Khutbah Idul Fitri: Tiga Ciri Sukses Ramadhan di Momen Lebaran


Normal
0

false
false
false

IN
X-NONE
X-NONE

/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:”Table Normal”;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-parent:””;
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:8.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:107%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:”Calibri”,”sans-serif”;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-language:EN-US;}

Khutbah Idul Fitri: Tiga Ciri Sukses Ramadhan
di Momen Lebaran
Khutbah I

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ،
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ
أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ
اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا
وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ
وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ، وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ
وَحْدَهُ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ
لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ
أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ وَفَّقَنَا ِلإِتْمَامِ
شَهْرِ رَمَضَانَ وَأَعَانَناَ عَلىَ الصِّيَامِ وَالْقِيَامِ وَجَعَلَنَا خَيْرَ
أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ للِنَّاسِ. نَحْمَدُهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَهِدَايَتِهِ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ
الْحَقُ الْمُبِيْنُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ خَاتَمُ
النَّبِيِّيْنَ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ
الدِّيْنَ، أَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ
بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ، وَأَحُسُّكُمْ عَلَى طَاعَتِهِ
لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ:
أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ شَهْرُ رَمَضانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ
وَبَيِّناتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ
فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيْضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ
أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ
وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Allahu Akbar, wa lillahilh hamd,

Lebaran atau momen Idul Fitri hampir selalu
diwarnai dengan gegap gempita kegembiraan umat Islam di berbagai penjuru. Gema
takbir dikumandangkan di malam harinya, kadang disertai sejumlah aksi pawai.
Pada pagi harinya pun mayoritas dari mereka mengenakan pakaian serba baru,
makan makanan khas dan istimewa, serta bersiap bepergian untuk silaturahim ke
sanak kerabat hingga berkunjung ke beberapa wahana liburan yang menarik.
Umat Islam merayakan sebuah momen yang mereka
sebut-sebut sebagai “hari kemenangan”. Tapi kemenangan atas apa?
Jamaah shalat Idul Fitri hafidhakumullah,
Idul Fitri tiba ketika umat Islam menjalankan
ibadah wajib puasa Ramadhan selama satu bulan penuh. Sepanjang bulan suci
tersebut, mereka menahan lapar, haus, hubungan seks, dan hal-hal lain yang
membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga matahari terbenam. Secara
bahasa, shaum (puasa) memang bersinonim dengan imsâk yang artinya menahan.
Ramadhan merupakan arena kita berlatih menahan diri dari segala macam godaan
material yang bisa membuat kita lupa diri.
Proses latihan tersebut diwujudkan dalam bentuk
larangan terhadap hal-hal yang sebelumnya halal, seperti makan dan minum.
Inilah proses penempaan diri. Targetnya: bila manusia menahan diri dari yang
halal-halal saja mampu, apalagi menahan diri dari yang haram-haram. Puasa itu
ibarat pekan ujian nasional bagi siswa sekolah. Selama seminggu itu para murid
digembleng untuk belajar lebih serius, mengurangi jam bermain, dan menghindari
hal-hal lain yang bisa mengganggu hasil ujian tersebut.
Ramadhan tentu lebih dari sekadar latihan. Ia
wahana penempaan diri sekaligus saat-saat dilimpahkannya rahmat (rahmah),
ampunan (maghfirah), dan pembebasan dari api neraka (itqun minan nâr).
Aktivitas ibadah sunnah diganjar senilai ibadah wajib, sementara ibadah wajib
membuahkan pahala berlipat-lipat.
Selayak siswa sekolah yang mendapatkan rapor
selepas melewati masa-masa krusial ujian, demikian pula orang-orang yang
berpuasa. Setelah melewati momen-momen penting sebulan penuh, umat Islam pun
berhak mendapatkan hasilnya. Apa hasil itu? Jawabannya tak lain adalah predikat
“takwa”, sebagaimana terdapat di al-Baqarah ayat 183:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ
الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan
atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar
kamu bertakwa.”
Takwa merupakan standar paling tinggi tingkat
kemuliaan manusia. Seberapa tinggi derajat mulia manusia tergantung pada
seberapa tinggi takwanya. Inna akramakum ‘indallâhi atqâkum. Dalam konteks
puasa Ramadhan, tentu takwa tak bisa digapai dengan sebatas menahan lapar dan
dahaga. Ada yang lebih substansial yang perlu ditahan, yakni tergantungnya
manusia kepada hal-hal selain Allah, termasuk hawa nafsu. Orang yang berpuasa
dengan sungguh-sungguh akan mencegah dirinya dari segala macam perbuatan
tercela semacam mengubar syahwat, berbohong, bergunjing, merendahkan orang
lain, riya’, menyakiti pihak lain, dan lain sebagainya. Tanpa itu, puasa kita
mungkin sah secara fiqih, tapi belum tentu berharga di mata Allah subhanahu
wata’ala.
Rasulullah sendiri pernah bersabda:
كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا
الْجُوعُ
Artinya: “Banyak orang yang berpuasa, namun ia
tak mendapatkan apa pun dari puasanya selain rasa lapar saja.” (HR Imam Ahmad)
Jamaah shalat Idul Fitri hafidhakumullah,
Karena puasa sudah kita lewati dan tak ada
jaminan kita bakal bertemu Ramadhan lagi, pertanyaan yang lebih relevan bukan
saja “kemenangan atas apa yang sedang kita Idul Fitri?” tapi juga “apa
tanda-tanda kita telah mencapai kemenangan?”. Jangan-jangan kita seperti yang
disabdakan Nabi, termasuk golongan yang sekadar mendapatkan lapar dan dahaga,
tanpa pahala?
Jika standar capaian tertinggi puasa adalah
takwa, maka tanda-tanda bahwa kita sukses melewati Ramadhan pun tak lepas dari
ciri-ciri muttaqîn (orang-orang yang bertakwa). Semakin tinggi kualitas takwa
kita, indikasi semakin tinggi pula kesuksean kita berpuasa. Demikian juga
sebaliknya, semakin hilang kualitas takwa dalam diri kita, pertanda semakin
gagal kita sepanjang Ramadhan.
Lantas, apa saja ciri-ciri orang bertakwa? Ada
beberapa ayat Al-Qur’an yang menjelaskan ciri-ciri orang takwa. Salah satu
ayatnya terdapat dalam Surat Ali Imran:
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ
وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَـــافِينَ عَنِ النَّــاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ
الْمُـحْسِنِــينَ
“(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan
(hartanya) pada saat sarrâ’ (senang) dan pada saat dlarrâ’ (susah), dan
orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS Ali Imran: 134)
Jamaah shalat Idul Fitri hafidhakumullah,
Ayat tersebut memaparkan tiga sifat yang
menjadi ciri orang bertakwa. Pertama, gemar menyedekahkan sebagian hartanya
dalam kondisi senang ataupun sulit. Orang bertakwa tidak akan sibuk hanya
memikirkan diri sendiri. Ia mesti berjiwa sosial, menaruh empati kepada sesama,
serta rela berkorban untuk orang lain dalam setiap keadaan. Bahkan, ia tidak
hanya suka memberi kepada orang yang dicintainya, tapi juga kepada orang-orang
memang membutuhkan.
Dalam konteks Ramadhan dan Idul Fitri, sifat
takwa pertama ini sebenarnya sudah mulai didorong oleh Islam melalui ajaran
zakat fitrah. Zakat fitrah merupakan simbol bahwa “rapor kelulusan” puasa harus
ditandai dengan mengorbankan sebagian kekayaan kita dan menaruh kepedulian
kepada mereka yang lemah. Ayat tersebut menggunakan fi’il mudhari’ yunfiqûna
yang bermakna aktivitas itu berlangsung konstan/terus-menerus. Dari sini, dapat
dipahami bahwa zakat fitrah hanyalah awal atau “pancingan” bagi segenap
kepedulian sosial tanpa henti pada bulan-bulan berikutnya.
Ciri kedua orang bertakwa adalah mampu menahan
amarah. Marah merupakan gejala manusiawi. Tapi orang-orang yang bertakwa tidak
akan mengumbar marah begitu saja. Al-kâdhim (orang yang menahan) serumpun kata
dengan al-kadhîmah (termos). Kedua-duanya mempunyai fungsi membendung: yang
pertama membendung amarah, yang kedua membendung air panas.
Selayak termos, orang bertakwa semestinya
mampu menyembunyikan panas di dadanya sehingg orang-orang di sekitarnya tidak
tahu bahwa ia sedang marah. Bisa jadi ia tetap marah, namun ketakwaan
mencegahnya melampiaskan itu karena tahu mudarat yang bakal ditimbulkan. Termos
hanya menuangkan air panas pada saat yang jelas maslahatnya dan betul-betul
dibutuhkan.
Patutlah pada kesempatan lebaran ini, umat
Islam mengontrol emosinya sebaik mungkin. Mencegah amarah menguasai dirinya,
dan bersikap kepada orang-orang pernah membuatnya marah secara wajar dan
biasa-biasa saja. Ramadhan semestinya telah melatih orang untuk berlapang dada,
bijak sana, dan tetap sejuk menghadapi situasi sepanas apa pun.
Ciri ketiga orang bertakwa adalah memaafkan
kesalahan orang lain. Sepanjang Ramadhan, umat Islam paling dianjurkan
memperbanyak permohonan maaf kepada Allah dengan membaca:
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ اْلعَفْوَ فَاعْفُ
عَنِّي
“Wahai Tuhan, Engkau Maha Pengampun, menyukai
orang yang minta ampunan, ampunilah aku.”
Kata ‘afw (maaf) diulang tiga kali dalam
kalimat tersebut, menunjukkan bahwa manusia memohon dengan sangat serius
ampunan dari Allah SWT. Memohon ampun merupakan bukti kerendahan diri di
hadapan-Nya sebagai hamba yang banyak kesalahan dan tak suci.
Cara ini, bila dipraktikkan dengan penuh
pengahayatan, sebenarnya melatih orang selama Ramadhan tentang pentingnya maaf.
Bila diri kita sendiri saja tak mungkin suci dari kesalahan, alasan apa yang
kita tidak mau memaafkan kesalahan orang lain? Maaf merupakan sesuatu yang
singkat  namun bisa terasa sangat berat
karena persoalan ego, gengsi, dan unsur-unsur nafsu lainnya.
Amatlah arif ulama-ulama di Tanah Air yang
menciptakan tradisi bersilaturahim dan saling memaafkan di momen lebaran.
Sempurnalah, ketika kita usai membersihkan diri dari kesalahan-kesalahan kepada
Allah, selanjutnya kita saling memaafkan kesalahan masing-masing di antara
manusia.
Sudah berapa kali puasa kita lewati sepanjang
kita hidup? Sudahkah ciri-ciri sukses Ramadhan tersebut melekat dalam diri
kita? Wallahu a’lam bish shawab.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ
وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَذِكْرِ اْلحَكِيْمِ.
وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
.
Khutbah II
اَللهُ أَكْبَرُ 7×، اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ
الْعَالَمِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ
عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ.
فَيَاعِبَادَ اللهِ اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ
وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِيْ كِتَابِهِ اْلعَظِيْمِ
“إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيِّ, يَا أَيُّهَا
الَّذِيْنَ أَمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا”.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِهِ
وَأًصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ
تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ. وَعَلَيْنَا مَعَهُمْ
بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِماَتِ,
وَاْلمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ, اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ
إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ يَا قَاضِيَ اْلحَاجَاتِ.
رَبَّنَا افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِاْلحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ
اْلفَاتِحِيْنَ. رَبَّنَا أَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ
حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
عِبَادَ اللهِ إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ
وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهىَ عَنِ اْلفَحْشَاءِ
وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوْا
اللهَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Alif Budi Luhur

GRIYA HILFAAZ
Busana Muslim Berkualitas
💈webinfo : www.griyahilfaaz.com
💈IG : @griya_hilfaaz

💈Shopee : @griya_hilfaaz

💈Facebook: @griya_hilfaaz

💈Tokopedia: @griya_hilfaaz

💈Bukalapak: @griya_hilfaaz

Toko Busana Keluarga Muslim



SHOPCARTSHOPCARTSHOPCART
SHOPCARTSHOPCARTSHOPCART

Leave a comment