Bekerja dan Berpenghasilan Qadirun ‘alal Kasbi


Qadirun ‘alal Kasbi , Qadir artinya mampu sedangkan ‘alal kasbi artinya melakukan kasab. sehingga dapat diartikan bahwa Qadirun ‘alal Kasbi adalah kemampuan dalam melakukan kasab. Kasab memiliki pengertian, usaha mendapatkan uang , yakni usaha yang boleh dilakukan (halal) dan usaha yang tidak boleh dilakukan (haram).

Setiap muslim mempunyai urgensi mengenai Qadirun ‘alal kasbi  untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, yang sesuai ditunjukan kepada kita sebagai hamba Allah dan Khalifah Allah. Sesungguhnya menjadi’abdun adalah keniscayaan yang bernilai mutlak bagi manusia . Sehingga apapun yang kita lakukan didunia sesuai dengan apa yang kita lakukan sebagai hamba nya. Yang sudah tercantum dalam ayat berikut ini didalam surat Adz-dzariyaat ayat 56 yang artinya “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu”.

Maka jika kita menyalahi aturan Allah maka kita tidak mengikuti tuntunan sebagai ‘abdun (hamba Allah). Lantas, bagaimana tugas kita sebagai khalifah dibumi, Maka ustadz Syatori menjawab Hendaknya kita meniscayakan sebagai khalifah Allah dibumi. Kata khalifah artinya sebagai pengganti Allah dibumi. Sehingga apapun yang kita lakukan dibumi itu hanya sebagai perwakilan Allah saja.

Seperti yang tercantum dalam ayat berikut ini

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Yang artinya : Dan ingatlah tuhan mu berfirman kepada para malaikat; “Sesungguhnya aku ingin menjadikan serang khalifah dimuka bumi”. Lalu mereka berkata; “Mengapa engkau menjadikan khalifah dimuka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dan mensucikan engkau”. Lalu Allah berfirman “sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”  (Al- Baqarah ayat 30)

Perintah Kewajiban Bekerja

A.    Dalil–dalil tentang kewajiban bekerja dan berusaha

Perintah bekerja telah Allah wajibkan semenjak nabi yang pertama, Adam Alaihi Salam sampai nabi yang terakhir, Muhammmad SAW . Perintah ini tetap berlaku kepada semua orang tanpa membeda-bedakan pangkat, status dan jabatan seseorang. Berikut ini akan di nukilkan beberapa dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah tentang kewajiban bekerja.

A.    Dalil dari Al-Qur’an

¨    “Kami telah membuat waktu siang untuk mengusahakan kehidupan (bekerja).”(QS. Naba’ : 11)

¨    “Kami telah menjadikan untukmu semua didalam bumi itu sebagai lapangan mengusahakan kehidupan (bekerja) ; Tetapi sedikit sekali diantaramu yang bersyukur.”(QS. A’raf : 10)

¨    “ Apabila telah ditunaikan sholat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung.”(QS. Al-Jum’ah : 10)

¨    “ Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagimu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al-Mulk : 15)

¨    “ … dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah (bekerja); dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah….”(QS. Al-Muzzammil : 20)

Islam akan membukakan pintu kerja bagi setiap muslim agar ia dapat memilih pekerjaan yang sesuai dengan minatnya dan kemampuannnya. Namun demikian masih banyak orang yang ennggan untuk bekerja dan berusaha dengan alasan bertawakal kepada Allah SWT serta menunggu-nunggu rizki dari langit. Mereka telah salah memahami ajaran Islam. Pasrah pada Allah tidak berarti meninggalkan amal berupa bekerja.  Seperti yang pernah rasul katakan : Semaikanlah benih, kemudian mohonkanlah buah dari Rabbmu.”

Allah memang telah berjanji akan memberikan rizki kepada semua makhluq-Nya. Akan tetapi janji ini tidak dengan “cek kosong”, seseorang akan mendapatkan rizki kalau ia mau berusaha, berjalan dan bertebaran di penjuru-penjuru bumi. Karena Allah menciptakan bumi dan seisinya untuk kemakmuran manusia. Siapa yang mau berusaha dan bekerja ialah yang akan mendapat rizki dan rahmat dari Allah.

B.    Dalil dari Al-Hadits

Rasulullah bersabda, :

¨     “ Pekerjaan terbaik adalah usahanya seseorang dengan tangannya sendiri dan semua jual-beli itu baik.” (HR. Ahmad, Baihaqi dll)

¨    “ sebaik-baik pekerjaan ialah usahanya seseorang pekerja apabila ia berbuat sebaik-baiknya (propesional).” (HR. Ahmad)

¨    “ Sesungguhnya apabila seseorang diantara kamu semua itu mengambil tambangnya kemudian mencari kayu bakar dan diletakkan diatas punggungnya, hal itu adalah lebih baik dari pada ia mendatangi seseorang yang telah dikarunai oleh Allah dari keutamaan-Nya, kemudian meminta-minta dari kawannya, adakalanya diberi dan ada kalanya ditolak.” (HR. Bukhari dan Muslim).

¨    “…kalau ada seeorang keluar dari rumahnya untuk bekerja guna membiaya anaknya yang masih kecil, maka ia telah berusaha Fisabilillah. Jikalau ia bekerja untuk dirirnya sendiri agar tidak sampai meminta-minta pada orang lain, itupun Fisabilillah. Tetapi apabila ia bekerja untuk pamer atau untuk bermegah-megahan, maka itulah Fisabili Syaithan atau karena mengikutu jalan Syaithan.” (HR. Thabrani)

¨    “ sesungguhnya Allah itu telah menjadikan rizkiku terletak dibawah tombakku.” (HR. Ahmad)

¨    “ Burung berangkat pagi hari dengan perut kosong dan kembali sore hari dengan perut penuh makanan.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

¨    “Keadaan yang paling aku senangi setelah berjihad di jalan Allah adalah maut datang menjemputku ketika aku sedang mencari karunia Allah (bekerja).” (HR. Sa’id bin Manshur dalam sunannya)

¨    “Tidak seorang Rasul pun diutus Allah kecuali ia bekerja sebagai penggembala domba. Para sahabat bertanya, “bagaimana dengan dirimu, wahai Rasulullah ? Beliau menjawab, “ Ya, saya dulu menggembala domba di lapangan untuk penduduk Makkah.”(HR. Bukgarai).

Dengan teramat jelas dan gamblang betapa Allah dan Rasul-Nya memerintahkan seseorang untuk bekerja. Bekerja adalah sebuah ibadah yang disejajarkan dengan amalan fisabilillah, bekerja bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarga tapi ia sebagai manesfesto penghambaan dan ketaatan seseorang kepada Allah dan Rasul-Nya.

Rasulillah sebagai seorang tauladan selalau memberikan motivasi kepada semua sahabatnya untuk selalu giat dan tekun dalam bekerja, simak saja penuturan beliau berikut ini :

“ Pedagang yang lurus dan jujur kelak akan tinggal bersama para nabi, siddiqin, dan syuhada’,”(HR. Tirmidzi dan Al Hakim). Nasihat ini beliau peruntukkan untuk sahabatnya yang mempunyai pekerjaan sebgai pedagang (wirausahawan). Sedangkan untuk mereka yang bekerja sebagai petani dan tukang kebun, beliau bersabda :

“ Setiap muslim yang menanam satu tanaman atau menyemai satu semaian lalu (buahnya) dimakan oleh manusia atau binatang, maka ia itu dianggap telah bersedekah.” (HR. Bukhari0

C. Bekerja  adalah Ibadah dan Jihad

Bekerja adalah bagian dari ibadan dan jihad jika sang pekerja bersikap konsisten terhadap peraturan Allah, suci niatnya, dan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan diri, keluarga bahkan masyarakat dan negara. Dengan bekerja , masyarakat daoat melakukan tugas kekhalifahan, menjaga diri dari maksiat, dan meraih tujuan yang lebih besar.

¨    “…kalau ada seeorang keluar dari rumahnya untuk bekerja guna membiaya anaknya yang masih kecil, maka ia telah berusaha Fisabilillah. Jikalau ia bekerja untuk dirirnya sendiri agar tidak sampai meminta-minta pada orang lain, itupun Fisabilillah.Tetapi apabila ia bekerja untuk pamer atau untuk bermegah-megahan, maka itulah Fisabili Syaithan atau karena mengikutu jalan Syaithan.” (HR. Thabrani)

D.   Tujuan diwajibkannya bekerja 

Menurut Yusuf Qardhawi, tujuan diayariatkanya bekerja adalah :

1.     Untuk mencukupi kebutuhan hidup

Berdasarkan  syariat, seorang muslim diminta bekerja untuk mencapai beberapa tujuan. Yang pertama adalah untuk memenuhi kebutuhan pribadi dengan harta yang halal, mencegahnya dari kehinaan meminta-minta, dan menjaga tangannya agar tetap berada di atas. Dampak diwajibkannya bekerja bagi individu oleh Islam adalah dilarangnya meminta-minta, mengemis, dan mengharapkan belas kasih orang. Mengemis tidak dibenarkan kecuali dalam tiga kasus :

a.    Menderita kemiskinan yang melilit

b.    Memiliki utang yang menjerat

c.    Diyah murhiqah(menanggung beban melebihi kemampuan untuk menebus pembunuhan)

2.     Untuk kemaslahatan Keluarga

Bekerja diwajibkan demi terwujudnya keluarga yang sejahtera. Tanggung jawab seorang suami sebagai kepala keluarga adalah memberikan nafkah yang halal dan thayib bagi istri dan anak-anaknya. Kendatipun tugas utama mencari nafkah adalah suami, namun  tidak salahnya istri untuk membantu suami jika memang keadaan atau gaji suami dirasa belum cukup untuk memenuhi kebutuhan sebuiah rumah tangga. Dalam hadits diatas digambarkan bahwa seorang yang mencari nafkah untuk anaknya yang kecil itu sama dengan fisabilillah. 

3.     Untuk kemaslahatan Masyarakat

Walaupun seseorang tidak membutuhkan pekerjaan karena diri dan keluargannya telah terpenuhui, ia tetap wajib  bekerja untuk masyarakat sekitarnya. Karena masyarakat tidak sedikit telah memberikan sumbangan kepadanya, maka seyogyanya masyarakat memgambil darinya sebanyak apa yang diberikan kepadanya.

Suatu ketika ada seorang tua renta bernama Abu Darda sedang menanam pohon kenari. Saat itulah lewat seseorang dan bertanya kepadanya, “ Untuk apa kamu mnananm pohon itu ? Kamu sudah tua, sedangkan pohon itu tidak akan berbuah kecuali sesudah sekian tahun/” Abu darda menjawab,”alangkah senangnya hatiku bila mendapatkan pahala darinya, karena orang lain yang akan makan hasilnya.”. Inilah pemahaman seorang muslim tentang kehidupannya. Orang dari masa sebelumnya menananm benih lalu mereka memanfaatkannya, kemudian ia menanam agar generasi sesudahnya juga dapat memetik hasilnya. 

4.     Hidup untuk kehidupan dan untuk semua yang hidup

Lebih dari itu, seorang muslim tidak hanya bekerja demi mencapai manfaat komunitas manusia, tetapi ia wajib bekerja untuk kemanfaatan seluruh makhluq hidup, termasuk hewan. Nabi bersabda, “Pada setiap yang punya hati suatu pahala diperbuatnya[1]atau dalam hadits yang lain Nabi bersabda, “Siapakah dari kaum muslimin yang menanam tananam atau tumbuhan lalu dimakan oleh burung, manusia atau hewan, kecuali baginya sedekah,”.[2]

5.     Bekerja untuk Memakmurkan Bumi

Bekerja didalam Islam sangat diharapkan untuk memakmurkan bumi. Sedangkan memakmurkan bumi adalah bagian dari maqasidus syari’ah yang ditanam oleh islam, disinggung oleh Al-Qur’an, serta diperhatikan oleh para ulama. Menurut Imam Arraghib Al Asfahani, manusia diciptakan untuk tiga kepantingan [3]:

a.    Memakmurkan bumi, sebagaimana tertera di dalam Al-Qur’an :”Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya.”(QS. Hud : 61)

b.      Menyembah Allah“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat : 56)

c.      Khalifah Allah“Dan menjadikan kamu Khalifah di muka bumi, maka Allah akan melihat perbuatanmu.” (QS. Al-A’raf : 129)

6.     Bekerja untuk Kerja

Menurut Islam, pada hakekatnya setiap muslim diminta untuk bekerja meskipun hasil pekerjaanya belum dapat dimanfaatkan olehnya, oleh keluarganya, atau oleh masyarakatnya, juga meskipun tidak satupun dari makhluk Allah, termasuk hewan, dapat memanfaatkannya. Ia tetap wajib bekerja karena bekerja merupakan hak Allah dan salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah. Fondasi yang kokoh ini kita temukan pada hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Anas ; “Apabila hari kiamat telah datang dan pada tangan seseorang di antara kamu ada biji untuk ditanam, maka jika ia bisa mnananm, tanamlah sebelum kiamat.”.

Bekerja diminta dan dibutuhkan, walaupun hasil kerja itu tidak bisa dimanfaatkan oleh seorang pun. Ia adalah lambang pemberian seorang muslim bagi kehidupan ini walaupun ajal sudah di ambnag pintu. Tidak kita temukan dalam ajaran agama mana pun sanjungan terhadap pekerjaan yang lebih tinggi daripada agama kita.

E.    Bekerja Sesuai dengan Batas Kemampuan

Tidak jarang ada seseorang yang bekerja mencari nafkah untuk diri dan keluarganya secara berlebihan karena mengira bahwa itu sesuai dengan perintah agama, padahal kebiasaan seperti itu berakibat buruk pada kehidupan rumah tangga. Mereka telah menghalangi istri dari hak-haknya dan melalaikan  pendidikan anak-anaknya dari pola pendidikan Islam.

Sungguh, Allah telah menegaskan bahwa bekerja itu hendaknya sesuai dngan batas-batas kemampuan manusia, sebagaimana firman Allah : 

“Allah tidak membebani seseorang melaikan dengan kesanggupannya. Dia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakan dan dia mendapat siksa (dari kejahatan) yang di kerjakan…”(QS. Al-Baqarah : 286). 

Ayat ini menerangkan bahwa Allah tidak membebankan pekerjaan kepada para hambanya kecuali yang sesuai deng batas kemampuannya dan tuntutan kebutuhannya. Rasululah SAW juga bersabda menyangkut maslaah ini :

 “Janganlah kamu bebani mereka dengan apa-apa yang mereka tidak sanggup memikulnya. Dan apabila kamu membebani mereka, maka bantulah mereka.” (HR. Ibnu Majah)

F.     Melatih Anak Bekerja

Islam memperhatikan masalah petumbuhan anak dengan anjuran agar anak-anak dilatih bekerja pada usia dini. Islam melarang memanjakan anak seperti yang terjadi di negara-negara yang moralnya rusak. Allah berfirman : 

“… kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta, maka berikanlah harta-harta mereka kepadanya…”. (QS. An-Nisaa’ : 6). Ayat ini mengajarkan bahwa kita wajib menyerahkan harta anak yatim ketika mereka sudah pandai memelihara harta, sehingga mereka dapat bekerja sendiri.

Rasulullah SAW bersabda, : “Ajarilah anak-anakmu melempar dan naik kuda, tetapi melempar itu lebih aku sukai daripada naik kuda.” (HR. Nasa’I dan Tirmidzi). Hal senada juga Umar katakan kepada para sahabatnya,” Ajarilah mereka melempar dan berenang, dan latihlah mereka melompat di atas kuda.”.

Tidak diragukan lagi bahwa diberinya kesempatan kepada anak-anak untuk bekerja pada usia dini akan memberikan beberapa keistimewaan kepada anak tersebut, diantaranya anak akan terlatih untuk bekerja dan membantu orang tuannya. Hal itu diangap sebagai pelatihan dini bagi mereka untuk dapat melakukan pekerjaan sehinggaa menambah pengalaman dan dapat membantu membangun masyarakat islmi.

Bagian Kedua :

Mendahulukan Pekerjaan yang tidak Terikat

Sebagai seorang Da’I, tugas utama kita adalah menda’wahkan risalah Islam kepada orang lain. Tugas suci ini menuntut kita untuk selalu Standby melayani umat, memperhatikan kebutuhan dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Sehingga waktu kita akan kita sediakan setiap saat untuk melayani ummat. Ketika kita sudah menjadi public figuredi masyarakat,  maka sangat sulit bagi kita untuk tidak selalu berda ditengah-tengah mereka. Sehingga kalau waktu kita habis berada di lingkungan kantor yang selalu menjalankan rutinitas keseharian dan pekerjaan kita sangat terikat, maka kita akan jauh dengan masyarkat. Pagi hari kita berangkat dan sore hari kita baru pulang.

Banyak kasus yang terjadi pada saudara-saudara kita yang mempunyai pekrjaan terikat. Kalau dahulu mereka sangat mudah mengatur waktu untuk da’wah dan untuk mencari ilmu atau pergi ke masjid mendengarkan ta’lim, namun setelah pekerjaan menumpuk dan ia harus dibebani target dari perusahaan maka ia mulai mengalami kefuturan. Aktifitas da’wahnya mulai loyo, ibadahnya mulai tak bermakna dan pada akhirnya ia mulai jauh dengan masyarakat. 

Salah satu usaha untuk tetap menjaga keimanan adalah kita harus tetap berkumpul bersama-orang-orang yang sholeh, bagaimana mungkin kita berkumpul dengan mereka kalau pekerjaan kita sangat mengikat. Sehingga seorang da’I harus dapat memilih pekerjaan mana yang tidak menghambat da’wah dan keberadaanya di masyarakat dan lingkungan sahabatnya yang seiman tidak asing. 

Tidak berambisi menjadi pegawai negeri

Imam Syahid Hasan Al-Banna pernah mengatakan bahwa diantara kewajiban seorang Al-Akh adalah : “Janganlah engkau terlalu berharap untuk menjadi pegawai negeri, dan jadikanlah ia sesempit-sempitnya pintu rezeki.Namun jangan engkau tolak, jika diberipeluang untuk itu. Janganlah engkau melepaskannya, kecuali jika ia benar-benar bertentangan dengan tuga-tugas da’wahmu.”[4]

Ketika seorang muslim ingin memulai usaha yang baru hendaknya ia tidak memilih pegawai negeri menjadi skala prioritas yang pertama. Namun bila ada kesempatan kita juga tidak menolaknya, asalkan pekerjaan tersebut sesuai dengan hukum sara’ dan tidak menghambat da’wah. Bekerja bagi kita tidak hanya melulu mncari uang atau untuk menunjukkan staus sosial di masyarakat, tetapi ada bagian da’wah di dalamnya.  Kalau kita menjadi pegawai negeri tapi da’wah terhambat, maka seyogyanya kita meninggalkannya dengan mencari usaha lain yang lebih baik dan tidak menghambat da’wah.

Rasulullah SAW telah mengajarkan kepada kita tentang pekerjaan yang sangat mulia dan menghasilkan banyak uang yaitu dagang. Dengan berdagang seseorang diuji kejujurannya, kesabarannya mencari pembeli dan ketekunannya menjalankan roda perdagangan. Bukankah rizki itu 90 % di dapat dari hasil niaga dan sisanya dari yang lainnya.

Sejarah telah membuktikan bahwa semenjak zaman Nabi sampai saat ini, pekerjaan yang menjajikan adalah pekerjaan niaga. Lihat saja Saudagar kaya raya dari kota Makkah seperti Khodijah binti Khowailid, Utsman bin Afwan, Abdur-Rahman bin Auf dan sahabat-sahabat yang lain. Mereka semua sukses dalam bekerja karena menggeluti perdagangan. Yang menarik adalah walaupun mereka tergolong sukses berbisnis mereka tetap tidak melupakan da’wah. Harta yang mereka dapatkan tidak sertamerta digunakan hanya untuk ank, istri dan keluarganya saja, tetapi harta tersebut dikembalikan lagi kepada kepentingan da’wah. Sungguh sebuah contoh yang sangat baik bagi ita semua.

Menjaga Amanah, Disiplin serta Profesional dalam Bekerja

Seorang yang dapat menjaga amanah, disiplin dan profesional dalam bekerja akan memberikan kontribusi yang signifikan  terhadap da’wah. Karena da’wah tidak akan tegak kalau para penyerunya tidak mempunyai sifat amanah, disiplin dan profesional. Untuk itulah As-Syahid Hasan Al-Banna mengungkapkan hal ini dalam kewajiban Al-Akh pada no. 17 dan 18.[5]

1.  Menjaga Amanah

Allah telah mewajibkan amanah dalam Al-Quran : “ Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanatnya (yang dipikul dan janjinya).” (QS. Al-Mukmin : 8). Menjaga dan menepati amanah adalah kewajiban syariat. Terlebih lagi amanah yang diberikan adalah yang berhubungan dengan pekerjaan. Yang dimaksud dengan amanah adalah mengembalikan hak apa saja kepada pemliknya, tidak mengambil sesuatu melebihi haknya dan tidak megurangi hak orang lain, baik berupa harga maupun upah. “sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya….” (QS. An-Nisaa’ : 58).[6]

Orang yang tidak amanah dalam bekerja menurut Rasul tergolong kedalam orang yang munafik (dalam Hadits sahihaini)

b)    Profesionalisme dalam Kerja

Allah berfirman, “tiap-tiap orang berbuat menurut keadaanya (keahliannya) masing-masing. Maka Tuhanmu lebih mngetahui siapa yang lebih benar (profesional) jalannya.”(QS. Al-Isra’: 84). 

Sejarah Islam telah membuktikan bahwa sahabat-sahabat Rasulilah berhasil dalam berdakwah tidak lepas pula dari keberjasilannya dalam bekerja. 9 dari 10 dari generasi pertama adalah para saudagar kaya. Profesionalitas yang ditunjukan oleh para saudagar Islam telah menjadi bukti bahwa engan profesional kita akan sukses menggapai cita-cita yang kita inginkan.

c). Disiplin

Disipln adalah kata kunci ketiga dalam keberhasilan sebuah kerja. Tanpa kedisiplinan tidak mungkin sebuah pekerjaan akan seleai dengan baik justru jika tidak disiplin maka amanah yang kita jalannkan akan berhenti di tengah jalan. Kasus yang nyata adalah kurang disiplinnya sahabat saat perang Uhud, sehingga kekalahan justru melanda kaum muslimin. Padahal selama ini pasukan muslimin selelau menang dalam setiap pertempuran. Disiplin kaan membuat hidup seseorang bermakna dan berguna.


[1]HR. Muttafaqqun ‘alaih dari Abu Hurairah, Bukhari no. 5/31, 32, juga 10/366, 367, Muslim 2244, 2245.

[2]HR. Muttaffaqqun ‘alaih, Bukhari no. 2/5 dan Muslim no. 1552, 1553.

[3]Lihat Zariah ila Maharimis Syaria’ah, Darul Wafa’hal. 9

[4]Hasal Al-Banna, Risalah Ta’lim : Kewajiban no. 16.

[5]Ibid,  Kewajiban no. 17 dan 18. 

[6]Asbabun Nuzaul dari ayat ini adalah bahwa setelah Fathul Makkah Rasulullah SAW memanggil Utsman bin Thalhah untuk meminta kunci Ka’bah. Ketika Utsman datang mneghadap Nabi untuk menyerahkan kunci itu, berdirilah Abbas dan berkata: “Ya Rasulullah demi Allah, serahkan kunci itu kepadaku untuk saya rangkap jabatan tersebut dengan jabatan siqayah (Urusan pengairan). Utsman menarik kembali tangannya. Maka bersabdalah Rasulullah ; “Berikan kunci itu kepadaku wahai Utsman!” Utsman berkata: “Inilah dia, amanat dari Allah”. Maka berdirilah Rasulullah dan membuka Ka’bah kemudian keluar dan thawaf di Baitullah. Turunlah Jibril membawa perintah supaya kunci itu diserahkan kembali kepada Utsman. Rasululah melaksanakan perintah itu sambil membacakan ayat tersebut.(Diriwayatkan oleh Ibnu Mardueaih dari al-Kalbi dari Abi Shaleh yang bersumber dari Inbu Abbas)

Manfaat Membuka Usaha Sendiri, antara lain

1. Potensi Penghasilan Tak Terbatas


Manfaat Membuka Usaha Sendiri yang pertama adalah mengenai penghasilan. Berbicara soal penghasilan, pasti ini yang paling menarik perhatian banyak orang. Siapa sih yang tidak ingin mendapat penghasilan tinggi? Menariknya, membuka usaha berbeda dengan bekerja sebagai karyawan di perusahaan orang lain.

Kalau kita bekerja sebagai karyawan, gaji kita (mungkin ditambah tunjangan-tunjangan bila ada) di mana gaji dan tunjangan tersebut telah ditetapkan berdasarkan jabatan (atau masa kerja) oleh bos Anda atau pemilik perusahaan. 

Baca juga : Teratur dalam urusan (Munazhzhamun fi syuunihi)

Di sini Anda hanya bisa menerima saja keputusan tersebut, atau bila bos anda cukup baik dan prestasi anda cukup bagus, mungkin anda akan diperkenankan mengajukan kenaikan gaji.Tapi kembali lagi, disetujui atau tidaknya tergantung dari bos anda. 

Sebaliknya, bila kita membuka usaha sendiri, kita bisa mendapatkan penghasilan dalam jumlah besar bahkan tidak terbatas, tergantung dari kinerja dan pengelolaan usaha anda. Di sini anda bebas menetukan berapa yang akan anda dapatkan sebagai penghasilan, karena andalah bosnya.

2. Memaksimalkan Kemampuan
 

Manfaat Membuka Usaha Sendiri yang kedua adalah memaksimalkan kemampuan. Kemampuan yang dimaksud disini bisa berupa ide-ide kreatif anda, ataupun kemampuan yang lain seperti kemampuan menjual, bernegosiasi, dan lain sebagainya.

Dengan memiliki usaha sendiri maka anda memiliki kebebasan seluas-luasnya untuk berkreasi dengan ide-ide Anda, untuk bekerja tanpa adanya batasan-batasan yang mungkin akan sering anda temui jika kita menjadi karyawan. Nah, dengan demikian, maka semangat kerja anda akan berlipat ganda. Semangat kerja yang tinggi inilah yang sangat diharapkan dapat membuahkan hasil yang maksimal pula bagi usaha anda.

3. Bebas Mengatur Ritme Kerja
 

Manfaat Membuka Usaha Sendiri yang ketiga adalah bebas mengatur ritme kerja. Dengan menjadi karyawan, sebenarnya anda telah melakukan suatu transaksi dengan tempat anda bekerja yaitu transaksi jual beli. Anda menjual waktu dan kemampuan anda untuk digunakan oleh perusahaan dan anda mendapatkan gaji sebagai imbalannya.

Tidak bisa dikatakan ini buruk, tidak, karena ini merupakan suatu kelaziman di dunia kerja. Masalahnya, saya sering bertemu orang yang mengeluh bahwa dia sering tidak punya waktu untuk keluarganya karena seluruh waktunya tersita untuk pekerjaannya.

Apalagi bagi anda yang tinggal di kota besar seperti Jakarta dan Surabaya. Tuntutan pekerjaan anda bisa membuat anda menghabiskan waktu lebih dari separo waktu anda di luar rumah. Akan tetapi, kalau anda memulai usaha anda sendiri, anda bisa mengatur sendiri waktu kerja anda.

Bahkan bila usaha anda mengambil tempat di rumah anda, anda tidak perlu meninggalkan rumah. Saya punya teman penulis. Dia bekerja di depan komputer di ruang tengah rumahnya. Oleh karena jam-jam produktifnya adalah malam hari, dia menggunakan siang hari sebagai waktu untuk keluarga, mengantar akan ke sekolah, menemani istri berbelanja, dan aktivitas lainnya. Menarik bukan, anda bisa memilih sendiri ritme kerja seperti apa yang paling pas untuk anda.

Baca juga : Pandai menjaga waktu (Harishun Ala Waqtihi)

4. Sikap Mental yang Mandiri
 

Manfaat Membuka Usaha Sendiri yang keempat adalah sikap mental yang mandiri. Sebagai bos dalam usaha kita sendiri, kita akan dituntut untuk dapat bersikap mandiri dalam menjalankan usaha kita. Sikap mental yang kuat dan mandiri ini sering kali sangat dibutuhkan pada saat usaha kita sedang mengalami masalah berat. Pada situasi seperti itu, tidak ada siapapun yang dapat kita andalkan selain kita sendiri. Dari pengalaman berbagai pengusaha yang saya temui, saya menarik benang merahnya bahwa kemandirian dan sikap mental yang kuat dalam bisnis dan dalam kehidupan pribadi si pengusaha sangat berkorelasi dan saling mempengaruhi.

5. Kepuasan atas Keberhasilan


Manfaat Membuka Usaha Sendiri yang kelima adalah kepuasan atas keberhasilan. Salah satu alasan kuat yang mendorong seseorang membuka usaha adalah rasa puas jika telah berhasil menghasilkan sesuatu. Ini sekaligus membuktikan kepada orang banyak bahwa mereka berhasil dengan usaha yang dilakukan. Hal ini menimbulkan motivasi tersendiri bagi banyak pengusaha sukses lain untuk terus dan terus berusaha supaya bisa menjadi yang terbaik.

Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik. Keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari ALLAH SWT. Rezeki yang telah ALLAH sediakan harus diambil dan untuk mengambilnya diperlukan skill atau keterampilan.


Sumber: Pietra Sarosa, Kiat Praktis Membuka Usaha, Langkah Awal Menjadi Entrepreneur Sukses, Elexmedia komputindo, 2003

Leave a comment