Kenapa orang awam tidak boleh mendebat kiyai?”


Kenapa orang awam tidak boleh mendebat kiyai?”

“Kok beragama ribet sekali sih?”

Beragama tidak ribet, anda saja yang selama ini salah kaprah. Mari perhatikan dua poin berikut ini:

1. Kewajiban awam dalam agama itu tidak rumit. Cukup pelajari ilmu fardhu ‘ain dan mengamalkannya. Dan pastikan setiap sisi kehidupan anda, terikat dengan aturan syariat.

Tidak susah kan?

Orang awam tidak dituntut (fardhu ‘ain) untuk belajar nahwu, ushul fiqih, ushul tafsir, ushul Hadits, perbandingan madzhab, dll. Biarkan itu menjadi tugas para ustadz dan calon ustadz.

2. Kok awam tidak boleh mendebat dan mengkritik ustadz atau kiyai? Berarti Islam ini feodal, elitis dan tidak egalitir dong?

Eh tong, perlu dipahami, yang tidak boleh debat dan kritik itu, pada persoalan keilmuan, bukan pada semua perkara.

Kalau anda melihat seorang guru agama, mencium seorang gadis di ruang publik, yang dipastikan bukan istri dan bukan mahramnya, anda tegur saja langsung si guru agama tersebut, mau dia dikenal di masyarakat sebagai ustadz, kiyai, ajengan, tuan guru, habib, dll., karena yang dilakukannya itu perkara munkar, tanpa ada khilaf.

Namun kalau bicara persoalan keilmuan, anda yang awam memang tidak punya hak untuk mendebat atau mengkritik. Untuk berkata “setuju” saja, anda tidak memiliki hak. Ini bukan soal feodal atau elitis. Ini soal kapasitas keilmuan dan keahlian.

Tidak mungkin kan, saat misalnya para dokter spesialis jantung sedang diskusi tentang satu jenis penyakit jantung yang langka, anda yang bahkan tidak pernah masuk pintu gerbang fakultas kedokteran, tiba-tiba ikut nimbrung diskusi, dan membantah hasil analisis dari para dokter tersebut?

Kalau ada yang bilang dia boleh mendebat para dokter spesialis tersebut dalam analisis penyakit, berarti akalnya telah hilang.

✓M4N

Leave a comment