeli ternyata sudah tidak utuh lagi alias rusak, kayaknya abis jatuh dari tumpukan barang..

“Ya udahlah, mumpung belum terlambat mendingan barangnya ditukar dengan yang bagus,kata Ummi berusaha menenangkan abi

Dengan bergegas aku mengemasi kembali toples itu dan kumasukkan ke dalam kardus tak lupa kubawa nota pembelian sebagai bukti. Aku tidak memperdulikan lagi rintik rintik hujan di sepanjang perjalanan, yang ada dalam benakku hanyalah bagaimana mendapatkan toples yang tidak rusak. Didepan swalayan aku langsung mengadukan complain ke front office , setelah itu aku disuruh langsung ke bagian kasir ,ternyata tidak berhenti sampai disitu aku di estafet lagi ke managernya langsung, disanapun aku harus main argumentasi karena pihak swalayan menyalahkanku karena tidak teliti membeli barang. Alhamdulillah akhirnya aku bisa bernafas lega karena mereka bersedia menggantinya dengan beberapa alasan, Pertama, karena itu sudah menjadi hak konsumen mendapatkan barang yang bagus. Kedua, itu kesalahan mereka karena masih memajang barang yang sudah rusak dan Ketiga mereka memaklumi kesalahan itu karena yang belanja seorang pria sehingga kurang teliti.

Dalam perjalanan pulang aku baru menyadari pentingnya sebuah ketelitian, seandainya aku tidak terburu-buru mungkin nggak usah bolak-balik ke swalayan, dan waktu yang kuhabiskan untuk complain bisa dimanfaatkan untuk yang lain. Aku jadi merasa bersalah pada umi karena sering tidak sabar kalau Ummi memilih barang ini..itu..ini..itu¦afwan ya mi ¦

===========================================================
Kisah akh Musni H..semoga tetap langgeng pernikahannya, dan selalu dimudahkan urusannya.

One thought on ““Maafkan aku, mi”

Leave a comment