Hadis Yang Sulit Anda Dengar Di Majelis Taymiyun/Wahabi (Bagian 4)


Hadis Yang Sulit Anda Dengar Di Majelis Taymiyun/Wahabi (Bagian 4)

Kita lanjut membahas hadis yang kemungkinan kecil anda dengar dari majelis Wahabi. Ohya, sepertinya kata “Majelis” ini perlu diperhatikan dengan seksama sebab ada yang membantah saya dengan mengutip kajian Syaikh al-Albani di kitabnya, padahal beda jauh antara isi kitab dan penjelasan yang disampaikan di majelis. Hadis berikut ini yang saya bahas sebenarnya cukup populer maknanya, tapi saya tidak pernah mendengar kalangan wahabi mempopulerkannya melalui majelis-majelis mereka atau media mereka.

  1. Allah di depan orang shalat

فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ يُصَلِّي، فَإِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى قِبَلَ وَجْهِهِ، فَلَا يَبْصُقَنَّ قِبَلَ وَجْهِهِ، وَلَا عَنْ يَمِينِهِ، وَلْيَبْصُقْ عَنْ يَسَارِهِ، تَحْتَ رِجْلِهِ الْيُسْرَى. (رواه مسلم)

“Maka apabila salah seorang dari kalian berdiri dalam shalat, maka sesungguhnya ALLAH tabaraka wa ta’ala ADA DI DEPAN WAJAHNYA. maka janganlah dia meludah ke arah depannya atau arah kanannya. Tapi meludahlah ke arah kirinya di bawah kaki kirinya”. (HR. Muslim)

Hadis ini menyatakan bahwa ALLAH BERADA DI DEPAN ORANG SHALAT. Keberadaan ini jelas tidak dapat begitu saja ditakwil dengan keberadaan ilmu Allah sebab ilmu Allah meliputi segala sesuatu. Andai yang dimaksud adalah keberadaan ilmu-Nya, maka tak ada gunanya Nabi Muhammad melarang orang yang shalat meludah ke depan saja sebab baik depan, belakang, kanan, kiri bahkan bawah pun ada ilmu Allah.

Syaikh Ibnu Hajar al-Asqalani, Sang Imamul Muhadditsin dan ulama salaf yang sejati, menukil Syaikh Ibnu Abdil Barr yang mengatakan:

فتح الباري لابن حجر (1/ 508)
وَقَدْ نَزَعَ بِهِ بَعْضُ الْمُعْتَزِلَةِ الْقَائِلِينَ بِأَنَّ اللَّهَ فِي كُلِّ مَكَانٍ وَهُوَ جَهْلٌ وَاضِحٌ لِأَنَّ فِي الْحَدِيثِ أَنَّهُ يَبْزُقُ تَحْتَ قَدَمِهِ وَفِيهِ نَقْضُ مَا أَصَّلُوهُ
“Sebagian Muktazilah yang meyakini bahwa Allah berada di mana-mana menolak hadis itu. Itu adalah kebodohan yang nyata karena di hadis itu disebutkan bahwa ia harus meludah ke arah bawah kakinya, di dalam hal ini ada penolakan kaidah mereka (sebab bawah kaki juga masuk dalam kategori di mana-mana). “

Kemudian Ibnu Hajar menulis:

وَفِيهِ الرَّدُّ عَلَى مَنْ زَعَمَ أَنَّهُ عَلَى الْعَرْشِ بِذَاتِهِ وَمهما تُؤُوِّلَ بِهِ هَذَا جَازَ أَنْ يُتَأَوَّلَ بِهِ ذَاكَ وَاللَّهُ أَعْلَمُ
“Dalam hadis itu juga ada penolakan terhadap orang YANG MENYANGKA BAHWA DZAT ALLAH BERADA DI ATAS ARASY (bertempat secara fisik). Kalau hadis ini boleh ditakwil dengan hadis yang berbicara tentang di atas arasy, maka hadis tentang di atas arasy juga boleh ditakwil dengan hadis ini. Wallahu a’lam”.

Penjelasan Imam para Ahli Hadis di atas sangat mencerahkan. Seluruh hadis shahih adalah setara. Tak ada yang superior di atas yang lain. Kalau hadis yang satu digugurkan makna zahirnya sebab mempertahankan makna zahir hadis lain yang berbicara tentang bab yang sama, maka itu tindakan tak berdasar wahyu atau kaidah manapun. Paling-paling hanya berdasar kecenderungan pribadi yang mengarah pada ta’thil (seperti yang terjadi pada Muktazilah yang beraliran Jahmiyah) atau mengarah pada tajsim (seperti yang terjadi pada kaum Mujassimah). Ahlussunnah wal Jama’ah berada di antara kedua golongan itu.

Bersambung…

Leave a comment