KH. Hilmi Aminudin: Syarat Syarat Eksistensi Dakwah


KH. Hilmi Aminudin: Syarat Syarat Eksistensi Dakwah

Muqowwimat Itsbat Wujudud Dakwah (Syarat-Syarat Eksistensi Dakwah)

KeadilanOnline, 30 Juni 2002. “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentar kan musuh Allah, musuhmu, dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, sedang Allah mengetahui-Nya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan). (QS Al Anfaal: 60.)

Ba’da Tahmid dan Shalawat 

Ikhwah Fillah Rahimakumullah. 

Ada seorang Al Akh akan pergi haji, meminta nasehat lebih dulu kepada saya. Saya katakan kepadanya haji itu merupakan bagian dari Ibadah lainnya yang kesemuanya dalam rangka “Faaqim wajhaka liddiini hanifa”. 

Seluruh Ibadah kita sangat tergantung kepada tawajjuh (orientasi) kita terhadap dien secara lurus hanif. Pertama-tama tentu saja kita harus memiliki Tawajjuh Aqidi dalam setiap Ibadah kita. Orientasi aqidah atau menghadapnya kita secara aqidi. 

Dalam ibadah haji direfleksikan dalam kalimat Labbaika Allahumma labbaik, Labbaika la Syarikalaka labbaik. Kita menolak segala sambutan terhadap panggilan selain Allah. Dan bila harus menyambut panggilan istri, anak, tetaplah dalam kerangka menyambut panggilan Allah atau dengan kata lain LILLAH (KARENA ALLAH). Karena kita sudah menegaskan: Labbaika laa syarikalaka labbaik, innal hamda wani’mata laka wal mulk laa syarikalah. “Aku sambut panggilan-MU ya Allah tak ada sekutu bagi-Mu sesungguhnya segala puji, kenikmatan dan kekuasaan ada ditangan-Mu, tak ada sekutu bagi-Mu”. 

Setelah tawajjuh aqiditawajjuh(Orientasi) yang kedua adalah Tawajjuh Syar’i

Dalam beribadah kita harus memperhatikan orientasi syar`i, ini karena Allah bukan saja menurunkan a’daa melainkan juga syir’atan wa min haajan dan dalam melangkah atau beribadah, kita harus melalui koridor tersebut. 

Misalnya khudzuu ‘anni manasikakum dalam Haji dan shallu kama roaitumuni ushalli’ dalam shalat. Sejalan dengan itu tentunya juga terfleksi dalam hal jihad atau bisa diparalelkan: jaahidu kama roaitumuni ujaahid

Dan tawajjuh yang ketiga adalah Tawajjuh Amaliyah (menghadap atau berorientasi pada Allah dan Al Islam dalam beramal. Artinya kita harus “wa’aiddu mastatho’tum minquwwah”, Segala potensi secara operasianal harus dihimpun dan digabung secara syumul (Integral) dan takamul (terpadu) agar bisa merealisir tugas-tugas dan kewajiban-kewajiban dari Allah. Karena segala tugas dan kewajiban dari Allah tidak bisa kita persiapkan secara juz’iyah/ parsial. Misalnya untuk sholat kita harus lebih dulu wudhu dan untuk wudhu tentu saja harus ada air. Kemudian untuk sholat harus Syatrul Aurat (menutup aurat) jadi harus ada baju dan mukena. Lalu agar dengkul kita bisa tegak dan kuat ketika sholat, kita butuh makan lebih dulu, jadi ada kesyumuliyahan dalam adaa’ish sholah.

Ketiga tawajjuh tersebut yakni Tawajjuh AqidiSyar’i dan Amali harus selalu ada terhimpun secara sekaligus di setiap ibadah yang kita lakukan. Yang jelas kita harus senantiasa mempersiapkan segala sarana dan prasarana serta potensi agar tugas-tugas dari Allah swt dapat kita kerjakan secara baik karena Allah telah menyuruh kita mengerahkan segenap potensi kekuatan “Waa’idduLahum mastatho’tum minquwwah” (QS 8:60) disinilah letak ke-syumuliyahan dan ke-takamulliyahannya. 

Ikhwah Fillah, dalam lanjutan ayat tersebut (Qs 8:60) ditegaskan oleh Allah swt, Bila kamu tidak disiplin, tidak wala’, tidak menggantungkan diri kepada Allah, dan tidak taat kepada-Nya juga kepada Rasul-Nya dan Ullil Amri maka Iyyaka turhibkum waya’thi bi kholqin jadid wamaa dzalika ‘alallahi bi aziz. Bila Allah menghendaki tak ada sulitnya bagi Allah untuk meliquidir, menghapus generasi yang tidak disiplin dan membangkang ini menjadi kaum yang marjinal dan berada diemperan-emperan da’wah padahal seyogyanya kita menjadi pelaku-pelaku da’wah dan sejarah, bukan sekedar penonton belaka. 

Ayat-ayat yang serupa dan senada dengan itu begitu banyak dalam Al-Qur’an “Wamaa dzalika ‘alallahi bi aziz” dan hal yang demikian bukan sesuatu yang besar bagi Allah. Kenapa banyak ?. Kesemuanya tak lain sebagai peringatan bahwa segala sesuatunya menjadi begitu tak berarti bila komitmen atau ketergantungan kita kepada Allah, Rasul dan Ulil Amri merosot. Seperti misalnya dalam Qur’an surat 5:54. 

Artinya “Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kalian murtad dari agama Allah maka Allah gantikan dengan suatu kaum yang dicintai Allah dan mereka mencintai-Nya, lemah lembut terhadap mu’min, tegas terhadap orang kafir, berperang di jalan Allah dan tidak takut celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diperuntukkan-Nya bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah maha luas pemberian-Nya, lagi maha mengetahui.”

Al jihadu maadhin ila yaumil qiyamah, jihad akan terus berlangsung sampai hari qiyamat, kata imam Syahid. Ad-dakwah akan terus berjalan bina au ghairina (dengan atau tanpa kita). Kita ikut atau tidak dengan dakwah dan jihad, akan selalu ada orang atau generasi lain yang ditunjuk oleh Allah untuk melaksanakan-Nya karena memang dakwah atau jihad tidak bergantung kepada suatu individu atau kaum. 

Dari dulu ada orang-orang yang futur, insilakh, dibantai, dipenjarakan dsb tetapi dakwah tetap saja besar. Ketika dulu dakwah sedang digebuk di Mesir seperti air digebuk, muncratnya kemana-mana. Termasuk ke Indonesia, Amerika, dan Eropa serta seluruh dunia. Mula-mula muncratnya dari emperan-emperan Mesir, kini orang-orang yang dari Mesirnya sendiri langsung datang ke semua negeri. Jadi karena dakwah dan jihad adalah proyek Allah maka Ia akan tetap eksis bina au ghairina, dengan atau tanpa kita. Masalah optimisme ini penting sebab sekarang banyak godaan kepada kita. Mengapa kita begini-begini saja, diam-diam saja sementara si ini bermanuver, si anu bermanuver. Kalau kita saat ini bersifat seperti ini belum melakukan manuver-manuver yang berarti, semata-mata karena manhajatud da’watina dan bukan karena kita takut. 

Hal ini merupakan Ihtiyajatul Marhalah. Jadi bukan masalah takut enggak takut, melainkan karena kebutuhan marhalah kita saat ini adalah seperti ini dulu. Kita juga siap untuk melakukan marhalah-marhalah berikutnya. Bermanuver sebetulnya juga merupakan bagian dari fiqhu dakwah asalkan memang terprogram, Hal seperti itu pernah dilakukan Abdulah Bin Mas’ud ketika masih di Mekkah. Ia berniat melakukan manuver berupa pembacaan Al-Qur’an di hadapan orang-orang Quraisy. Mula-mula sahabat-sahabatnya melarangnya, tetapi setelah bermusyawarah akhirnya membolehkannya. 

Bacaan Al-Qur’an Ibnu Mas’ud memang sangat indah dan merdu sehingga Rasulullah menyamakannya dengan bacaan Qur’an malaikat Jibril. 

Abdullah bin Mas’ud pun membaca surat Ar Rahman dan orang-orang Quraisy sempat terkesima mendengarkannya. Namun begitu mereka sadar bahwa itu ayat Al Qur’an mereka pun ramai-ramai memukuli Ibnu Mas’ud hingga babak belur dan akhirnya pulang ke rumah dengan digotong oleh kawan-kawannya. Hebatnya Ibnu Mas’ud masih berucap “Wallahi kalau kalian ijin kan, aku akan pergi lagi ke sana dan membacakan Al Qur’an“, tetapi semuanya mencegah: “Sudah… sudah cukup yang penting mereka sempat geger … heboh “. 

Jadi memang ada fiqhu dakwahnya, manuver seperti itu. Syaratnya harus muncul dulu Syaksiyah Barizhatu sosok pribadi yang berpengaruh sehingga kemunculannya menimbulkan goncangan atau kehebohan di kalangan musuh. Kalau belum berpengaruh, belum termashur sudah memaksakan diri akan terbentur sana sini kan kasihan. 

Allah swt memperingatkan kita bahwa ketika implementasi aqidah kita secara moral dalam bentuk loyalitas, QS 5;55 dan operasional dalam bentuk mentaati Allah dan rasul-Nya QS 4;69 merosot, maka mudah saja bagi Allah (wamaadzalika alallahi bi aziz) untuk menggantikan kita dengan orang lain atau generasi lain (QS 5 : 54) 

Selain itu adalagi dalam surat (6:133), Allah itu maha kaya sumber segala kasih sayang, jika Allah menghendaki kalian dihapus, maka akan digantikan dengan generasi sesudahmu sebagaimana kamu telah menggantikan generasi sebelummu. 

Diisyaratkan pergantian kaum itu terjadi jika suatu kaum atau bangsa sudah ingkar, menyimpang atau melampaui batas maka akan digantikan dengan yang lebih baru dan lebih baik. Generasi baru yang harus melahirkan generasi yang lebih baik dan membanggakan karena Rasulullah ingin membanggakan umatnya di atas umat-umat yang lain tidak serta merta terkait dengan banyaknya anak melainkan mutu atau kualitas generasi. Hal itu bisa berarti generasi yang banyak dan membanggakan, namun bisa pula generasi yang sedikit dan membanggakan, karena nashul hadits “fainni mubahi bikumul umam“.

Seandainya pun yang ditunjuk adalah kalimat nashul hadits yang lain “Fainni mukatsirun bikumul umam“ tetap saja tidak bisa diartikan serta merta sebagai berbanyak-banyakan, karena kata mukatsirundalam bahasa arab, seperti misalnya dalam surat At Takatsur, adalah membanggakan. 

Visi jamaah juga visi Islam dalam hal soal anak adalah silahkan banyak dan boleh juga sedikit asalkan membanggakan, tiga orang anak pun sudah terkategori katsir. Bila sanggup melahirkan 12 atau 18 dan semuanya membanggakan Alhamdulilah, tetapi bila hanya dapat melahirkan 2 atau 3, banggakanlah apa yang sudah diberikan oleh Allah kepada kita tsb. Anak adalah rizki dari Allah swt, kita tidak bisa mengukur atau mematoknya, yang penting generasi baru yang kita lahirkan adalah yang membanggakan. 

Sehingga kembali ke pembahasan kita di awal jangan sampai nanti kita disisihkan oleh Allah bahkan boleh jadi bukan hanya secara fisik Qs 17:85-86 tetapi juga ditilik dari segi hidayah, ilmu pengetahuan, dan fikhu da`wah bila kita menyimpang pasti Allah akan menghapus hidayah itu dari kita. 

Jadi bahaya likudasi itu bukan hanya secara fisik tetapi juga dari segi-segi yang lainnya, misalnya bisa saja secara fisik kita tidak di likuidir oleh Allah, tetapi Hidayah, Ilmu, Manhaj, Tashowwur Fikroh kita yang dilikuiir olehNya, bila kita tidak konsisten pada nilai-nilai kebenaran. Naudzubillahi mindzalik

Oleh sebab itu Ikhwan fillah saya mencoba mengingatkan kita semua akan pesan Mursyid ‘Am Ustadz Musthofa Mansyur tiga tahun yang lalu. Beliau berbicara tentang “Dhomanatul Baqo” bahwa komitmen kita terhadap arkanul bai’ah adalah jaminan eksistensi keberadaan kita di dalam da’wah. 

Iklim yang kondusif ke arah itu harus selalu terjaga di dalam Jamaah, sehingga untuk akhir sanah tanzhimiyah yang baru sebulan lagi, saya kira persiapan-pesiapan moral aqidah, fikriyyah dan ma’nawiyan perlu di tancapkan dan dimantapkan lagi. Alangkah baiknya bila misalnya ada Ta’awun antar maktab Tarbiyyah dan maktab Ta’lim untuk program-program yang bolehlah disebutTajdidur Ruh Arkanul Bai’ah.

Hal itu sangat diperlukan dalam upaya persiapan tugas-tugas berat menjelang pemilu dan sidang MPR/DPR. Bila pemerintah dan ABRI semakin represif, maka lahan da’wah akan semakin luas dan terbuka. Itu sudah merupakan sunnatullah. Sebab di saat-saat penuh tekanan-tekanan seperti orang mencari cari saluran, maka kita harus berani terus bermanuver dan menawarkan alternatif berupa saluran-saluran islami. 

Dalam keadaan sulit kita tidak boleh berhenti, bahkan harus terus kerja, sehingga paling tidak kita memiliki pengalaman dan menjadi terlatih untuk mengatasi kesulitan-kesulitan. Apalagi pengalaman kita mendayagunakan kesulitan (innama’al usri yusro) salah satunya adalah bagaimana kita mendayagunakan untuk mencapai tujuan-tujuan da’wah. 

Pada kesempatan memberi taujih beberapa hari lalu saya telah katakan bagaimana kita memiliki kemampuan di bidang politik, yakni diantaranya merekayasa pendayagunaan potensi-potensi eksternal untuk tujuan-tujan da’wah. Termasuk pendayagunaan potensi militer dan partai politik untuk tujuan-tujuan da’wah. Karena Rasulullah pun dulu biasa mendayagunakan orang-orang kafir bahkan hingga ketingkat qoba’il arabiyah (suku-suku arab). 

Dahulu saya sering membahas dalam fiqhu da’wah bahwa kita tidak boleh terhimpit dengan situasi yang sulit. Sebaliknya silahkan dayagunakan potensi-potensi yang kita miliki. Antum berbilang tahun di tarbiyyah adalah dalam rangka mempersiapkan kemampuan merekayasa pendayagunaan potensi. 

Jadi saya harapkan dipenghujung tahun ini, barangkali Manhaj Tarbiyyah diisi dengan tajdidur ruh arkanul bai’ah. Agar kita lebih mantap coba kita mobilisir para Syuyukh dan Ulama yang kita miliki. Bahan-bahan nya sudah ada syuruthut tajwid rakaizul intiqo! yang MA’ANI nya sudah disusun secara baik tinggal disyarah saja. Bila semua upaya tersebut tidak kita lakukan, kita bisa jadi melempem karena himpitan politik, sosial, dan ekonomi. Oleh sebab itu hendaknya hal tersebut digairahkan kembali, wala dan tha’at pun bisa luntur. Hal itu dalam konteks tahqiqudz dzat itsbatul wujud kita dan takrim serta tafdhil dari Allah yang kemuliaannya (sebagai manusia) oleh Rasulullah disebutkan lebih dari kemuliaan ka’bah 

Ikhwah fillah, dalam gerakan politik ada pemahaman yang sama dengan fiqhu da’wah, walaupun dipahami secara sekuler oleh ahli-ahli politik. Yakni sebagai syarat-syarat eksistensi dan survival gerakan politik. Suatu gerakan politik bila diterjemahkan sebagai sebuah gerakan dakwah baru bisa eksis dan survive bila memiliki 10 muqowimat yang disebut muqowwima itsbat wujudud da’wah

1.   Memiliki prinsip yang kokoh. Yang disebut rusukhul mabda: Aqidah kita jelas, memiliki prinsip-prinsip yang kokoh.

2. Memiliki visi yang jelas. Fikroh yang kita miliki membangun tashowur baru yang mustaqbaliyah

3.   Mempunyai konsep yang aplikatif. Minhaj kita yang berasal dari Qur’an memberikan pada kita konsep syir’atan wa minhajan yang disebut juga sebagai konsep yang aplikatif dan qobilit tanfidz

4.   Memiliki kader-kader yang mumpuni. Didalam fiqhu da’wah disebut sebagai annukhat al akifa. Kader-kader yang memiliki kafa’ah di segala bidang ini terkait multi dimensinya kehidupan manusia yang harus kita bangun. 

5. Mempunyai pemimpin yang kharismatis. Kita harus mampu menumbuhkan dan menampilkan pemimpin yang kharismatis yang bukan hanya berpengaruh atau diterima di dalam, melainkan di tengah-tengah masyarakat diakui kharismatis intelektualitas dan moralitasnya. Walaupun belum tentu diterima, yang jelas kharismanya diakui secara luas. 

6.   Memiliki organisasi yang efektif atau tandzimun fa’al. Memang jama’ah bukan sebuah organisasi, tetapi jama’ah menggunakan sistem organisasi untuk menata potensi. Sistem organisasi yang kita jalankan harus efektif, begitu keputusan turun, hendaknya langsung diinformasikan ke semua jajaran terkait dengan sistem informasi manajemen. Namun bukan berarti itu tidak boleh dikoreksi atau dikritisi, tetapi harus dengan sistem muraja’ah dan bukannya menolak. Jadi sistem informasi manajemen dalam bidang politik atau munashorah, setiap orang berkesempatan untuk me-murojaah tetapi bukan untuk ditentang atau ditolak. Karena bila menentang atau menolak bisa menjadi merosotnya wala dan tha’at. Bila ada ta’limat dari atas jangan langsung ditolak, bila tidak mengerti coba datangi Syekh-nya dan dimuroja’ah. Rasulullah SAW sendiri biasa dimuraja’ah oleh sahabat-sahabatnya dan bahkan istrinya Ummu Salamah disaat hari perjanjian Hudaibiyyah «qod halakal qaum, amartuhum walam ya’tamilu» (sudah hancur kaum ini, saya memerintahkan mereka untuk berbuat sesuatu tetapi mereka abaikan), ucap Rasulullah kepada Ummu Salamah dengan gusar. Ummu Salamah lalu memuraja’ah keputusan Rasulullah « kalau mereka tidak mau disuruh ya sudah Engkau saja Ya Rasulullah, panggil tukang cukur untuk tahalul dan ambil kambing, lalu sembelih ». Melihat pemimpinnya dicukur dan meyembelih kambing, lalu mereka pun tahalul dan menyembelih kambing padahal tadinya mereka tidak mau disuruh sampai Rasulullah gusar. Dalam Islam seorang Istri, wanita mempunyai kedudukan yang sama dalam da’wah. Hal ini merupakan sebuah pelajaran yang penting bagi setiap pemimpin untuk tidak merasa berat hati bila dimuroja’ah. Namun jangan pula dipungkiri bahwa muroja’ah ini sebagai indikasi merosotnya wala dan tha’at yang bisa meluncur, naudzu billah menjadi dzillah (kehinaan) dan bukan izzah. Oleh karena itu saya ingatkan agar kita semua sentiasa membakar kembali apinya dengan aqidah yang berkobar agar bekerjapun dengan kobaran semangat, sebab tanpa itu, semuanya akan menjadi rutinitas yang menjemukan. Dahulu pernah saya katakan, kita harus menikmati jerih payah dan pengorbanan, karena itu merupakan salah satu al ashlul aqidah.

7.   Memiliki da’am sya’bi atau dukungan masyarakat. ”huwaladzi ayyadaka binashrihi wabil mu’minin” ( Dialah Allah yang telah membantumu dengan pertolonganNya dan kaum Mu’minin). Alhamdulilah kita bekerja di masyarakat yang mayoritas Islam. Kini tinggal bagaimana caranya agar mereka yuayyi dud da’wah, mendukung Da’wah. Dahulu dalam proses pembinaan saya katakan kita mulai dari yakhtalituna bina kemudian yaltakuna haulana akhirnya yataharrakuna ma’ana dan akhirnya yaltazimuna bina

8. Mempunyai ekonomi da’wah yang berkembang. Pendanaan da’wah memang berkembang dari ruhul badzal wa tadhiyyah. wajahidu biamwalikum wa anfusikum. Tapi tentu saja fakto-faktor yang bisa membuat ruhul badzl wa tadhiyyah tadi harus direkayasa didayagunakan dan dimenej dari mana ia dapat memperoleh sumber-sumber yang halal. Agar Da’wah ini memiliki sumber pendanaan yang baku, dan Alhamdulillah, bakat-bakat yang antum miliki dalam merekayasa pendanaan sudah luar biasa tinggal lebih dimeratakan. Bahkan saya pernah menganjurkan agar masing-masing wilayah saling tukar informasi bagaimana mendayagunakan potensi masyarakat. Akhwat saja tahun lalu umpamanya sebagian besar pendanaannya hasil rekayasa mereka sendiri. Dalam taujih saya, saya tekankan bahwa ekonomi ini darahnya da’wah, tetapi harus dalam kadar yang cukup, jangan sampai lembaga da’wah darah tinggi kebanyak darah dan jangan juga darah rendah. Bagaimana kita mensuplai jamaah ini dengan darah yang cukup sehingga kita bisa bergerak secara dinamis. Tetapi jangan kebanyakan nanti bisa darah tinggi. Dan sebaliknya harus bisa diukur agar jangan sampai darah rendah. Partai Refah di Turki contohnya, bisa bermanuver seperti sekarang karena mereka memiliki sumber dari salah satu pos yang di Jerman (disana ada 6 juta perantau Turki) sebesar US $ 30 juta/ bulan itu baru dari satu pos saja. Jadi masalah ekonomi da’wah ini harus dirancang benar-benar.

9.    Dukungan birokrat

10. Dukungan tentara. Baik dukungan birokrat maupun dukungan tentara, keduanya dapat mengurangi korban benturan, bukan takut untuk berkorban, tetapi Rasulullah saja dahulu merekayasa futuh makkah sedemikian rupa agar tidak jatuh korban benturan, bahkan ketika di Makkah jatuh korban, itu karena Kholid bin Walid (RA) salah faham dan salah gebuk. Orang-orang qabilah itu biasa menyebut Nabi Muhammad sebagai Sha’bi– orang yang menyeleweng, Sehingga ketika Kholid datang mereka bilang shababna-shababna. Maksud mereka sebenarnya adalah aslamna – aslamna. Namun mungkin karena dalam situasi perang beberapa orang diantara mereka dibabat oleh Kholid. Rasulullah menegurnya dengan ucapan: “Pedang Kholid terlalu tajam. ”. Tetapi Rasulullah memaafkannya karena itu semata mata kesalah fahaman, dan bukan kesengajaan Kholid. Dalam situasi perang, kesalahpahaman seperti itu bisa saja terjadi. Namun yang jelas dalam setiap pertempuran Rasulullah selalu berusaha agar sedapat mungkin tidak jatuh korban, dan kalaupun jatuh korban, hendaknya sekecil mungkin. Dalam situasi dan kondisi Indonesia yang paternalistik, diperlukan kemampuan kita untuk mengakses ke dalam jajaran Birokrat agar dapat merekayasa pendayagunaan potensi camat, bupati, Koramil dll untuk mencapai tujuan-tujuan. Hal yang terjadi pada Partai Refah di Turki adalah kurang memadainya kekuatan militer atau tentara karena yang masuk adalah Jendral-jendral pensiunan yang sudah kurang aktif, walaupun cukup kuat pengaruhnya di jajaran Birokrat. 

Kesemua unsur yang saya gambarkan tarsebut berlaku di pergerakan apapun dan mana pun, termasuk gerakan Islam. Kita mencoba menilai harokah kita baru berada di tahapan mana dari muqowwimat yang 10 tadi dan kita harus bisa mencapai itu. Bila ada yang berkomentar bahwa harokah kita ketinggalan kereta, mengapa kita tidak muzhaharoh, tidak begini, tidak begitu, hendaknya kita melihat muqowwimatnya dulu. 

Saya katakan kita memang harus menggempur kebatilan, tetapi itu baru dapat kita lakukan setelah kita menjadi bola baja karena kalau kita masih seperti tape lalu nabrak tembok maka akan nempel. Betapa banyak yang berjuang ugal-ugalan, secara serampangan membentur kemudian malah menempel menjadi hiasan tembok orang zhalim. 

Jadi yang perlu kita rancang dan usahakan adalah 10 persyaratan tersebut di atas terpenuhi dan di dalam perjuangan manapun di butuhkan kader-kader yang bisa menggerakkan. Karena tidak harus sekian banyak penduduk Indonesia masuk kedalam gerakkan da’wah kita. Yang penting bagaimana muharriku sya’b, mendayagunakan potensi masyarakat. 

Ikhwah fillah pesan akhir tsanah dari saya, agar taujih saya ini sampai kesemua jajaran di jamaah kita baik secara lisan maupun tulisan. Kita menginginkan kader-kader bukan hanya mengimplementasikan kebijakan tapi juga memformulasikan kebijakan. Tugas qiyadah adalah memberikan basyiroh apakah itu Bashiroh Aqidah, Fikriyah dan Manhajiyah

Saya Insya Allah begitu yakin Da’wah ini mampu melahirkan syai’un akhor (sesuatu yang lain) yang lebih baik. Amin  

Leave a comment