Kesalahan Dana Lembaga Ziswaf


Hasil berguru soal pengelolaan dana titipan publik. Beberapa kesalahan sepele tapi penting:

  1. MENYEBABKAN ORANG MERASA TERTAGIH. Beberapa orang atas nama lembaga donasi mengirimi chat secara broadcast ke banyak nomor, dengan bahasa “menagih” persis orang nagih arisan dan nagih utang. Ini membuat orang tidak nyaman.
  2. TIDAK ADA TRANSPARANSI. Dana yang telah diamanahkan tidak dilaporkan secara berkala, baik melalui laporan rinci, laporan kegiatan, berita/postingan realisasi kegiatan,
    maupun laporan singkat melalui flyer. Padahal ini penting. Untuk memperlihatkan kepada penitip dana bahwa amanah telah tersalurkan kepada pihak yang tepat dan membutuhkan. Catatan: donatur enggan menitipkan dana lagi lantaran tidak adanya kejelasan pelaporan kemana dana disalurkan. Hal lain, pelaporan dana ini juga menghindarkan fitnah bagi pengelola.
  3. TAMBAL BUTUH. Datang saat butuh, tapi lupa setelah kebutuhan terpenuhi. Jangan sampai ketika ada kegiatan/acara, ngotot mengumpulkan donasi bahkan door to door, namun setelah acara selesai nggak ada LPJ maupun ucapan terima kasih kepada pihak donatur. Walaupun hanya selembar kertas, atau sapaan matursuwun melalui chat.
  4. Manajemen DEBT COLECTOR. Petugas “pengumpul dana” persis penarik pajak bahkan debt collector. Mencegat orang di tempatnya bekerja, atau di rumahnya, menyodorkan kertas buluk untuk mencatat donasinya, selesai. Tak ada kwitansi. Tak ada tanda terima. Bahkan, tak ada laporan untuk apa dana tersebut telah digunakan.
  5. TIDAK ADA FEEDBACK. Ketika donatur mengalami musibah, tidak ada kepedulian dari lembaga yang selama ini dibantu. Baik sekadar kepedulian sapaan, doa, maupun dalam bentuk lain. Bantuan, misalnya.
  6. MISMANAJEMEN. Dana masuk, tapi dicampur antara zakat dengan sedekah. Padahal penerima zakat harus saklek (8 Asnaf), kalau sedekah bisa bebas.
  7. PROGRAM JANGKA PENDEK. Dana yang terkumpul hanya dipakai untuk kebutuhan “santunan” yang sifatnya konsumtif, bukan kebutuhan jangka panjang, seperti permodalan maupun aset yang bisa dimanfaatkan penerima. Padahal andaikan dibelikan aset yang bisa dimanfaatkan pada aspek kemanfaatan jangka panjang, niscaya lebih bermanfaat.
  8. TIADA KONTROLING DAN EVALUASI. Dana yang telah disalurkan, tidak dievaluasi, apakah berdampak jangka panjang atau tidak. Seringkali dana yang diberikan kepada yang membutuhkan malah dipakai untuk hal-hal sekunder. Solusinya, tanya kebutuhan calon penerima, selesaikan. Misalnya, punya tanggungan utang di “bank titil” atau tunggakan biaya sekolah anak, lunasi. Jangan sampai malah dibelikan hape atau hal sekunder lain.

Beberapa lembaga nirlaba ambruk, atau banyak orang enggan menyalurkannya ke lembaga yang seideologis dan sevisi lantaran TRANSPARANSI, MANAJEMEN, dan ETIKA yang tidak tepat.

Leave a comment