Dimana Allah Sebelum Ada Arsy Langit dan Bumi


Alam adalah semua yang wujud selain Allah. Jadi, wujud hanya ada dua: Allah (pencipta) dan alam (ciptaan). Dengan kata lain, Allah adalah khalik (pencipta), sedangkan alam adalah makhluk (yang tercipta).

Imam Bukhari dalam Shahihnya meriwayatkan sabda Rasulullah SAW:

كَانَ اللَّهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ غَيْرُهُ

“Dulu hanya ada Allah dan tidak ada sesuatu pun selain-Nya.”

Berdasarkan hadis ini, para ulama Ahlussunnah meyakini bahwa selain Allah adalah makhluk alias baru diadakan (diciptakan) setelah sebelumnya tiada.

Apa saja selain Allah?

Semuanya termasuk waktu dan tempat. Artinya, semua selain Allah adalah makhluk yang baru diciptakan setelah sebelumnya tak ada.

Lalu di mana Allah sebelum menciptakan makhluk-Nya?

Dalam kitab “Al Asma was Shifat” karya Imam Baihaqi disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya:

: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيْنَ كَانَ رَبُّنَا قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ؟

“Wahai Rasulullah, di manakah tuhan kita sebelum menciptakan langit dan bumi?” lalu beliau menjawab:

«كَانَ فِي عَمَى. فَمَا فَوْقَهُ وَلَا تَحْتَهُ هَوَاءٌ. ثُمَّ خَلَقَ الْعَرْشَ عَلَى الْمَاءِ»

“Dulu Dia berada dalam Ama. Di atasnya tidak ada udara. Di bawahnya juga tidak ada udara. Kemudian Dia menciptakan Arsy (singgasana) di atas air.”

Apa itu Ama?

Imam Baihaqi menjelaskan makna “Ama” adalah sesuatu yang tidak eksis. Beliau berkata:

أَيْ: لَيْسَ فَوْقَ الْعَمَى الَّذِي لَا شَيْءَ مَوْجُودٌ هَوَاءٌ، وَلَا تَحْتَهُ هَوَاءٌ، لِأَنَّ ذَلِكَ إِذَا كَانَ غَيْرَ شَيْءٍ فَلَيْسَ يَثْبُتُ لَهُ هَوَاءٌ بِوَجْهٍ، وَاللَّهُ أَعْلَمُ.

“Artinya, tidak ada udara di atas Ama yang tidak eksis. Tak ada pula udara di bawahnya. Sebab, kalau Ama adalah bukan sesuatu yang eksis, maka tidak akan pernah ada udara sama sekali padanya.” (Al Asma was Sifat, 2/235)

Ringkasnya, benar-benar hanya ada Allah saja, tak ada apapun selain-Nya. Jadi, dulu sebelum ada alam ini hanya ada Allah saja, tidak ada yang lain, termasuk udara, ruang, tempat dan sebagainya.

Berdasarkan dalil ini dan juga dalil-dalil lain, para ulama Ahlussunnah sepakat meyakini bahwa Allah bukanlah jism (materi). Sebab, kalau Allah adalah materi, maka berarti Allah juga memiliki sifat-sifat materi yang menempati ruang dan terikat waktu. Maha Suci Allah.

Karena Allah bukan materi, maka sifat-sifat Allah juga berbeda dengan sifat-sifat materi.

Allah SWT berfirman:

(لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ)

“Tak ada sesuatu pun yang menyerupai-Nya. Dialah yang Maha Mendengar dan Maha Melihat.” [Surat Ash-Shura 11]

Setelah menciptakan langit dan bumi, barulah Allah beristiwa atas Arasy:

(إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ ۖ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ)

“Sesungguhnya Tuhan kalian adalah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari kemudian beristiwa atas Arasy. Dia mengatur semua urusan.” [Surat Yunus 3]

Apa arti “istiwa atas Arasy”? Banyak, tapi semuanya hanya cocok untuk makhluk. Yang paling cocok untuk Allah hanyalah “mengatasi” (علا). Artinya, Allah mengatasi Arasy layaknya atasan terhadap bawahannya.

Lalu mengapa hanya disebut Arasy saja, bukan yang lain?

Sebab, Arasy adalah makhluk Allah yang paling besar, lebih besar daripada langit dan bumi.

Jadi, ketinggian Allah bersifat maknawi, bukan bersifat fisik atau materi. Sebab Allah bukan materi yang berfisik, maka tidak berlaku bagi Allah segala hukum fisika yang kita kenal selama ini. Maha Suci Allah dari segala kekurangan.

Jika sudah demikian, maka segala macam problem yang muncul tentang keberadaan Allah akan terurai dan terselesaikan dengan mudah. Contoh, problem tentang “turunnya Allah” pada sepertiga malam terakhir setiap malam, problem tentang “dekatnya Allah” dengan hamba-Nya ketika ia sedang sujud, dan lain-lain.

Wallahu a’lam.

Leave a comment