Memiliki Ketrampilan Praktis Kerumahtangaan


Trit sebelumnya :
Suami Ideal 1: Disayangi Isteri, Bukan Ditakuti

Suami Ideal 2 : Menundukkan Ego untuk Keharmonisan Keluarga

Suami Ideal 3 :Selalu Membahagiakan Isteri
Suami Ideal 4 :Fokus Melihat Sisi Kebaikan Isteri

Suami Ideal 5 : Mengenali Perubahan dan Perkembangan Isteri

Suami Ideal 6 :Mendekat Kepada Isteri, Bukan Menjauhi

Memiliki Ketrampilan Praktis Kerumahtangaan

Oleh : Cahyadi Takariawan

“Mengapa rumah kita berantakan seperti ini ? Persis kapal pecah”, ungkap seorang suami setelah sampai di rumah menyaksikan kondisi rumah yang berantakan dan tidak rapi. “Mengapa engkau tidak merapikan barang-barang ini ? Mengapa mainan anak-anak berceceran dimana-mana dan tidak engkau kembalikan ke tempatnya?” keluhnya kepada isteri.

“Engkau tahu tanganku hanya dua. Seharian sudah aku gunakan mengerjakan berbagai urusan kerumahtanggaan, sejak memasak, mencuci, menjemur pakaian, menyeterika, memandikan anak, menyuapi anak, mengantar si bungsu ke sekolah. Betapa lelah aku mengerjakan itu semuanya, dan rumah belum sempat aku rapikan”, jawab isteri.

Dialog itu menandakan adanya penumpukan beban urusan kerumahtanggaan di pundak isteri. Suami hanya mengerti beres, tidak mau tahu tentang urusan teknis dan praktis yang selalu muncul setiap hari di rumah. Ia berpendapat, itu semua tugas dan tanggung jawab isteri untuk mengerjakannya. Suami tidak memiliki peran melaksanakan kegiatan praktis dan teknis kerumahtanggaan. Benarkah pemahaman dan kondisi seperti itu ?

Pada tulisan terdahulu tentang karakter suami ideal, saya telah menyampaikan karakter yang pertama hingga karakter keenam. Pada tulisan ini saya ingin menambahkan karakter suami ideal berikutnya.

Ketujuh, suami ideal memiliki ketrampilan praktis kerumahtanggaan. Suami bukan hanya bekerja mencari nafkah untuk menghidupi anak dan isteri, sehingga setelah di rumah merasa menjadi manusia bebas yang tidak memiliki tugas dan tanggung jawab apapun untuk dikerjakan. Sesampai di rumah langsung istirahat, bersantai atau tidur karena merasa sudah lelah dalam menjalankan kewajiban mencari nafkah.

Di rumah, suami minta dilayani. Minta disediakan masakan yang enak, dibuatkan teh panas, dipijit oleh isteri dan tidak diganggu oleh anak-anak. Sementara isteri harus mengurus seluruh kegiatan praktis kerumahtanggaan, mengurus anak-anak dan melayani semua keinginan suami. Belum lagi urusan dan interaksi dengan tetangga yang juga harus dilakukannya.

Benarkah semua pekerjaan praktis kerumahtanggaan menjadi peran isteri ? Secara kultur, dengan sangat mudah kita menemukan kebiasaan di tengah masyarakat, bahwa pekerjaan “domestik” seperti memasak, mencuci pakaian, membersihkan rumah, membersihkan halaman, merawat peralatan rumah tangga adalah peran isteri. Sedangkan suami lebih dominan beraktivitas di luar rumah, sehingga relatif tidak mengetahui urusan praktis kerumahtanggaan.

Pembagian Peran Kerumahtanggaan

Pertama kali yang harus didudukkan dengan tepat adalah bagaimana suami dan isteri membagi peran dalam kehidupan rumah tangga. Pada prinsipnya, pembagian peran antara suami dan isteri harus dilakukan dengan adil, tidak boleh menzalimi siapapun, dan tentu saja sebagai insan beriman, harus menyesuaikan dengan ketentuan agama.

Jika kita lihat pada sejumlah teks keagamaan, akan kita dapatkan contoh di zaman Kenabian yang memberikan petunjuk betapa pekerjaan praktis kerumahtanggaan biasa dilakukan oleh suami maupun isteri, tanpa ada pemilahan yang ekstrem atau kaku. Seseorang pernah bertanya bertanya kepada Aisyah, isteri Sang Nabi. “Apakah yang dikerjakan Nabi saw di rumah?” Aisyah menjawab, “Beliau biasa dalam tugas sehari-hari keluarganya –yakni melayani keluarganya— maka apabila telah datang waktu shalat, beliau keluar untuk menunaikan shalat” (Riwayat Bukhari).

Aisyah juga pernah ditanya, “Apakah yang dikerjakan Nabi di rumah?” Aisyah menjawab, “Beliau adalah seorang manusia biasa, membersihkan pakaiannya, memerah susu kambingnya dan melayani dirinya” (Riwayat Ahmad). Demikianlah Sang Nabi mulia, beliau memberikan contoh keteladanan dalam mengerjakan kegiatan kerumahtanggaan.

Nabi saw memberikan contoh melayani keluarganya, membersihkan pakaian, memerah susu kambing, melayani keperluan dirinya, sebagaimana disebutkan oleh Aisyah. Maka apakah para suami layak senantiasa meminta pelayanan penuh dari isteri dalam rumah tangga, sementara Nabi saw justru mencontohkan melayani isteri dan keluarganya?

Kita juga bisa melihat kehidupan anak dan menantu Sang Nabi, Ali dan Fatimah. Ali berkata, “Demi Allah, aku selalu menimba air dari sumur sehingga dadaku terasa sakit”. Fatimah menjawab, “Dan aku, demi Allah, memutar penggiling hingga kedua tanganku melepuh” (Riwayat Ahmad).

Pernyataan Ali dan Fatimah di atas menunjukkan, kedua belah pihak saling bekerja sama menyelesaikan pekerjaan kerumahtanggaan. Mereka berdua berbagi peran dengan harmonis untuk menyelesaikan pekerjaan praktis di rumah. Ali menimba air dari sumur yang amat dalam, sedangkan Fatimah memutar penggiling untuk menumbuk gandum. Keduanya adalah jenis pekerjaan “berat” yang memerlukan tenaga.

Kehidupan orang-orang mulia jaman dahulu, telah memberikan petunjuk bahwa tidak ada doktrin agama yang menyatakan bahwa pekerjaan domestik itu sepenuhnya menjadi tugas isteri. Justru kita mendapatkan pernyataan yang lebih jelas dari Imam An-Nawawi, bahwa “membuat roti, memasak, mencuci pakaian dan lain-lain, semua itu merupakan sumbangan dan kebaikan wanita kepada suaminya, interaksi yang bagus, pergaulan yang mulia, yang tidak wajib sama sekali atasnya, bahkan seandainya ia tidak mau melaksanakannya maka ia tidak berdosa”.

Oleh karena itu sangat penting untuk berbagi peran praktis kerumahtanggaan, agar semua urusan bisa terselesaikan dengan baik, dan tidak ada satu pihak yang merasa terbebani atau terzalimi oleh pasangannya. Suami dan iste
ri duduk bersama, membuat daftar pekerjaan kerumahtanggaan yang harus diselesaikan setiap hari, dan membuat kesepakatan pada setiap item pekerjaan tersebut siapa yang bertanggung jawab.

Lakukan musyawarah di rumah untuk membagi peran antara suami, isteri, anak-anak, dan pembantu (jika memiliki pembantu rumah tangga). Lebih khusus lagi yang harus disepakati adalah peran suami dan isteri di dalam rumah, agar tidak menimbulkan perasaan ketidakadilan. Bagilah peran secara berkeadilan, melalui proses musyawarah yang penuh suasana kasih sayang, bukan pemaksaan kehendak atau intimidasi. Semua untuk menjaga cinta dan kasih sayang dalam kehidupan keluarga.

Contoh Pembagian Peran

Sebagai contoh, berikut ini daftar pekerjaan yang harus diambil oleh salah satu dari suami dan isteri, atau diambil bersamaan oleh suami dan isteri, agar kegiatan kerumahtanggaan berjalan normal. Jika suami dan isteri tidak mengerjakan sendiri beberapa jenis kegiatan kerumahtanggaan, mereka bisa memberikan tanggung jawabnya kepada anak, dan sebagian yang lainnya kepada pembantu rumah tangga. Namun jika dalam keluarga tidak memiliki pembantu rumah tangga, maka harus bisa diselesaikan oleh suami, isteri dan anak-anak.

Jenis Pekerjaan
1 Menemani anak belajar di rumah
2 Mengantar dan menjemput anak sekolah
3 Menemani anak bermain
4 Memandikan bayi
5 Mencuci dan menjemur pakaian
6 Menyeterika pakaian
7 Memasak nasi dan lauk
8 Menyiapkan makanan di meja makan
9 Membersihkan rumah
10 Menyapu halaman
11 Menyiram tanaman
12 Mencuci piring dan gelas kotor
13 Membuang sampah
14 Mencuci motor / mobil
15 Merapikan kamar tidur
16 Membersihkan dapur
Pelaksana : Suami / Isteri/ Anak / Pembantu

Tentu saja anda bisa menambah daftar jenis pekerjaan di atas secara lebih rinci dan detail, agar semua terselesaikan dengan baik, serta ada penanggung jawab yang jelas. Setelah melakukan musyawarah dalam keluarga, buatlah notulensi hasil musyawarah untuk menjadi catatan pengingat tentang pembagian peran tersebut. Notulensi ini menjadi dokumen bahwa anda telah berusaha membagai peran secara berkeadilan. Tidak ada format baku dalam hal yang bercorak teknis dan praktis seperti, yang paling penting adalah kesepakatan.

Para suami perlu memiliki ketrampilan praktis dalam melaksanakan kegiatan kerumahtanggaan, meskipun ia memiliki kemampuan untuk membayar pelayan atau pembantu rumah tangga. Para suami bisa membersihkan rumah, menata perlengkapan sehingga rapi, dan membagi tugas bersama isteri dalam menyelesaikan urusan memasak, mencuci, menyeterika, mengurus keperluan anak, dan lain sebagainya, sesuai dengan kesepakatan pembagian peran yang telah dibuat bersama isteri.

Intinya, Jangan Ada Yang Terbebani

Pembagian peran dalam penunaian kegiatan praktis kerumahtanggaan tersebut perlu dilakukan supaya tidak ada satu pihakpun dari suami dan isteri yang merasa terbebani sendirian oleh urusan praktis kerumahtanggaan. Misalnya semua urusan kerumahtanggaan diserahkan sepenuhnya kepada isteri, dan suami hanya tahu beres.
Maka suami menjadi marah tatkala di rumah melihat ada barang yang berantakan dan belum dirapikan oleh isteri.

Jika tidak memiliki kesepakatan tentang pembagian peran, maka suami mudah melemparkan kesalahan kepada isteri saat melihat kamar tidur berantakan, dapur kotor dan belum dirapikan, ruang keluarga penuh mainan anak bertebaran dimana-mana. Namun jika sudah memiliki pembagian peran yang jelas, akan tampak peran siapakah yang tidak berjalan. Inilah gunanya pembagian peran antara suami dan isteri dalam penunaian kegiatan praktis kerumahtanggaan.

Demikianlah karakter suami ideal ketujuh. Semoga masih ada bahan untuk meneruskan ke karakter suami ideal kedelapan.

Walau hujan, cuaca bersih. Cukup sekian dan terimakasih.

Leave a comment