ISSUE SENTRAL DAN ISSUE FAKTUAL DALAM DA’WAH



Gerakan lain ada yang mengusung kembali issue issue lama, issue yang ada di jaman para ulama dahulu seperti mu’tazhilah, jahmiyah, asy’ariyah, qodariyah, jabbariyah, qur’an adalah makhluq dll. Tidaklah salah karena ini perlu sebagai wacana, tetapi issue ini susah dipahami oleh masyarakat karena beda zaman yang terlalu jauh. Bahkan mungkin tidak dipahami oleh para pengusungnya sendiri. Mereka tidak paham bahwa paham asy’ariyah telah measuk ke dalam seluruh sendi kehidupan masyarakat Islam, bahkan ke dalam pemahaman yang mereka usung sendiri. Oleh karena itu issue ini tidak boleh mendominasi, karena menjadikan gap yang amat besar antara gerakan Islam dan masyarakatnya.

Akhirnya, saya menasihatkan kepada diri saya… agar tidak pernah melepaskan da’wah dari 2 issue yang harus digabungkan sedemikian rupa sehingga kejayaan Islam akan terwujud kembali.

Assalamu alaikum.

Dalam banyak hal, da’wah tidak boleh terlepas dari dua hal penting yaitu dua issue yang selalu melandasi latar belakang sebuah sikap da’wah. Kalau kita merujuk da’wah para nabi, kita bisa melihat ayat-ayat berikut ini :

Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata: “Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya.” Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat) (Al –A’raaf : 59)

Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka Shaleh. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang bukti yang nyata kepadamu dari Tuhammu. Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu, maka biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apapun, (yang karenanya) kamu akan ditimpa siksaan yang pedih.” (Al –A’raaf : 73)

Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Madyan saudara mereka, Syu’aib. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman.” (Al –A’raaf : 85)


Dan kepada kaum ‘Ad (Kami utus) saudara mereka, Huud. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Kamu hanyalah mengada-adakan saja. (Huud :50)

Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya[726], karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya).”(Huud : 61)
Ibrahim berkata: Maka mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikitpun dan tidak (pula) memberi mudharat kepada kamu?”(Al-Anbiya : 21)

Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah.” Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).”(Ali Imran : 64)

Dan masih banyak ayat-ayat yang senada dengan itu.

Dari ayat-ayat diatas, maka dengan mudah kita simpulkan bahwa tugas besar para nabi adalah mengajak manusia dari penyembahan kepada selain Allah menuju kepada penyembahan kepada Allah saja. Misi besar itu adalah “Laa ilaaha illallah”, mentauhidkan Allah. Tidak ada keraguan sedikitpun akan kesimpulan ini, baik dari ulama terdahulu maupun ulama kontemporer. Inilah yang saya sebut dari issue sentral da’wah, issue yang harus senantiasa menggelora dan digelorakan.

Akan tetapi, disamping issue besar tersebut para nabi selalu berusaha menyelesaikan issue factual yang terjadi pada kaum dimana mereka diutus dengan memanfaatkan kemampuan yang diberikan Allah kepada mereka.

Nabi Sulaiman AS memanfaatkan kekayaan dan kepandaiannya untuk kepentingan da’wahnya. Issue factual da’wah kepada Ratu Bilqis adalah masalah kebesaran, keagungan dan kekuatan sebuah kerajaan. Maka beliau menunjukkan hal tersebut dihadapan Ratu Bilqis sehingga kebesaran, keagungan dan kekuatan sebuah kerajaan Sulaiman berada pada puncaknya, bahkan pada hal yang diluar kemampuan Ratu Bilqis berpikir. Maka terjadilah keimanan yang manis :

Dikatakan kepadanya: “Masuklah ke dalam istana.” Maka tatkala dia melihat lantai istana itu, dikiranya kolam air yang besar, dan disingkapkannya kedua betisnya. Berkatalah Sulaiman: “Sesungguhnya ia adalah istana licin terbuat dari kaca.” Berkatalah Balqis: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam.” (An-Naml : 44)
Saya sendiri menangkap kesan, kata ma’a sulaiman (bersama sulaiman) adalah permintaan halus dari seorang wanita kepada Sulaiman untuk menikahi dirinya (hanya kesan, bukan tafsir).

Nabi Luth AS merespon permasalahan homoseksual kaumnya dengan menyuguhkan anak-anaknya untuk dikawini , agar kaumnya tidak mengganggu tamunya (malaikat dg wujud laki-laki yang sangat tampan) :

Dan datanglah kepadanya kaumnya dengan bergegas-gegas. Dan sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang keji . Luth berkata: “Hai kaumku, inilah puteri-puteriku, mereka lebih suci bagimu, maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan (nama)ku terhadap tamuku ini. Tidak adakah di antaramu seorang yang berakal?”

Nabi Nuh dengan perahu raksasanya dan seterusnya.


Jika kita tilik sirah Rasulullah dan para sahabat, kita akan menemukan bahwa mereka sangat peduli dengan issue factual yang terjadi di tengah kaumnya.

Adalah Abdullah bin Ubay yang secara hukum telah melakukan penghianatan, apalagi dalam kondisi perang. Dan para sahabat sudah mengajukan dirinya untuk membunuhnya, bahkan Abdullah bin Abdullah bin Ubay, anak sang durjana memaksa Rasulullah untuk diijinkan membunuh bapaknya sendiri dengan alas an khawatir jika yang m
embunuh bapaknya adalah orang lain, maka akan muncul dendam dihatinya, kemudian dia membunuh orang yang membunuh ayahnya karena begitu sayangnya dia kepada ayahnya. Tetapi Rasulullah membiarkan Abdullah bin Ubay tetap berada di sekitar beliau tanpa gangguan, agar tidak ada cerita bahwa “Muhammad membunuh sahabatnya”.

Amru bin al Ash, ketika menjadi gubernur Mesir membangun gedung yang “wah” serta berpakaian yang indah-indah beserta para pejabatnya karena merespon pandangan kaum Kristen disekitarnya (yang kebetulan berbatasan dengan wilayah romawi). Orang-orang Kristen itu memandang kesuksesan dari ukuran kemewahan yang dipertontonkan. Amru bin al Ash ingin agar dipandangan mereka, orang-orang Islam adalah orang-orang yang sukses, untuk kemudian mereka dengan senang hati memeluk Islam.


Ulama terdahulupun demikian, mereka selalu merespon issue factual disamping tetap memegang teguh issue sentral da’wah ini.

Imam Ahmad merespon issue Al-qur’an adalah makhluq dengan menolak pernyataan tersebut. Karena beliau paham bahwa tujuan dari perkataan itu adalah makhluq bias salah, oleh karena itu Al qur’an bias salah. Penolakan itu menghantarkan beliau ke penjara.

Ibnu taimiyah juga merespon paham-paham sesat yang melingkupi da’wah beliau.
Demikianlah, para nabi, salafush shalih selalu berda’wah tanpa meninggalkan issu sentral dan issu factual.



Kini, kitapun dihadapkan pada dua issue ini. Gerakan da’wah yang benar adalah gerakan yang tidak meninggalkan sama sekali kedua issue tersebut. Pada kenyataannya, masyarakat kelas bawah dalam status social maupun pemikiran, di segala zaman, kurang bias merespon issue sentral itu secara langsung…butuh penjelasan dengan cara yang lebih factual. Oleh karena itu, Rasulullah ketika Fathu Makkah memunculkan issue bahwa “siapa yang masuk masjidil haram, berarti dia aman”, “siapa yang masuk rumah Abu sufyan, berarti dia aman”… maka dari situ mendapatkan barand image bahwa Islam bukan agama pendendam, meskipun mereka pernah melakukan kejahatan kepada Rasulullah dan para sahabat. Sehingga mereka berbondong bonding masuk Islam. Tentu dengan pemahaman yang tidak langsung 100% islami. Bahkan diawal2 kemenangan perang berikutnya, para mu’allaf ini mendapatkan harta rampasan perang lebih banyak. Jadi strategi harta, perut dan kenyamanan… masih sangat diperlukan bagi da’wah kepada orang-orang dengan keimanan yang masih lemah.

Ada saja gerakan da’wah yang bermain di wacana tingkat tinggi saja tanpa mau merendah dan membumi….sebut saja wacana khilafah, wacana tegakkan syariah Islam. Saya tidak mengatakan salah, tetapi ketika tidak dilengkapi dengan issue2 faktual, maka Islam akan menjadi makhluk asing bagi sebagian besar masyarakat. Karena secara umum mereka berada pada status social dan pendidikan yang rendah.

Issue tentang korupsi, issue tentang good government, pengadilan bersih, persenjataaan canggih bagi TNI dll seharusnya juga direspon oleh gerakan Islam. Karena disamping issue ini adalah issue factual, issue ini adalah bagian yang tidak dipisahkan dg issu syariah Islam, khilafah. Bagaimana mungkin ada sebuah khilafah tanpa persenjataan canggih, pemerintahannya sangat amburadul, korupsi dimana-mana. Tentu issue ini lebih mengena bagi masyarakat kita.

Gerakan lain ada yang mengusung kembali issue issue lama, issue yang ada di jaman para ulama dahulu seperti mu’tazhilah, jahmiyah, asy’ariyah, qodariyah, jabbariyah, qur’an adalah makhluq dll. Tidaklah salah karena ini perlu sebagai wacana, tetapi issue ini susah dipahami oleh masyarakat karena beda zaman yang terlalu jauh. Bahkan mungkin tidak dipahami oleh para pengusungnya sendiri. Mereka tidak paham bahwa paham asy’ariyah telah measuk ke dalam seluruh sendi kehidupan masyarakat Islam, bahkan ke dalam pemahaman yang mereka usung sendiri. Oleh karena itu issue ini tidak boleh mendominasi, karena menjadikan gap yang amat besar antara gerakan Islam dan masyarakatnya.

Akhirnya, saya menasihatkan kepada diri saya… agar tidak pernah melepaskan da’wah dari 2 issue yang harus digabungkan sedemikian rupa sehingga kejayaan Islam akan terwujud kembali.

Wassalamu alaikum.

Ustadz Andy Harsono di Sebuah Forum Diskusi..


Mujitrisno Musik

Leave a comment