Keletihan Yang Menjadi Energi


Menempuh perjalanan da’wah ini, memang menyimpan lelah. Terkadang, kita juga merasakan keletihan setelah melakukan ragam aktifitas dan tanggung jawab da’wah. Tidak jarang, ada di antara kita yang merasa begitu terkuras waktu, pikiran, dan tenaganya ketika telah terlampau banyak menempuh perjalanan di jalan ini. Sebuah kondisi yang boleh jadi membuat seseorang mengalami futur atau terhenti dari aktifitas setelah sebelumnya giat. Terkadang, mungkin saja ada di antara kita yang mengeluarkan keluhan atas beban yang dijalaninya. Lalu di antara kita bertanya bagaimana caranya untuk mengatasi kesempitan waktu dan banyaknya tugas-tugas yang harus dikerjakan.

Tapi kondisi-kondisi seperti itulah yang membuat kita semakin mengerti. Kita mengerti bahwa keletihan itu, akan menjadi beban ketika kita merasakannya sebagai keletihan fisik yang tidak diikuti oleh keyakinan ruhiyah. Maka sesungguhnya kesempitan di jalan ini, pasti menyimpan hikmah luar biasa yang akan tercurah dalam bentuk rahmat Allah swt. Bahwa keletihan di jalan ini, sebaiknya tidak disalurkan kepada seseorang, terlebih dalam forum-forum umum. Keletihan ini hanya patut disampaikan kepada Allah swt, dalam doa dan munajat. Karena keadaan itulah yang akan mensuplai tenaga dan kekuatan baru bagi kita untuk melakukan amal-amal kewajiban da’wah yang lainnya.

Di antara cara kita memperoleh energi baru dalam kesempitan dan keletihan itu adalah:

Pertama, berusaha memurnikan kembali niat beramal da’wah karena Allah swt. Menyingkirkan semua asumsi yang akan kita terima dari amal-amal da’wah, kecuali dari Allah swt semata. Karena sesungguhnya, orientasi selain Allah swt akan memperlemah kita dalam menunaikan kewajiban dan tugas-tugas da’wah yang harus dikerjakan. Dan kesucian niat karena Allah swt, akan mampu menghilangkan penat dan mendapatkan sandaran yang begitu kokoh dari Allah swt.

Kedua, tetap memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain yang membutuhkan, terutama harta. Karena penegasan Allah swt, tentang manfaat harta yang dinafkahkan adalah menghilangkan kegundahan. Lihatlah firman Allah swt surat Al Ma’arij ayat 19-25. Allah swt berfirman:
“sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir. Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya, dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta).”

Ketiga, tidak meninggalkan amal ibadah wajib dan amal sunnah yang sudah menjadi bagian yang selalu dilakukan sebelumnya, meskipun sedikit. Beratnya tanggung jawab yang mengakibatkan sempitnya waktu, sebenarnya bisa memberikan perasaan yang berbeda tatkala kita tetap memprioritaskan amal-amal ibadah yang wajib dan wirid yang biasa kita kerjakan. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw:”Tidaklah hamba-Ku terus menerus mendekatkan diri kepada-Ku dengan amal-amal sunnah hingga Aku mencintainya. Maka bila Aku mencintainya, Aku menjadi pendengaran yang ia mendengar dengannya, Aku menjadi matanya yang ia gunakan untuk melihat, Aku menjadi tangannya yang ia gunakan untuk memukul, Aku menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Dan jika ia meminta kepada-Ku, pasti Aku beri dan bila ia meminta perlindungan kepada-Ku, pasti Aku lindungi dia.” (HR.Bukhari)


Seperti itulah, keletihan tidak boleh membawa seseorang untuk menjauhi amal-amal da’wah yang sebenarnya menjadi energi besar dalam menjalani kehidupan kita sendiri. Seperti yang diriwayatkan oleh salafusshalih dari generasi Tabi’in Amir Asy Sya’bi tentang sekelompok orang yang pergi keluar dari Kufah untuk menyepi dan beribadah. Lalu keadaan itu terdengar oleh Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu. Ibnu Mas’ud datang kepada mereka dan mereka bergembira dengan kedatangan sahaabt Rasulullah. Ibnu Mas’ud lalu bertanya kepada mereka, “Apa yang mendorong kalian melakukan hal ini?” Mereka menjawab, “Kami ingin sekali keluar dari keramaian dan hiruk pikuk manusia, untuk beribadah.” Abdullah bin Mas’ud menjawab, “Jika orang-orang melakukan seperti apa yang kalian lakukan, siapa yang akan berperang melawan musuh? Aku tidak rela kecuali kalian semua kembali ke tempat kalian semula.” (Az Zuhd, Abdullah bin Mubarak, 390)

Wallahu ‘alam.
Ustadz M. Lili Nur Aulia ‘Beginilah Jalan Da’wah Mengajarkan Kami’

2 thoughts on “Keletihan Yang Menjadi Energi

  1. mujitrisno said: Seperti itulah, keletihan tidak boleh membawa seseorang untuk menjauhi amal-amal da’wah yang sebenarnya menjadi energi besar dalam menjalani kehidupan kita sendiri.

    setujuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu

    Like

Leave a comment