HTI MENAWARI KHOMENI MENJADI KHALIFAH


Seiring revolusi di belahan Timur Tengah sana, isu Syiah kembali menyeruak. Pertempuran yang terjadi di dunia Arab, khususnya Suriah, memperlihatkan adanya gesekan antara dua kubu; Sunni dan Syiah. Pergesekan ini terus menjalar luas. Terlebih ketika turut campurnya beberapa negara ke kancah perang.

Terlepas dari itu, ada suatu fakta menarik yang sayang untuk dilewatkan. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), sebuah ormas yang dikenal berpaham Sunni, menjadi sorotan beberapa kelompok Sunni “radikal” karena dipandang memiliki hubungan dengan Syiah, khususnya Syiah Iran. Hal tersebut dikarenakan adanya isu tentang pasca Revolusi Iran. Akan tetapi keterkaitan dengan Syiah ini dibantah oleh Juru Bicara HTI di sela-sela kegiatan Halaqoh Islam dan Peradaban yang digelar di Gedung Asrama Haji Yogyakarta (11/4/2015). Menurut Jubir HTI, Hizbut Tahrir (HT) kala itu justru
mengkritik Khomeini dan Rancangan Konstitusi Iran yang kemudian kritik tersebut dibukukan dalam kitab berjudul Naqdh Masyru’ ad-Dustur al-Irani yang terbit 7 Syawal 1399 H (30 Agustus 1979).

Bagi HT, perbedaan HT dengan Syiah (ket: yang dianut Khomeini) adalah pada tataran ushul dan furu’. Fakta ini menjadi menarik karena pada beberapa hal, pernyataan di atas justru bertolak belakang dengan penjelasan juru bicara HT dan juga beberapa anggota HT lain terkait Khomeini dan tentunya Syiah. Kenyataan ini menyebabkan sebagian pihak akhirnya menyatakan bahwa HT tidak jujur dalam penyikapan mereka terhadap Syiah. Entah karena ketidakpahaman mereka akan Syiah atau memang sengaja ditutupi informasi ini dari sebagian anggota & aktivis HT lain agar tidak menjadi konflik di wilayah dakwah yang banyak masyarakatnya anti terhadap Syiah.

Beberapa anggota HT apabila dikonfirmasi terkait HT menawarkan Khomeini menjadi Khalifah akan mengatakan bahwa hal tersebut tidak benar. Mereka akan mengatakan bahwa HT datang hanya untuk menjelaskan dan menawarkan pada Khomeini tentang kesalahannya dan jauhnya dia dari kebenaran dengan mengesampingkan penerapan Islam secara sempurna. HT juga menyampaikan kepadanya tentang kewajiban mengangkat seorang kepala negara yang akan bertindak sebagai khalifah bagi seluruh umat Islam. Dimana hal tersebut, pada saat itu, menurut anggota HT, belum pernah dilakukan oleh pihak lain.

Karena tidak menerima tanggapan dari Khomeini selama berbulan-bulan, HT akhirnya menerbitkan Naqdh Masyru’ ad-Dustur al-Irani (Kritik terhadap Undang-Undang Dasar Iran) yang terbit 7 Syawal 1399 H (30 Agustus 1979). Menurut Jalaluddin Patel ketika diwawancara Mahan Abedin pada 29 Juli 2004 di London Continental Hotel, kritik tersebut coba diberikan langsung pada Khomeini di Teheran oleh delegasi HT yang dipimpin Ahmad Daur, tokoh HT Yordania dan bekas anggota parlemen Yordania, namun tidak berhasil bertemu Khomeini lagi.

Ada beberapa catatan yang berbeda terkait hal diatas dengan apa yang disampaikan dr. Mohammad Jaber, tokoh HT Libanon yang bertemu langsung dengan Khomeini. Menurutnya, pertemuan dengan Khomeini tidak hanya dilakukan pada tahun 1979 saja namun dilakukan juga beberapa bulan sebelum kemenangan revolusi Iran. Pertama delegasi HT (terdiri dari dr. Mohammad Jaber, amir HT Eropa, dan pendamping amir HT Eropa) mengirim terlebih dahulu lalu akhirnya dapat bertemu pertama kali pada bulan Oktober 1978. Selanjutnya pertemuan kedua pada Desember 1978 dan terakhir Februari 1979. Delegasi menekankan pada Khomeini agar mau mendirikan negara Islam yang mendunia (Khilafah). Bahkan jika Negara tersebut nantinya akan didominasi oleh penganut Syiah Dua Belas Imam (Jafary/Istna al asy ariyah/Rafidah). HT akan siap membantu dengan catatan tetap bentuknya Khilafah untuk seluruh kaum muslimin.

Adanya informasi tadi dengan jelas menampakan bahwa HT memang menawarkan Khomeini sebagai Khalifah. Karena HT meminta Khomeini untuk mendirikan Khilafah dan kalaupun dikuasai Syiah Dua Belas Imam (Jafary/Istna al asy ariyah/ Rafidah) maka tidak mengapa. Kenapa disimpulkan demikian? Karena pemimpin Revolusi Iran sekaligus pemimpin spiritual Syiah Dua Belas Imam (Jafary/Istna al asy ariyah/Rafidah) saat itu adalah Khomeini. Pada saat itu pun Khomeini tidak diminta untuk beralih menjadi Sunni. Hal ini diperkuat dengan pernyataan kesiapan HT untuk membantu Khomeini apabila Khilafah nantinya dikuasai Syiah Dua Belas Imam (Jafary/Istna al asy ariyah/Rafidah). Sehingga akan tidak mungkin apabila Khalifahnya adalah HT Eropa atau amir HT. Karena kedua orang tadi bukan penganut Syiah Dua Belas Imam (Jafary/Istna al asyariyah/Rafidah).

Bantahan HT tidak menawarkan Khomeini sebagai Khalifah pun tertolak sendirinya dengan apa yang pernah dirilis HT sendiri di majalah Al Khilafah No. 18, Jum’at, 2 Januari 1410 H (1989), dan majalah Al Wa’ie, Nomor 75 halaman 23 (1993). Dalam majalah Al Khilafah dengan artikel berjudul “Hizbut Tahrir wal ‘Imam’ Khomeini”, dikatakan “Kami mengusulkan agar Khomeini menjadi khalifah umat ini”. Sedangkan dalam Al Wa’ie, Nomor 75 halaman 23 (1993) dikatakan bahwa persoalan sunni-syiah ini terjadi karena ada orang-orang yang berada di belakang perpecahan ini (yang mempunyai maksud tertentu). Oleh karenanya HT harus memerangi orang-orang itu, sebab tidak ada perbedaan antara keduanya, dan siapa saja yang melakukan perbedaan itu maka akan HT lawan”.

Bagi HT sendiri, kemungkinan seorang Syiah menjadi Khalifah bukanlah sebuah keniscayaan, sebab dalam buku pelatihan ideologis-politik berjudul “Dasar-Dasar Islam” (1953), dengan jelas diyatakan bahwa penganut Syiah Dua Belas Imam (Jafary/Istna al asy ariyah/Rafidah) adalah kaum Mukminin yang memiliki hak untuk berperan secara aktif di dalam Negara Islam, termasuk aksesi ke Kantor Politik-Keagamaan yang tertinggi, yaitu Khalifah.

Bagi dr. Mohammed Jaber sendiri, Khomeini merupakan pemimpin besar Islam dan tulus. Khomeini memiliki pengaruh politik dan hukum dalam tatanan global. Dia juga telah berhasil mengubah jalan dan beberapa konsep yang mendasar terkait hubungan internasional. Menurutnya, pendapat ini adalah pendapat pribadinya akan tetapi pendapat ini disebar di para pemimpin HT dan anggota HT di seluruh dunia.

Bukan hanya dr. Mohammed Jaber saja yang memuji Khomeini, tokoh HT lain pun ikut memuji-muji Khomeini. Adalah DR. Muhammad Mis’ari yang menyebarkan selebaran di London pada Kamis 22 Syawwal 1415 H / 23 Maret 1995 M. Isi dari selebaran tersebut salah satunya memuji Khomeini dengan mengatakan bahwa Khomeini adalah seorang pemimpin bersejarah yang agung dan jenius. Selain itu, dia mencaci sebagian ulama dan menganggap Syiah sebagai saudara.

Secara resmi HT sendiri dalam majalah Al Waie esidi 26 tahun 1989 dengan artikel berjudul Imam Khomeini, memberikan pujian pada Khomeini dan memaklumi kesesatannya.

Leave a comment