𝐍𝐀𝐒𝐈𝐇𝐀𝐓 𝐀𝐃𝐀𝐋𝐀𝐇 𝐓𝐀𝐍𝐃𝐀 𝐂𝐈𝐍𝐓𝐀 𝐘𝐀𝐍𝐆 𝐒𝐄𝐒𝐔𝐍𝐆𝐆𝐔𝐇𝐍𝐘𝐀


𝐍𝐀𝐒𝐈𝐇𝐀𝐓 𝐀𝐃𝐀𝐋𝐀𝐇 𝐓𝐀𝐍𝐃𝐀 𝐂𝐈𝐍𝐓𝐀 𝐘𝐀𝐍𝐆 𝐒𝐄𝐒𝐔𝐍𝐆𝐆𝐔𝐇𝐍𝐘𝐀

Hari ini, entah kenapa, sejak pagi tadi rasanya seperti nggak semangat dan merasa nggak produktif. Pikiran bercabang kemana-mana, dan hati kok rasanya seperti galau macam orang patah hati saja. Desain spanduk dan backdrop untuk agenda Seminar Nasional Ahad besok yang seharusnya selesai didesain dalam beberapa jam, eh kok dari bakda Subuh sampai waktu Jumatan baru selesai. Mana saya ketua panitianya lagi.

Rasa-rasanya, ide desain tiba-tiba kabur gara-gara pikiran kayak ngelag, dan akhirnya tangan hanya pegang mouse sambil melototin laptop, sambil sesekali lihat smartphone dan balas chat. Desain akhirnya benar-benar rampung menjelang Jumatan setelah saya minta istri duduk disamping sambil lihat saya desain dan kasih saran untuk desainnya. Biasanya kalau dilihat istri, merasa nggak fokus dan bikin lama proses desainnya.

Akhirnya, karena cuaca hati sepertinya lagi nggak baik-baik saja dan butuh refreshing berduaan bersama istri, pagi tadi saya putuskan untuk minta ditemani istri hingga sore, dan berharap bisa ikut kajian bareng juga yang diisi paman istri. Kebetulan di rumah lagi ada adik yang nemanin anak-anak.

Alhamdulillah, setelah Jumatan langsung ke percetakan bareng untuk nyetak spanduk dan backdrop, kemudian ke lokasi acara untuk survei tempat dan persiapan perlengkapan bersama teman-teman panitia. Dan jadwal ngisi TPQ sore tadi untuk sementara izin dulu. Ternyata, sesampai di lokasi ada kendala, sehingga ditunda ke besok pagi. Akhirnya balik lagi ke percetakan setelah salat Asar untuk ambil backdrop, dan juga langsung meluncur ke kajian.

Lah, kok curhat sih? 😁 Ok, ini sebenarnya bukan inti tulisannya, sekadar mukadimah saja, karena intinya adalah setelah ini.

Sore ini, dalam kondisi hati sepertinya lagi nggak semangat, saya benar-benar dapat banyak faedah berharga dari paman kami, Al-Ustadz Dr. Nurul Mukhlisin, Lc., M.Ag. ℎ̱𝑎𝑓𝑖𝑧ℎ𝑎ℎ𝑢𝑙𝑙𝑎̂ℎ. Temanya memang seputar Ramadhan, tapi ada banyak poin-poin lain yang saya dapatkan. Beliau juga banyak membumbui kajian ini dengan pengalaman-pengalaman unik yang berhubungan dengan tema Ramadhan ketika beliau masih kuliah S1 di Universitas Islam Madinah, kemudian ketika jadi pembimbing haji, dan bagaimana beliau berdakwah di kampungnya. Intinya, kajian beliau kali ini benar-benar berkesan di hati, karena untuk pertama kalinya saya mendengar kajian beliau berdua dengan istri tanpa ada anak-anak. Dan memang sejak nikah tahun 2015 saya belum pernah ikut kajian beliau berduaan bersama istri.

Setelah kajian, saya dan istri minta foto bareng, eh tiba-tiba kok saya jadi ingat banyak hal setelah foto bersama. Ingat tentang betapa beliau sangat dekat dan sayang dengan istri, dan sepertinya beliau keponakan yang paling disayanginya. Saya juga ingat, pas anak-anak masih kecil, kalau istri pingin pulang kampung beliau yang antarkan pakai mobilnya. Bahkan, ketika nikah dulu, beliau adalah walinya.

Dan tiba-tiba, saya juga ingat dengan nasihat-nasihat beliau yang dulu-dulu yang tiba-tiba masuk di WhatsApp. Dan biasanya saya paling takut untuk buka chat kalau tiba-tiba beliau ngechat, karena pasti isinya sangat penting dan krusial, sekaligus bikin gimana gitu. Maklum, keinget pas kuliah di Ma’had, ketika Mustawa Rabi’ beliau mengajarkan kitab Al-Ushul min ‘Ilmil Ushul karya Syaikh Al-‘Utsaimin 𝑟𝑎ℎ̱𝑖𝑚𝑎ℎ𝑢𝑙𝑙𝑎̂ℎ, dan saya kalau nggak salah nilainya nggak bagus di mata kuliah yang beliau ajarkan. 😁

Seingat saya, karena chatnya sudah terhapus, nasihat paling berat -dan rasanya bikin saya sangat malu sekali sebagai suami- yang pernah saya terima sepertinya ketika beliau pernah mengawali chat dengan perkataan ini, “Kenapa kamu bikin Mirna nangis lagi?”

Dan nasihat agak tegas tapi ada poin yang bikin saya senyum sendiri karena sepertinya beliau salah paham ketika mendengar curhatan istri, adalah ketika beliau membuat chat panjang sekali dan di antara poinnya beliau mengatakan, “Kalau kamu pingin poligami, saya adalah orang pertama yang mendukungmu, tapi saat ini kamu belum layak.”

Lah, langsung kaget dong saya. Mana didetailkan lagi alasan-alasan nggak layaknya. Padahal ketika itu, dan memang sejak awal nikah hingga kini, nggak pernah ada keinginan untuk poligami, karena sangat sadar diri memang belum layak. Ketika itu saya ingin membalas, dan ingin bilang yang sebenarnya terjadi, “Ana nggak ada niat poligami Ustadz, cuma ada yang pernah minta tolong dan ngajak aja, makanya konflik dengan istri. Adapun ana sendiri, permintaan orang tersebut ana tolak dan abaikan.”

Pada akhirnya, itu hanya sekadar suara hati yang tak tersampaikan, karena perasaan nggak enakan dan segan. Sekaligus tak ingin memperkeruh suasana yang sudah sangat keruh.

Tapi akhirnya saya sadar, bahwa sekeras apapun nasihat seseorang ke kita atas sebuah kesalahan yang telah kita lakukan, itu artinya ia sangat peduli, dan sangat cinta. Karenanya, saya pun berkesimpulan bahwa nasihat adalah tanda cinta yang sesungguhnya.

Jadi, siapa pun yang pernah menasihatimu dan mengkritik kesalahanmu, maka bersyukurlah! Walaupun terkadang ia membuatmu terasa seperti orang yang sangat hina. Bukankah kebanyakan obat itu pahit rasanya? Tapi ternyata ia bisa menyehatkan atas izin-Nya. Demikianlah hakikatnya nasihat, ia adalah tanda bahwa seseorang sangat mencintaimu karena-Nya.


𝐃𝐢𝐭𝐮𝐥𝐢𝐬 𝐨𝐥𝐞𝐡: 𝐴𝑙-𝐹𝑎𝑞𝑖̂𝑟𝑢 𝑖𝑙𝑎̂ 𝑅𝑎𝑏𝑏𝑖ℎ𝑖, Abu Maryam Setiawan As-Sasaki (أبو مريم ستياوان السسكي)
Selesai ditulis pada hari Jumat, 20 Sya’ban 1445 H/ 01 Maret 2024, pukul 22.04 WITA, bertempat di Dusun Apitaik, Desa Guntur Macan, Kec. Gunungsari, Kab. Lombok Barat, NTB.


𝐅𝐚𝐜𝐞𝐛𝐨𝐨𝐤: Setiawan As-Sasaki (https://m.facebook.com/setiawan.assasaki)
𝐓𝐰𝐢𝐭𝐭𝐞𝐫: @SasakiSetiawan2 https://mobile.twitter.com/SasakiSetiawan2
𝐈𝐧𝐬𝐭𝐚𝐠𝐫𝐚𝐦: @setiawanassasaki (https://www.instagram.com/setiawanassasaki/)
𝐁𝐥𝐨𝐠: setiawanassasaki.wordpress.com
𝐖𝐚𝐭𝐭𝐩𝐚𝐝: https://www.wattpad.com/user/SetiawanAsSasaki
𝐘𝐨𝐮𝐓𝐮𝐛𝐞: Setiawan As-Sasaki TV https://youtube.com/channel/UCBeE-BTmSqM0bUxKZSy13ug
𝐓𝐞𝐥𝐞𝐠𝐫𝐚𝐦: Setiawan As-Sasaki https://t.me/setiawanassasaki91

Leave a comment