Lima Pesan dari Allah


Lima Pesan dari Allah

Ustadz Hilmi Aminuddin

Oleh: KH. Hilmi Aminuddin

وَٱبْتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلْءَاخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَآ أَحْسَنَ ٱللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ ٱلْفَسَادَ فِى ٱلْأَرْضِ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْمُفْسِدِينَ

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Q.S. Al-Qashash: 77)

Secara khusus, latar belakang ayat ini ditujukan kepada Qarun di zaman Fir’aun. Tapi secara umum ayat ini ditujukan kepada siapapun yang telah banyak menerima nikmat Allah. Telah banyak menerima anugerah Allah. Agar kita merasakan bahwa apa yang kita miliki, apa yang kita nikmati, apa yang kita kuasai seluruhnya adalah datang dari Allah SWT. Ini penting diingatkan agar kita tidak takabur, tidak lupa diri. Tidak menyimpang dari jalan yang sudah ditentukan oleh Allah SWT dan tidak menyimpang dari tekad awal perjuangan kita.

وَٱبْتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلْءَاخِرَةَ

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, (kebahagiaan) negeri akhirat,”

Agar seluruh yang diberikan oleh Allah itu dipakai sebagai bekal ibadah. Dengan mengaharapkan ridha Allah semata. Dengan mengharapkan jazaul akhirah (ganjaran akhirat). Bukan mengharapkan balasan-balasan dunia. Walaupun Allah SWT mengetahui fitrah manusia yang tidak mungkin dilepaskan dari kepentingan dunianya. Maka pesan berikutnya dalam ayat ini,

وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنْيَا

“…dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi…”

Dalam menggunakan seluruh nikmat, seluruh potensi yang diberikan oleh Allah SWT untuk memperjuangkan cita-cita kita jangan lupa juga bagian kita di dunia ini. Kalimatnya, “Jangan Lupa”, artinya jangan dijadikan orientasi hidup. Orientasi hidup kita ridha Allah, tapi jangan lupa bagian kita di dunia, karena dia diperlukan sebagai alat dan bekal perjuangan hidup. Sikap kita kepada apa yang kita terima di dunia ini; apakah kekayaan, apakah ilmu, apakah kekuasaan, itu semuanya sekadar “Jangan Lupa.” Karena diperlukan bagi bekal perjuangan.

Kemudian pesan yang ketiga,

وَأَحْسِن كَمَآ أَحْسَنَ ٱللَّهُ إِلَيْكَ

“…dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu..”

Kita semua telah menerima banyak kebajikan dari Allah SWT sejak ibu kita mengandung kita. Kita menerima segala kebaikan dari Allah SWT. Begitu lahir ke dunia, kita pun menerima lebih banyak lagi kebajikan dan kebaikan dari Allah SWT. Ketika kita tumbuh besar, bahkan dewasa, kemudian berjuang di tengah-tengah kehidupan bangsa ini, di tengah-tengah kehidupan kemanusiaan ini, kita pun banyak menerima kebaikan-kebaikan dari Allah SWT.

Atas kebaikan yang demikian banyak melimpah yang diberikan kepada kita itu, sudah tentu Allah tidak menuntut balasan. Wa ahsin, dan berbuat bajiklah kepada sesama. Sesama komponen bangsa, sesama umat manusia. Semua kita harus menjadi manusia-manusia yang produktif melahirkan banyak kebajikan yang melahirkan kebajikan-kebajikan. Agar bangsa ini kembali menjadi bangsa yang produktif melahirkan kebajikan, bukan saja untuk dinikmati oleh bangsa ini. Bahkan sebagai negeri yang mayoritas umat Islam, selayaknya bangsa ini menjadi bangsa yang surplus kebajikan. Sehingga kita bisa menyebarkan rahmatan lil ‘alamin bagi umat ini.

Kita harus memicu dan memacu bangsa ini agar menjadi bangsa yang produktif banyak menghasilkan kebajikan. Sebab bangsa yang tidak aktif melakukan kebajikan-kebajikan, nantinya, naudzubillah, menjadi bangsa yang defisit kebajikan. Yang kerjanya mengkonsumsi kebaikan-kebaikan orang, bantuan-bantuan orang, menikmati hasil usaha orang. Bahkan kadang-kadang akhirnya membelenggu kita. Ini akibat dari defisit kebajikan. Defisit kebajikan politik, defisit kebajikan ekonomi, defisit kebajikan social budaya, defisit kebajikan seni budaya, defisit kebajikan social dan defisit kebajikan di segala sector. Termasuk defisit kebajikan dalam pertahanan dan ketahanan. Ini membuat bangsa kita dilecehkan oleh bangsa-bangsa lain. Masalahnya kita kurang produktif melakukan kebajikan-kebajikan.

Kita diminta untuk semakin produktif melakukan kebajikan-kebajikan sebagaimana kita sudah demikian banyak menerima kebaikan dari Allah SWT.

Ÿوَلَا تَبْغِ ٱلْفَسَادَ فِى ٱلْأَرْضِ

“..dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.”

Ini pesan yang keempat dari ayat ini. Jangan sekali-kali kalian menghendaki atau melakukan langkah-langkah yang merusak di bumi ini. Apalagi di bumi Indonesia yang sama-sama kita cintai ini. Jangan selalu ada kebijakan-kebijakan yang melahirkan kerusakan-kerusakan. Baik kerusakan dalam bentuk hal-hal yang memprovokasi, menimbulkan perpecahan bangsa ini, atau kerusakan lingkungan hidup dari bumi tercinta ini. Atau kerusakam moral bangsa. Atau aneka ragam kerusakan yang masih kita alami sekarang ini.

Justeru kita hadir untuk mengentaskan bangsa ini dari kerusakan. Maka jangan sekali-kali hadir, melahirkan kebijakan-kebijakan yang merusak di tengah-tengah bangsa ini, bahkan di tengah-tengah kemanusiaan ini.

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْمُفْسِدِينَ

“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

Ini pesan terakhir pada ayat ini. Allah menjelaskan sikapnya. Bahwa sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang merusak, mufsidin, yang selalu merusak. Merusak tanah air, merusak negara lain, merusak dunia, merusak lingkungan hidup, merusak ekosistem, bahkan merusak tatanan universal. Yang bisa saja ditimbulkan oleh salah urus di bumi, akhirnya berefek pada planet lain, merusak ozon, meningkatkan pemanasan bumi, dan lain sebagainya. Menimbulkan banyak bencana alam.

Ini semua akibat di dunia ini masih ada kekuatan-kekuatan yang mendominasi yang justeru menimbulkan kerusakan-kerusakan di muka bumi. Dan hal ini Allah tidak suka. Bahkan Allah benci kepadanya. Dan yang dibenci Allah pasti tidak akan dapat pertolongan Allah. Yang dibenci Allah, cepat atau lambat, di dunia ini akan mendapatkan hukuman Allah. Tidak perlu dibalas oleh manusia, tapi Allah pasti akan menghancurkannya.

Allah menginginkan kerukunan pergaulan antar umat manusia. Allah menginginkan kebersamaan antar umat manusia. Allah menginginkan kerja sama antar umat manusia. Begitu muncul salah satu Negara atau salah satu komponen dari bangsa ini yang menginginkan kerusakan, Allah berjanji, mereka pasti akan dihancurkan.

Oleh karena itu, dalam langkah-langkah kebersamaan kita sebagai bagian dari bangsa ini, bagian integral dari bangsa ini, insya Allah kita selalu mengevaluasi, selalu melakukan intropeksi-intropeksi, agar jangan sampai langkah-langkah kita menimbulkan kerusakan yang otomatis terancam oleh murka Allah SWT. Ini yang harus kita perhatikan. Inilah yang harus kita jaga. [ ]

Leave a comment